Sebelum pengeroyokan terjadi, Ade Armando sempat diwawancarai wartawan. Ade mengaku dia tidak ingin mengikuti aksi demonstrasi tersebut, Tujuannya saat itu adalah memantau dan menyatakan turut mendukung aspirasi tolak perpanjangan masa jabatan presiden. Adapun Ade menambahkan ingin memberikan dukungan moril gerakan BEM SI.Â
"Saya tidak ikut demo. Tetapi saya memantau dan saya ingin menyatakan dukungan, tetapi saya dengar BEM SI pecah," kata Ade Armando sebelum massa berkumpul di depan gedung DPR RI, dikutip dari Bisnis.com.Â
Dilihat dari pantauan media, Ade Armando sempat beradu mulut dengan sekelompok orang ditambah dengan suara teriakan "bunuh Ade Armando". Disaat itulah terlihat sejumlah massa mengenakan baju berwarna hitam mulai melempari gedung DPR/MPR dengan batu dan kayu. Tak lama kemudian, Ade juga mulai dipukuli oleh massa yang diperkirakan sejumlah 30 orang dengan kayu hingga batu. Bajunya pun dilucuti hingga tersisa pakaian dalam dan kaos nya saja
Dari pengeroyokan tersebut Ade Armando mengalami pendarahan otak. Beliau, dibawa ke rumah sakit Siloam, Jakarta Selatan sekitar jam sepuluh malamÂ
Saya langsung nemenin beliau (Ade) ketika dokternya itu menjelaskan. Hasil CT scan tadi malam, itu menunjukkan Bang Ade pendarahan di otak belakangnya, jadi itu memanjang," kata sahabat Ade Armando, Nong Darol Mahmada, saat ditemui di RS Siloam, Selasa (12/4/2022) dikutip dari Detik.Â
Dapat dilihat dari rekam jejak Ade Armando, banyak masyarakat yang kurang menyukai cara menyampaikan pendapatnya. Di media sosial Ade Armando kerap membuat kontroversi masalah agama dan menyerang kelompok lain yang berseberangan pandangan dengannya. Seolah kebal hukum, Ade Armando kerap beberapa kali dilaporkan ke polisi, tapi sampai sekarang tidak pernah jelas kelanjutannya.Â
Tindak pengeroyokan yang terjadi kepada Ade Armando harus dilihat secara lebih masuk akal semua ini berawal dari tulisannya yang diunggah di sosial medianya. kekerasan wacana sebenarnya lebih berbahaya karena berpotensi memecah belah bangsa juga melukai hati banyak orang. Bagi yang dekat dengan kekuasaan barangkali merasa aman bicara apa saja. Akan tetapi, kesabaran publik tentu ada batasnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H