Kebijakan Makroprudensial
Menurut IMF, makroprudensial merupakan kebijakan yang memiliki tujuan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan risiko sistemik (IMF, 2011). Adapun kebijakan makroprudensial antara lain diterapkan dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan, diterapkan dengan berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan (system wide perspectives), dan diterapkan melalui upaya membatasi terbangunnya risiko sistemik. Pendekatan yang digunakan dalam penerapan kebijakan makroprudensial bersifat top down sehingga mencakup seluruh elemen sistem keuangan.
Dari pengalaman krisis yang telah terjadi, menunjukkan bahwa stabilitas moneter dan mikroprudensial saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya krisis, mengingat krisis 2008 terjadi di tengah kondisi makroekonomi yang sehat. Kebijakan moneter cenderung tidak dapat menangkap sinyal pemupukan risiko yang bersumber dari perilaku ambil risiko elemen sistem keuangan, misalnya peningkatan mortgage loan secara massal di perbankan.
Sementara itu, kebijakan mikroprudensial yang melihat tingkat kesehatan individual lembaga juga belum mampu menangkap pemupukan risiko dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, diperlukan penerapan kebijakan makroprudensial yang dapat melengkapi kebijakan moneter, mikroprudensial dan fiskal untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Pengawasan Makroprudensial
Berdasarkan kewenangannya, Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan makroprudensial dengan cara o-site (tidak langsung) maupun on-site (langsung) dengan melakukan pemeriksaan tematik. Hasil pengawasan makroprudensial ini akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam bentuk pemberian sinyal risiko hasil monitoring dan analisis risiko sistemik.
Pengawasan makroprudensial akan ditindaklanjuti dengan pengembangan instrumen kebijakan apabila pemberian sinyal risiko mengindikasikan adanya pembentukan (build-up) risiko sistemik.
Bagaimana Bank Indonesia Mencegah dan Menangani Krisis?
Protokol Manajemen Krisis (PMK) merupakan protokol yang dipergunakan untuk mengelola dan mengatasi kondisi krisis. Kata protokol sendiri didefinisikan sebagai sebuah sistem aturan yang menjelaskan praktik-praktik (conduct) dan prosedur yang benar (atau dianggap benar) yang harus dijalankan dalam suatu situasi yang formal. PMK dalam sistem keuangan menjadi penting dalam upaya penyelesaian krisis (crisis resolution) karena PMK akan membantu para otoritas keuangan bereaksi dan mengambil langkah-langkah yang tepat dan terkoordinasi untuk mengatasi krisis dalam waktu cepat.
Secara spesifk, opsi kebijakan Bank Indonesia dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis berkaitan erat dengan peran bank sentral: 1) sebagai Lender of the Last Resort (LOLR) yang merupakan fungsi inheren bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan; dan 2) dalam memelihara stabilitas nilai tukar dan sektor eksternal. Berkaitan dengan fungsi LOLR, Bank Indonesia dapat memberikan opsi penyediaan likuiditas yang bersifat intervensi pasar atau Liquidity Providing (Market Intervention) Options dalam mekanisme Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan Standing Facility, atau memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).
Stabilitas Sistem Keuangan Kuartal I 2019 Terjaga