Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. Mengajar Matematika di SMKN 50 Jakarta - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mudik Generasi Manja, Bagaimana Responnya Jika Tak Ada Gratisan Lagi?

13 April 2020   05:14 Diperbarui: 13 April 2020   05:21 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mice Cartoon

Menurut Psikolog Brenda Scottsdale anak-anak yang dimanja orang tuanya, saat dewasa menjadi pribadi yang tidak mandiri, tidak mampu bertanggung jawab, bersikap menantang dan tidak hormat, memiliki kemampuan sosial yang buruk.

Orang tua sering memanjakan anaknya secara berlebihan, apapun yang anaknya minta selalu diberikan, dengan rengekan kecil dari anaknya orang tua menabulkan permintaan, saat masih balita anak yang dimanjakan sering menangis hingga tantrum sebagai senjata untuk memperoleh yang diinginkan, hingga sering kita lihat di tempat umum seperti pusat perbelanjaan, super market, pasar, terminal, dsb.

Ada anak yang manangis ketika menginginkan sesuatu, ada orang tua yang memberi pengertian dan tidak mengabulkan permintaannya, sementara yang memanjakan tak mampu memberi pengertian dan langsung mengabulkannya dan seketika anak itu terdiam, nangisnya pun seolah tanpa air mata.

Rakyat negeri +62 sering dimanjakan pemerintahnya, beralasan tak memiliki uang yang cukup atau tak bisa memperoleh karcis kereta api karena berbagai hal, mereka pulang kampung saat lebaraan atau mudik menggunakan sepeda motor.

Padahal sepeda motor bukan moda angkutan untuk jarak jauh karena sangat berbahaya, diberikan pengertian, dikabarkan bahwa tingkat kecelakaan lalu lintas dan korban meninggal sangat banyak oleh pemerintah, tetapi seperti anak manja di atas, pemudik bermotor tetap pulang mudik bermotor yang jumlahnya tak sedikit dan menimbulkan banyak korban kecelakaan lalu lintas.

Seolah tak bisa melarang, pemerintah bahkan memberikan fasilitas pengangkutan sepeda motor gratis ke kampung halaman dengan fasilitas kapal perang, dsb. Dengan harapan pemudik bermotor semakin sedikit, apa bisa dijamin saat balik motor itu tak digunakan balik ke ibukota?

Banyak perusahaan dan instansi yang memfasilitasi mudik bersama gratis, mereka hanya mendaftar dengan fotokopi identitas untuk dikelompokkan sesuai arah tujuan bis mudik. 

Dengan alasan tak memiliki dana yang cukup mereka ikut mudik gratis dan uang yang sedikit telah disiapkan untuk keperluan disana dan ongkos balik ke ibukota, tak sedikit dari mereka yang mengharapkan donasi dari keluarga di kampung halaman untuk ongkos kembali bekerja di rantau, tak sedikit yang harus meminjam.

Sementara di ibu kota para perantau itu berperilaku terus seperti anak manja, enggan bekerja keras, hidup boros, enggan menabung, gemar kredit sesuatu karena mental instant ingin memiliki secara cepat tak bertahap lewat menabung. 

Di ibukota dia berdiri atau duduk-duduk di belokan atau di perempatan jalan, jika ada kendaraan yang lewat memperlihatkan ingin membantu dengan mengarahkan atau mengatur alrus lalu lintas, dilanjutkan dengan menengadahkan tangannya dan memang banyak pengguna kendaraan yang memberi uang

Jika ribuan kendaraan yang lewat satu hari ada 100 kendaraan yang memberi koin lima aratus rupiah, maka penghasilan di belokkan atau persimpangan itu bisa mencapat 50.000 rupiah, dan kemudian itu dinikmati oleh pelakunya, tempatnya dijaga sebagai wilayah kekuasaan, yang mau menggantikan kadang harus membayar sejumlah uang tertentu kepada "pemilik" tempat itu. 

Satpol PP atau polisi kadang menghalau mereka, tetapi saat tak  ada petugas mereka datang kembali, aturan hukumnya ada, tetapi mereka rakyat yang mungkin nharus atau terbiasa dimanja.

Ada perantau yang bekerja keras di ibukota dan terbiasa menabung untuk keperluan pulang kampung, bersama-sama dengan rekan sekampung halaman mereka mencarter kendaraan dari ibukota termasuk untuk kembali bekerja di perantauan setelah lebaran.

Tahun ini awalnya pemerintah melarang mudik, tapi kemudian dirubah dengan menghimbau bagi penduduk Ibukota yang sudah jadi zona merah agar tidak mudik. 

Beberapa kepala daerah sudah mengabarkan telah mempersiapkan prosedur pemeriksaan KTP di pintu masuk daerahnya, jika ditemukan penduduk asal Jakarta akan dikenakan karantina di suatu tempat yang telah disediakan, dikabarkan daya tampungnya bisa ratusan.

Bahkan ada rumah antik yang pernah dimiliki koruptor kelas kakap disiapkan menjadi tempat karantina pemudik dari Jakarta.

Perhatikan anak-anak di negeri +62, ketika dia melakukan sesuatu yang dilarang atau berbahaya, lalu anda melarangnya, maka anak itu akan melanggar dan terus melakukan hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Anak yang biasa dimanja, jika keinginannya tak terkabul dia akan menangis menjerit-jerit.

Orang tua yang bilang, silahkan ... lanjutkan saja perbuatanmu, tak usah berhenti,  dsb, kalau disuruh teruskan dia malah berhenti.

Anjuran tidak pulang bisa menjadi tantangan pemudik untuk menemukan jalur ke kampung halaman melalui pintu masuk yang tidak dijaga pemerintah daerah, kecepatan pertukaran informasi melalui media sosial akan membuat jalur konvensional tak dipilih pemudik karen ada screening dan beresiko karantina 14 hari.

Untuk pemudik yang berkantong cekak, mereka sengaja melalui jalan konvensional yang telah dikabarkan jadi lokasi pemeriksaan, mereka senang jika harus dikarantina, karena bisa mendapat penginapan, makan, minum gratis selama dua minggu, suatu kemewahan yang mahal jika harus dibayar sendiri. Karena mereka senang dan sudah terbiasa dimanja.

Menurut Psikolog Brenda Scottsdale anak-anak yang dimanja orang tuanya, saat dewasa menjadi pribadi yang tidak mandiri, tidak mampu bertanggung jawab, bersikap menantang dan tidak hormat, memiliki kemampuan sosial yang buruk, kalo kamu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun