Mohon tunggu...
Dwi Yuliati
Dwi Yuliati Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Freelancer | Badminton Lovers

Man Jadda Wajadda

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ciptakan Keadilan dalam Pesta Demokrasi Serentak

23 Juli 2023   15:05 Diperbarui: 23 Juli 2023   15:24 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bila kita perhatikan, akhir-akhir ini sudah banyak sekali iklan partai-partai politik yang bersliweran di media televisi. Banyak pula artis-artis terkenal yang diusung oleh partai politik sebagai kadernya. Tak jarang pula mereka membuat yel-yel maupun mars agar lebih mudah dikenal masyarakat luas. Hal itu menandakan sebentar lagi Indonesia akan melaksanakan ajang pesta demokrasi serentak tahun 2024. Tahun politik dan pesta demokrasi telah menjadi agenda rutin setiap lima tahunan di negara kita. 

Salah satu syarat suatu negara dikatakan demokratis, adalah diselenggarakannya pemilihan umum atau yang lebih sering kita dengar dengan nama pemilu. Tanpa adanya pemilu, maka tidak ada demokrasi, dan tanpa demokrasi, maka tidak ada kedaulatan rakyat dalam proses bernegara. 

Mengapa proses dalam pemilu dikatakan sebagai pesta demokrasi? Karena di dalam proses pemilu-lah, rakyat berada pada tempat yang mulia, untuk menentukan nasib perjalanan bangsa dalam rangka memilih pemimpinnya di lembaga eksekutif, dan para wakilnya di lembaga legislatif.

Desain pemilihan umum (pemilu) serentak secara nasional yang dipilih oleh pembentuk undang-undang pada tahun 2024 mendatang adalah pemilu serentak dalam dua tahap. Pada tahap pertama yaitu pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD. Sementara pemilu tahap kedua yaitu pemilihan Kepala Daerah (pilkada) serentak secara nasional.

Dengan adanya sinkronisasi waktu penyelenggaraan, baik pemungutan suara maupun pelantikan pasangan calon terpilih diharapkan tercipta efektivitas dan efisiensi kebijakan pembangunan antara daerah dan pusat.

Sejak saya masih duduk di sekolah dasar, guru saya sudah memberikan pelajaran tentang asas pemilu yang masih saya ingat sampai saat ini yaitu LUBER JURDIL. Asas LUBER JURDIL merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Nah asas–asas pemilu ini harus dilaksanakan ketika melaksanakan pemilu di Indonesia. 

Melihat dari asas yang terakhir yaitu adil, yang dimaksud adil disini adalah menjamin bahwa setiap pemilih dan peserta pemilu akan diperlakukan secara sama dan bebas dari kecurangan pihak manapun dalam penyelenggaraan pemilu. Terlihat mudah untuk diucapkan namun sangat sulit dalam praktiknya. Kenyataannya ada saja ambisi dan hasrat politik yang tak terbendung entah itu dari partai-partai politik, pimpinan partai maupun dari para kadernya untuk dapat menduduki jabatan penting dalam pemerintahan sehingga mereka kerap mengenyampingkan nilai-nilai, prinsip maupun prosedur yang berlaku. 

Proses demokrasi dan pemilu/pilkada, bukanlah sesuatu yang mudah dan dapat berjalan lancar, tanpa aral melintang. Pasti akan menemui hambatan-hambatan dalam pelaksanaanya. Untuk mewujudkan keadilan dalam Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024, menjadi tantangan berat yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Bagi negara demokrasi tinggi seperti Indonesia, kita tidak dapat mengabaikan fakta yang masih terjadi bahwa proses pemilihan masih seringkali diwarnai dengan berbagai kecurangan dan ketidakadilan. Untuk itu negara harus bersiap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Demokrasi yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan perpecahan, situasi keos, hingga terjadinya perpecahan. 

Dalam melaksanakan pesta demokrasi serentak tentunya akan menghadapi tantangan. Tentunya hal ini tidak dapat dipisahkan dari penyelesaian akhir dari sengketanya di Mahkamah Konstitusi.

Sebenarnya sebelum sebuah perkara perselisihan hasil pemilu ataupun pilkada sampai ke meja hakim konstitusi, para pihak yang berperkara dapat mengajukan upaya hukum secara berjenjang. Contohnya untuk pelanggaran administrasi dan proses pemilu dapat diselesaikan oleh KPU atau Bawaslu. Dalam hal ini, para peserta pemilu melalui wakil-wakilnya di TPS dapat menyerahkan bukti-bukti pendukung yang dapat diajukan sebagai alat bukti penyelesaian sengketa.

Jika terjadi sengketa Tata Usaha Negara pada masa pemilihan atau persoalan tindak pidana maka dapat diselesaikan di PTUN dan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Kemudian jika berkaitan dengan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu, maka dapat dituntaskan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Sedangkan jika berhubungan dengan perselisihan hasil pemilu atau pilkada menyoal perolehan suara dan hal-hal yang tidak dapat diselesaikan pada tingkatan lembaga tersebut, barulah peserta pemilihan mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi.


Sistem Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka

Salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi Republik  Indonesia adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Dilansir dari situs resmi MK (https://www.mkri.id), belum lama ini Mahkamah Konstitusi Republik   Indonesia menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal-pasal yang diuji ialah mengenai sistem proporsional dengan daftar terbuka. Para pemohon pada intinya mendalilkan pemilu yang diselenggarakan dengan sistem proporsional terbuka telah mendistorsi peran partai politik. Dengan ditolaknya permohonan ini, maka pemilu anggota DPR dan DPRD 2024 tetap menggunakan sistem dengan daftar terbuka.

Sampai sejauh ini partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon termasuk penentuan nomor urut calon anggota legislatif. 

Menurut Mahkamah Konstitusi, sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat kepada sistem pemilu yang diinginkan oleh UUD 1945. Beberapa kelebihan sistem proporsional dengan daftar terbuka, antara lain sistem ini mendorong kandidat untuk bersaing dalam memperoleh suara; calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan. Hal ini mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja mereka. Pemilih memiliki kebebasan langsung untuk memilih calon anggota legislatif yang mereka anggap paling mewakili kepentingan dan aspirasi mereka. 

Hal ini menciptakan hubungan yang lebih dekat antara pemilih dengan wakil yang dipilih, karena pemilih memiliki peran langsung dalam menentukan siapa yang mewakili mereka di lembaga perwakilan. Pemilih juga dapat berpartisipasi langsung dalam mengawasi wakilnya di lembaga perwakilan. Dalam sistem ini, pemilih memiliki kesempatan untuk melibatkan diri dalam pengawasan terhadap tindakan dan keputusan yang diambil oleh wakil yang mereka pilih, sehingga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik termasuk meningkatkan partisipasi pemilih.

Sistem proporsional dengan daftar terbuka dinilai lebih demokratis karena dalam sistem ini, representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau calon, sehingga memberikan kesempatan yang lebih adil bagi partai atau calon yang mendapatkan dukungan publik yang signifikan. Hal ini mendorong inklusivitas politik, mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat, dan mencegah dominasi pemerintahan oleh suatu kelompok atau partai.

Jadi mari kita dukung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia agar dapat selalu menerapkan sila kelima pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun