Mohon tunggu...
Dwiyana Wika Rini
Dwiyana Wika Rini Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswi Mercu Buana-41522110026-Prodi TI

Dosen pengampuh Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak, mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Sabtu 17:30 - 18:40 (VE-014), jurusan teknik informatika

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Emile Durkheim, Hukum dan Realitas Masyarakat

2 Juli 2024   22:14 Diperbarui: 3 Juli 2024   02:15 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan
Emile Durkheim (1858-1917) adalah seorang sosiolog Prancis yang terkenal dengan teori fungsionalismenya, yang menekankan pentingnya norma sosial, solidaritas sosial, dan institusi dalam menjaga stabilitas masyarakat. Salah satu konsep sentral Durkheim adalah bahwa hukum adalah cermin dari realitas sosial yang ada dalam masyarakat.

Durkheim berpendapat bahwa hukum mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma yang dianggap penting oleh masyarakat. Dalam pandangannya, hukum bukan hanya aturan hukum formal, tetapi juga merupakan ekspresi dari kesepakatan moral kolektif yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, studi tentang hukum tidak hanya memerlukan analisis legal formal, tetapi juga pemahaman tentang konteks sosial dan nilai-nilai yang mendukungnya.

Pendekatan Durkheim terhadap hukum dan realitas masyarakat juga mengarahkan perhatian kepada bagaimana hukum dapat berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan solidaritas sosial dan memperkuat integrasi sosial di dalam masyarakat. Dengan demikian, pemahaman tentang hukum dalam konteks ini tidak hanya sebagai peraturan yang harus dipatuhi, tetapi juga sebagai refleksi dari dinamika sosial yang lebih luas.

 Karyanya telah membentuk dasar dari pemahaman kita tentang bagaimana masyarakat berfungsi dan bagaimana hukum mencerminkan dan mempengaruhi tatanan sosial. Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi konsep-konsep Durkheim tentang hukum dan realitas masyarakat, serta mengaplikasikannya pada kasus korupsi di sekolah.


Biodata mile Durkheim

mile Durkheim lahir pada 15 April 1858 di pinal, sebuah kota kecil di wilayah Lorraine, Prancis, yang pada saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Prancis. Ia berasal dari keluarga yang memiliki tradisi rabbinik, di mana ayahnya, Mose Durkheim, adalah seorang rabbi yang sangat dihormati. Durkheim tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan budaya Yahudi namun akhirnya meninggalkan agama Yahudi dan memilih untuk fokus pada studi akademisnya.

Durkheim menempuh pendidikan di sekolah menengah di Paris sebelum masuk ke cole Normale Suprieure pada tahun 1879, di mana ia mengambil jurusan filsafat. Ia sangat dipengaruhi oleh karya-karya filsuf seperti Auguste Comte dan Herbert Spencer, serta ilmuwan sosial seperti Gabriel Tarde. Durkheim mendapatkan gelar doktor dalam bidang filsafat pada tahun 1887 setelah menyelesaikan disertasinya yang berjudul "De la division du travail social" ("The Division of Labor in Society"), di mana ia mengembangkan teori tentang solidaritas sosial.

Sebagai seorang akademisi, Durkheim dikenal karena pendekatannya yang ilmiah terhadap sosiologi. Ia memperkenalkan konsep-konsep penting seperti solidaritas mekanik dan organik, di mana solidaritas mekanik mengacu pada integrasi sosial dalam masyarakat tradisional yang homogen, sedangkan solidaritas organik merujuk pada integrasi sosial dalam masyarakat modern yang kompleks. Durkheim juga mengembangkan teori tentang fungsi sosial dari institusi-institusi sosial seperti hukum dan pendidikan.

Karya-karya Durkheim yang terkenal meliputi "The Rules of Sociological Method" (1895), di mana ia menjelaskan metodologi sosiologis yang ilmiah, dan "Suicide: A Study in Sociology" (1897), di mana ia menggunakan data statistik untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat bunuh diri dalam masyarakat.

Pemikiran Durkheim tidak hanya berpengaruh dalam sosiologi tetapi juga dalam bidang-bidang lain seperti antropologi, psikologi sosial, dan ilmu politik. Ia dianggap sebagai salah satu tokoh sentral dalam pendirian sosiologi sebagai disiplin ilmu yang mandiri dan menjadi salah satu pemikir utama yang membentuk landasan teoretis bagi studi tentang masyarakat modern. Durkheim meninggal dunia pada 15 November 1917 di Paris, Prancis, namun warisannya dalam bidang sosiologi tetap hidup dan relevan hingga saat ini.

sumber gambar ppt prof Apollo
sumber gambar ppt prof Apollo
Konsep Hukum Menurut mile Durkheim

Durkheim memandang hukum sebagai cerminan dari moralitas kolektif dan solidaritas sosial masyarakat. Ia membedakan dua jenis solidaritas yang mempengaruhi bentuk dan fungsi hukum dalam masyarakat:

1. Solidaritas Mekanik: Solidaritas ini ditemukan dalam masyarakat tradisional yang homogen, di mana anggota masyarakat memiliki nilai dan kepercayaan yang serupa. Dalam masyarakat ini, hukum bersifat represif dan menekankan pada hukuman untuk pelanggaran yang mengancam keseragaman sosial. Misalnya, dalam masyarakat pedesaan yang erat, pelanggaran norma-norma adat biasanya dihukum dengan sanksi yang keras untuk menjaga kesatuan kelompok.

2. Solidaritas Organik: Solidaritas ini berkembang dalam masyarakat modern yang kompleks dan heterogen, di mana terdapat pembagian kerja yang mendalam. Dalam masyarakat ini, hukum lebih bersifat restitutif, yang berarti hukum fokus pada pemulihan dan kompensasi untuk mengembalikan keseimbangan sosial. Misalnya, dalam kota besar dengan berbagai profesi dan latar belakang budaya, hukum lebih berorientasi pada mediasi dan penyelesaian konflik secara damai.

Durkheim menekankan bahwa hukum adalah produk dari kesadaran kolektif dan berfungsi untuk menjaga ketertiban sosial. Perubahan dalam hukum mencerminkan perubahan dalam struktur sosial dan nilai-nilai moral masyarakat. Ketika masyarakat menjadi lebih kompleks, hukum juga menjadi lebih kompleks dan berfokus pada memelihara kerjasama dan kohesi sosial.

sumber gambar ppt prof Apollo
sumber gambar ppt prof Apollo
Pentingnya Hukum dalam Mengatur Masyarakat

Hukum memainkan peran penting dalam mengatur masyarakat karena beberapa alasan utama:

1. Menjaga Ketertiban Sosial: Hukum membantu memastikan bahwa masyarakat berjalan dengan teratur dan damai. Ini penting untuk menjaga harmoni dan mengurangi konflik. Misalnya, undang-undang lalu lintas yang diterapkan dengan baik membantu mencegah kecelakaan dan memastikan kelancaran lalu lintas.

2. Melindungi Hak dan Kebebasan: Hukum berfungsi untuk melindungi hak-hak individu dan kelompok dalam masyarakat. Ini mencakup perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakadilan. Contohnya, hukum hak asasi manusia melindungi warga negara dari tindakan sewenang-wenang pemerintah.

3. Mengatur Interaksi Sosial: Hukum menetapkan aturan yang mengatur interaksi antara individu dan kelompok, memastikan bahwa hubungan sosial berjalan sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku. Misalnya, kontrak kerja yang sah membantu memastikan bahwa hubungan antara pekerja dan majikan berjalan dengan adil dan sesuai hukum.

4. Mencerminkan dan Memperkuat Nilai-nilai Moral: Hukum mencerminkan nilai-nilai moral masyarakat dan membantu memperkuat mereka melalui penegakan aturan yang sesuai. Misalnya, hukum yang melarang diskriminasi berdasarkan ras atau gender mencerminkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan dalam masyarakat.

Hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat kontrol sosial, tetapi juga sebagai cermin dari nilai-nilai dan moralitas yang dianut oleh masyarakat. Dengan demikian, hukum memainkan peran kunci dalam menjaga stabilitas dan keadilan sosial.

Mengaplikasikan Konsep Durkheim pada Kasus Korupsi di Sekolah

Korupsi di sekolah adalah contoh nyata bagaimana pelanggaran hukum dapat merusak solidaritas sosial dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan. Berikut adalah cara mengaplikasikan konsep Durkheim dalam menganalisis kasus korupsi di sekolah:

1. Identifikasi Pelanggaran Hukum: Menurut Durkheim, pelanggaran hukum mencerminkan pelanggaran terhadap moralitas kolektif. Dalam kasus korupsi di sekolah, pelaku korupsi telah melanggar kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat dan merusak nilai-nilai pendidikan. Misalnya, ketika kepala sekolah atau guru menerima suap untuk memberikan nilai yang lebih tinggi, ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh siswa, orang tua, dan masyarakat.

2. Dampak pada Solidaritas Sosial: Korupsi di sekolah dapat merusak solidaritas sosial, baik mekanik maupun organik. Solidaritas mekanik terganggu karena masyarakat merasa nilai-nilai dasar mereka dilanggar. Misalnya, di komunitas kecil di mana integritas pendidikan sangat dihargai, kasus korupsi dapat menimbulkan kekecewaan dan kemarahan yang mendalam. Solidaritas organik terganggu karena kerjasama dan kepercayaan yang diperlukan dalam sistem pendidikan menjadi lemah. Misalnya, guru dan siswa mungkin menjadi curiga satu sama lain, dan hubungan profesional yang sehat bisa hancur.

3. Penegakan Hukum dan Restorasi Solidaritas: Untuk memulihkan solidaritas sosial, perlu adanya penegakan hukum yang tegas. Hukum harus berfungsi sebagai alat restitutif, memastikan bahwa pelaku korupsi dihukum dan kerugian yang ditimbulkan diperbaiki. Selain itu, perlu ada upaya untuk memperkuat nilai-nilai moral dalam sistem pendidikan dan masyarakat secara keseluruhan. Misalnya, setelah mengidentifikasi dan menghukum pelaku korupsi, penting untuk mengimplementasikan program pendidikan etika dan integritas di sekolah.

Studi Kasus: Korupsi di Sekolah

Mari kita lihat studi kasus nyata untuk memahami bagaimana konsep-konsep Durkheim dapat diterapkan.

Pada tahun 2019, terungkap bahwa beberapa kepala sekolah dan guru di sebuah kota besar di Indonesia terlibat dalam praktik korupsi, menerima suap dari orang tua siswa untuk memanipulasi nilai ujian. Kasus ini menciptakan kehebohan di media dan menimbulkan kemarahan di kalangan masyarakat. Penyelidikan oleh pihak berwenang menemukan bahwa lebih dari 20 orang terlibat dalam skema tersebut.

1. Identifikasi Pelanggaran: Dalam kasus ini, pelanggaran yang terjadi adalah suap dan manipulasi nilai ujian, yang jelas melanggar hukum dan standar etika pendidikan.
   
2. Dampak pada Solidaritas Sosial: Kasus ini merusak solidaritas sosial di dua tingkat. Pada tingkat solidaritas mekanik, masyarakat merasa nilai-nilai dasar mereka tentang pendidikan yang adil dan meritokratis dilanggar. Pada tingkat solidaritas organik, kerjasama antara orang tua, guru, dan siswa terganggu. Kepercayaan yang menjadi dasar hubungan profesional di sekolah juga hancur.
   
3. Penegakan Hukum dan Restorasi: Penegakan hukum dilakukan dengan mengadili dan menghukum pelaku korupsi. Selain itu, pemerintah dan pihak sekolah bekerja sama untuk memperbaiki sistem pengawasan dan meningkatkan transparansi dalam proses evaluasi akademik. Program pendidikan etika dan integritas juga diperkenalkan untuk membangun kembali kepercayaan dan memperkuat nilai-nilai moral.

Kesimpulan

mile Durkheim memberikan kita kerangka kerja yang kuat untuk memahami peran hukum dalam masyarakat. Hukum tidak hanya berfungsi untuk mengatur perilaku individu, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai moral dan solidaritas sosial. Dalam konteks kasus korupsi di sekolah, penting untuk menegakkan hukum dengan tegas dan memulihkan nilai-nilai moral yang mendasari sistem pendidikan kita. Dengan demikian, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan harmonis.

Penegakan hukum harus bersifat restitutif, mengutamakan pemulihan kerugian yang disebabkan oleh korupsi, serta memperkuat nilai-nilai moral yang menjadi dasar sistem pendidikan. Program pendidikan etika dan integritas, serta peningkatan transparansi dan pengawasan, adalah langkah-langkah penting dalam memulihkan kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa nilai-nilai moral dihargai dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Citasi

1. Durkheim, . (1893). The Division of Labor in Society. New York: The Free Press.
   
2. Durkheim, . (1895). The Rules of Sociological Method. New York: The Free Press.
   
3. Giddens, A. (1971). Capitalism and Modern Social Theory: An Analysis of the Writings of Marx, Durkheim and Max Weber. Cambridge: Cambridge University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun