Mohon tunggu...
Dwita Sintya
Dwita Sintya Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Melawan Keterbatasan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bapak, Jangan Sakit

19 Desember 2018   07:43 Diperbarui: 19 Desember 2018   07:57 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Hasil Ultrasonogofi Echocardiography (Dokpri)

Vertigo, merupakan sebuah keadaan di mana penderitanya merasa seolah-olah lingkungan di sekitarnya berputar atau melayang, kehilangan keseimbangan, sehingga kesulitan untuk sekadar berdiri atau bahkan berjalan. Trigliserida merupakan konversi kalori tidak terpakai dan disimpan untuk menyediakan cadangan energi bagi tubuh. Semakin tinggi kadar trigliserida, maka risiko terkena penyakit jantung dan sindrom metabolik yaitu stroke. 

Penderita kondisi ini mengalami pankreatitis yang ditandai dengan gejala nyeri hebat yang terasa secara mendadak di bagian perut, demam, mual, muntah, dan nafsu makan berkurang. Hipertensi adalah penyakit yang disebut dengan "pembunuh diam-diam" karena penyakit ini tidak menyebabkan gejala jangka panjang. 

Penyakit ini mungkin mengakibatkan komplikasi yang mengancam nyawa karena mengakibatkan komplikasi serius penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan, diabetes, dan banyak penyakit berbahaya lainnya, dengan gejala sakit kepala hebat, penglihatan buram, mual, telinga berdenging, kebingungan, detak jantung tak teratur, nyeri dada, dan sulit bernafas.

Nah, semengerikan itulah sakit yang menemani Bapak 10 tahun lamanya, sangat setia bukan ?. Kala itu, aku masih duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar. Anak sekecil itu belum bisa melakukan apapun selain memohonkan kekuatan untuk Bapaknya kepada Sang Pemberi Rahmat. 

Sesekali aku mencoba menghiburnya dengan celotehan recehku, berharap Bapak dapat terhibur ditempat tidurnya yang terasa semakin sesak dengan aroma kekhawatiran akan masa depan istri dan anak-anaknya.

Suatu malam yang jauh dari kata indah, aku terbangun dari lelap malamku karena mendengar suara asing dari kamar sebelah. Karena tak kuatnya menahan pusing yang bahkan sulit untuk dijelaskan, Bapak memukuli kepalanya dengan genggaman tangan, sesekali menghempaskan kepalanya ketembok dengan keras. Ibu, aku, dan kakak hanya bisa menangis sembari berdoa.

Adzan subuh tak terasa sudah berkumandang tanda kami harus segera menunaikan ibadah sholat. Pagi itu, kami sholat berjamaah diimami Bapak seperti biasa. Namun, yang membedakan adalah suara lirih Bapak yang terdengar serak dan tersendat-sendat. Aku (dan mungkin juga ibu) berfikir bahwa usisa Bapak tak akan lama lagi. 

Setelah menunaikan sholat, ibu cepat-cepat menghubungi saudaraku untuk meminta bantuan agar Bapak dibawa ke rumah sakit. Bapakpun sempat berpesan kepada ibu dan saudaraku agar menjaga dan merawat anak-anaknya ini dengan baik. Tetesan air pilu tak dapat terbendung lagi pagi itu. Kami berusaha menenangkan ayah dengan kalimat-kalimat yang mungkin hanya terdengar sebagai "fomalitas", karena kami tahu betapa terpuruk dan kalutnya pikiran Bapak kala itu.

Segala upaya telah dilakukan, mulai dari membeli alat terapi senilai puluhan juta, meminum ramuan tradisional, hingga berbagai jenis pengobatan alternatif telah dilakukan. Digit demi gigit saldo ATM pun kian pergi meninggalkan rekening yang membuatnya terlihat makin langsing. K

eadaan itu tak kunjung membaik mengingat ibu yang mendedikasikan hidupnya untuk membersamai dan merawat Bapak dirumah, sedangkan aku dan kakakku harus tetap bersekolah. Miris rasanya, ketika Bapak terpaksa harus diantar rekan kerjanya pulang kerumah karena merasakan sakit yang tak tertahankan dikantor. Bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali kali. Sampai Bapak pun tak enak hati.

Suatu pagi sekitar pukul 10 Ibu mendapat kabar dari rekan Bapak, perihal Bapak yang tak dapat menahan kesakitan itu (lagi), kemudian sudah dilarikan ke RSUD terdekat. Dengan langkah mengambang, tanpa pegangan dan tanpa uang Ibu segera membawa perlengkapan untuk merawat Bapak disana. Meski Bapak sudah sering bolak balik rumah sakit untuk rawat jalan dan check up, pembiayaan opname yang kedua kali ini tetap saja ditanggung oleh BPJS. Betapa berharganya ia, selalu membantu kami yang dirundung duka nestapa.

Tahun demi tahun berganti, Bapak pun berangsur membaik seiring kebaikan BPJS yang selalu Melayani, Sepenuh Hati Mengabdi Untuk Negeri. Suasana rumah menjadi lebih tenteram, karena tak ada lagi riuh redam kegelisahan dan kejengkelan akibat sakit yang begitu nakal. Si gadis kecil ini pun sudah beranjak dewasa dan memasuki bangku perkuliahan yang terlihat menawan.

Dari awal semester 1, entah mengapa dan apa penyebabnya Bapak merasakan gejala yang sama. Pusing, mual, kebingungan, dan jantung yang berdegup dengan kencangnya membuat beliau dilarikan ke rumah sakit. Betapa terkejutnya anak itu mendapat telepon dari sang Ibu, yang memberi tahu bahwa Bapaknya lagi-lagi harus dirawat di rumah sakit. Seketika aku memutuskan untuk meninggalkan jam perkuliahan dan segera menjenguk Bapakku. Untung saja, kampus tempatku menuntut ilmu terbilang cukup dekat.

Setelah menjalani serangkaian cek ultrasonografi berupa uji echocardiography dan uji lab di RSUD, dokter mengatakan bahwa jantung Bapak masih dalam keadaan normal. Bapak dirawat di RSUD untuk yang ketiga kalinya ini hanya selama 4 hari, karena dirasa tidak ada perubahan Bapak memutuskan untuk kembali kerumah. Satu minggu telah berlalu, tubuh pun tak kian membaik, akhirnya dokter keluarga merujuk lagi ke rumah sakit swasta terdekat.

Foto Hasil Radiologi dan Imaging Thorax (Dokpri)
Foto Hasil Radiologi dan Imaging Thorax (Dokpri)
Bapak akhirnya opname disana, ya opname untuk yang keempat kalinya. Beliau sempat menjalani uji ultrasonografi foto thorax, namun lagi lagi keadaannya normal dan berfungsi dengan baik. Selama disana aku dan kakakku berusaha menghibur dan menemani Bapak, kebetulan hari itu adalah akhir pekan sehingga kami bisa menemaninya sepanjang hari. Ajaibnya, Bapak pun terlihat segar dan sehat. Tidak sepertihalnya kondisi sebelumnya yang sangat terlihat layu. Karena sudah cukup membaik, Bapak meminta agar bisa kembali kerumah.

Hari demi hari Bapak merasakan sakit itu lagi, walau tak separah beberapa minggu yang lalu. Dokter keluarga pun tak jemu untuk merujuk Bapak ke dokter jantung di RSUD lagi. Oleh karena dokter jantung pun sudah angkat tangan, beliau akhirnya merujuk Bapak kepada dokter psikolog. Yap, dokter psikolog tidak hanya menangani orang gila saja bukan ?.

Bincang-bincang santai itupun dimulai, tidak ada yang aneh dari jawaban-jawaban yang dilontarkan oleh Bapak. Sampai pada akhirnya dokter bertanya, "apakah bapak sangat dekat dengan anak-anak ?". Bapak pun mulai menceritakan kedekatakan kami, sangat dekat, dan teramat sangat dekat. Namun, di tahun 2015 itu kakakku memutuskan untuk menikah kemudian ia tidak tinggal bersama kami lagi. 

Bertepatan di tahun yang sama, aku juga mulai menjalani padatnya hari-hari sebagai mahasiswa teknik dengan segudang aktivitas yang membuatku terpaksa pulang malam, atau menginap di kos teman untuk sekedar mengerjakan tugas. Bapak merasa kehilangan anak-anaknya yang lucu tapi tidak lucu ini. Bapak mengatakan bahwa beliau merasa kesepian dan kehilangan celotehan kami yang cukup receh dan menghibur.

Kini, pihak dokter pun telah mengetahui akar permasalahannya. Ternyata benar, segala penyakit itu datangnya dari pikiran. Berasal dari kekhawatiran dan kesepian yang mendalam, mengakibatkan berbagai macam penyakit yang tak kunjung redam. 

Ibu, aku, dan kakak kini tetap dapat melanjutkan aktivitas kami, namun tetap memperhatikan dan meyakinkan Bapak bahwa kami akan terus baik-baik saja. Dengan begitu Bapak lebih bisa merasa tenang dan tersadar untuk lebih mencintai wanita yang tak pernah mengeluh dan setia mendampingi Bapak, yaitu Ibu kami tercinta.

Bukan hanya mencintai ibu saja, Bapak pun sangat dan teramat mencintai BPJS. Dengan total 4x rawat inap, maupun ratusan obat yang diberikan tercover oleh BPJS. Melalui tulisan ini, kami menyampaikan banyak terimakasih karena BPJS sudah menjalankan amanahnya dengan amat sangat baik sesuai dengan jargon andalannya, BPJS Kesehatan Melayani Sspenuh Hati Mengabdi untuk Negeri. Semoga BPJS akan terus dapat mendampingi jutaan masyarakat Indonesia yang sedang dirundung nestapa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun