Kemudian jika berkaitan dengan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu, maka dapat dituntaskan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sedangkan jika berhubungan dengan perselisihan hasil pemilu atau pilkada menyoal perolehan suara dan hal-hal yang tidak dapat diselesaikan pada tingkatan lembaga tersebut, barulah peserta pemilihan mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi.
Sistem Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka
Salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi Republik  Indonesia adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Dilansir dari situs resmi MK (https://www.mkri.id), belum lama ini Mahkamah Konstitusi Republik  Indonesia menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal-pasal yang diuji ialah mengenai sistem proporsional dengan daftar terbuka. Para pemohon pada intinya mendalilkan pemilu yang diselenggarakan dengan sistem proporsional terbuka telah mendistorsi peran partai politik. Dengan ditolaknya permohonan ini, maka pemilu anggota DPR dan DPRD 2024 tetap menggunakan sistem dengan daftar terbuka.
Sampai sejauh ini partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon termasuk penentuan nomor urut calon anggota legislatif.Â
Menurut Mahkamah Konstitusi, sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat kepada sistem pemilu yang diinginkan oleh UUD 1945. Beberapa kelebihan sistem proporsional dengan daftar terbuka, antara lain sistem ini mendorong kandidat untuk bersaing dalam memperoleh suara; calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan. Hal ini mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja mereka. Pemilih memiliki kebebasan langsung untuk memilih calon anggota legislatif yang mereka anggap paling mewakili kepentingan dan aspirasi mereka.Â
Hal ini menciptakan hubungan yang lebih dekat antara pemilih dengan wakil yang dipilih, karena pemilih memiliki peran langsung dalam menentukan siapa yang mewakili mereka di lembaga perwakilan. Pemilih juga dapat berpartisipasi langsung dalam mengawasi wakilnya di lembaga perwakilan. Dalam sistem ini, pemilih memiliki kesempatan untuk melibatkan diri dalam pengawasan terhadap tindakan dan keputusan yang diambil oleh wakil yang mereka pilih, sehingga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik termasuk meningkatkan partisipasi pemilih.
Sistem proporsional dengan daftar terbuka dinilai lebih demokratis karena dalam sistem ini, representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau calon, sehingga memberikan kesempatan yang lebih adil bagi partai atau calon yang mendapatkan dukungan publik yang signifikan. Hal ini mendorong inklusivitas politik, mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat, dan mencegah dominasi pemerintahan oleh suatu kelompok atau partai.
Jadi mari kita dukung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia agar dapat selalu menerapkan sila kelima pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H