PENDAHULUAN
Michel Foucault adalah seorang filsuf dan sejarawan sosial Prancis yang terkenal dengan analisisnya tentang kekuasaan dan kontrol sosial. Salah satu karya utamanya, "Discipline and Punish: The Birth of the Prison" (1975), menguraikan bagaimana lembaga-lembaga modern, termasuk penjara, sekolah, dan rumah sakit, menggunakan disiplin sebagai alat untuk mengontrol dan mengatur individu. Penerapan teori Foucault ini bisa menjadi perspektif yang menarik dalam memahami mekanisme disiplin dan hukuman serta pencegahan korupsi di Indonesia (Betasari, 2019).
Foucault mengemukakan bahwa kekuasaan dalam masyarakat modern tidak hanya beroperasi melalui hukuman fisik yang keras, tetapi lebih melalui mekanisme pengawasan dan pendisiplinan yang halus. Ia memperkenalkan konsep "panoptikon," sebuah desain penjara di mana semua tahanan dapat diawasi tanpa mereka mengetahui apakah mereka sedang diawasi atau tidak. Konsep ini mencerminkan cara kekuasaan modern bekerja: melalui pengawasan yang konstan dan ketidakpastian yang menciptakan kontrol internal dalam diri individu.
Di Indonesia, korupsi telah menjadi masalah kronis yang tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak fondasi kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik. Setiap tahun, miliaran dolar hilang akibat praktik korupsi, menghambat pembangunan ekonomi dan sosial negara. Upaya untuk memerangi korupsi sering kali terbentur pada masalah sistemik dan budaya yang telah mengakar dalam struktur masyarakat dan pemerintahan.
Dalam konteks ini, teori Foucault tentang pendisiplinan dan pengawasan dapat memberikan wawasan baru mengenai bagaimana korupsi dapat dicegah melalui pendekatan yang lebih struktural dan sistematis. Foucault menyoroti pentingnya institusi dan mekanisme kontrol dalam mempertahankan kekuasaan yang ada. Dalam konteks pencegahan korupsi, ini menekankan perlunya memperkuat lembaga-lembaga anti-korupsi dan sistem pengawasan yang efektif untuk mendeteksi dan mencegah praktik koruptif.
Pendekatan Foucault juga menyoroti peran teknologi dan transparansi dalam meningkatkan kontrol sosial. Penerapan teknologi informasi dalam administrasi publik dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, mengurangi peluang untuk praktik korupsi. Dengan sistem yang lebih terbuka dan termonitor, tindakan korupsi menjadi lebih sulit untuk disembunyikan, dan pelaku korupsi menjadi lebih rentan terhadap pengawasan dan penindakan.
Selain itu, pendidikan dan perubahan budaya juga menjadi faktor penting dalam pencegahan korupsi. Melalui pendidikan anti-korupsi yang diperkuat dan kampanye kesadaran masyarakat, Indonesia dapat membentuk generasi yang lebih berintegritas dan lebih peduli terhadap masalah korupsi. Perubahan budaya yang mempromosikan nilai-nilai seperti kejujuran, akuntabilitas, dan integritas juga dapat membantu mengurangi toleransi terhadap korupsi dalam masyarakat (Hikami, 2022).
Dalam hal hukuman dan rehabilitasi, penting untuk mengkaji efektivitas hukuman yang ada terhadap pelaku korupsi. Sanksi yang tegas dan efektif perlu diterapkan untuk menunjukkan bahwa tindakan korupsi tidak akan ditoleransi. Namun, pendekatan rehabilitatif juga dapat diterapkan dengan memberikan kesempatan bagi pelaku korupsi untuk memperbaiki perilaku mereka melalui program-program pendidikan, pelatihan, dan konseling.
Penerapan konsep pendisiplinan dan pengawasan dari Foucault dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia memerlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan lembaga pendidikan. Diperlukan strategi yang holistik dan terintegrasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk memastikan implementasi yang efektif dari prinsip-prinsip ini. Kerja sama lintas sektor dan pemahaman yang mendalam tentang dinamika kekuasaan dan kontrol sosial di Indonesia akan menjadi kunci keberhasilan dalam memerangi korupsi secara menyeluruh.Pertama, penerapan pengawasan yang ketat dan berkelanjutan di berbagai lembaga publik dapat mengurangi peluang untuk korupsi. Konsep panoptikon Foucault dapat diterjemahkan menjadi sistem pengawasan elektronik modern, seperti penggunaan CCTV, pelacakan digital, dan audit rutin yang memungkinkan deteksi dini perilaku koruptif. Dengan pengawasan yang konstan, individu dalam lembaga tersebut akan lebih berhati-hati dalam bertindak karena mereka sadar bahwa tindakan mereka selalu dapat diawasi.