Manusia diciptakan berbeda-beda setiap individunya. Hal tersebut berarti bahwa setiap manusia memiliki mentalnya masing-masing dengan porsi yang berbeda-beda. Memiliki ketahanan mental yang berbeda dalam menghadapi suatu kondisi.
Bukan berarti bila suatu peristiwa menimpa dua orang yang berbeda atau lebih akan menghasilkan efek yang sama terhadap si penerima. Penerimaan efek dari sebuah peristiwa yang sama akan berbeda dari setiap individu.
Ada beberapa penggambaran kalimat yang mungkin tidak asing, seperti berikut:
“Jangan sedih. Aku aja nggak sedih kayak kamu.”
“Aku juga pernah ngalamin itu kok, tapi gak dibawa ribet kayak kamu.”
“Percayalah, aku tahu apa yang kamu rasakan. Tapi gak dramatis kayak kamu.”
“Jangan terlalu dipikirkan, jangan didramatisir kayak gitu.” --Atau kalimat lainnya yang memiliki arti yang sama.
Adakah terlintas di pikiran kita bahwa betapa menohoknya kalimat-kalimat itu apabila kita yang berada di posisi terpuruk, dan mendengarkan seseorang melontarkan kalimat itu kepada kita?
Sebisa mungkin hindari kalimat-kalimat sejenis itu pada orang lain. Mungkin ada beberapa orang yang tidak akan begitu memikirkan kalimat tersebut, namun ada beberapa orang juga yang mungkin akan tersinggung dan dihantui oleh kalimat-kalimat itu.
Kembali kepada prinsip ketahanan mental manusia yang berbeda-beda, oleh karena itu tidak semua orang akan menerima perlakuan atau perkataan seperti di atas, bisa jadi kalimat-kalimat di atas itu justru menohok hatinya.
Terkadang kita perlu untuk memposisikan diri kita sebagai orang lain agar mengerti. Karena tidak ada seorang pun yang mengetahui persis soal ketahanan mental seseorang kecuali dirinya sendiri.
Akan tetapi, bukan berarti kita tidak berperilaku adil terhadap sesama. Pemahaman ini penting, setidaknya kita menyadari bahwa pentingnya bersikap sebaik mungkin terhadap orang lain. Dengan minimal kita tahu batas kewajarannya. Karena pola pikir dan daya tahan mental setiap individu itu berbeda.
Bukan berarti juga kita tidak boleh tegas kepada seseorang. Mungkin bersikap tegas dan keras itu bermaksud dan bertujuan untuk menguatkan mental seseorang. Tapi tegas yang bagaimana dulu? Keras, kasar dan tegas adalah suatu hal yang berbeda. Jangan salah menafsirkan hal ini.
Dengan adanya sikap kasar dan perilaku keras, pada kenyataannya, hal tersebut tidak bisa diterima oleh semua orang, walau mungkin ada beberapa orang yang bisa menerima.
Memang perlu untuk menguatkan mental agar tidak lemah. Namun, bukan berarti kita harus melontarkan tutur kata yang buruk, keras, kasar. Itu bukan lagi penguatan mental namanya. Penguatan mental yang benar itu seperti:
- Yakin kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
- Biasakan diri dengan bersosialisasi terhadap orang lain
- Hilangkan pikiran yang buruk
- Lawan rasa malu dan takut
- Yakin pada diri sendiri, percaya diri
- Optimi
- Fokuslah untuk membangun mental yang lebih kuat.
Hal-hal yang dipicu oleh faktor psikologis seperti yang dijelaskan di beberapa paragraf sebelumnya tidak jarang berujung pada gangguan mental.
“Gangguan Mental”, dua kata ini mungkin memang sudah tidak asing lagi bagi kita. Akhir-akhir ini, gangguan mental tengah menjadi topik hangat di berbagai kalangan, terutama remaja.
Terutama setelah diluncurkannya dan ditayangkannya film joker dan juga berita mengenai Marshanda. Dengan adanya film yang dilayar lebarkan dan berita-berita serupa membuat khalayak umum semakin mengetahui soal tersebut. Ada apa dengan gangguan mental?
Gangguan mental bukan berarti gila. Sangat disayangkan banyak orang memandang gangguan mental adalah gila, padahal tidak selamanya demikian. Gangguan mental dan gila adalah sesuatu yang berbeda.
Perlu dipahami betul arti dari dua konteks yang jelas berbeda ini. Sebab, dengan adanya kesalahkaprahan dan kesalahpahaman ini akan berdampak buruk.
Gangguan mental menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V (DSM-5, 2013) adalah “Kumpulan gejala yang ditandai oleh gangguan klinis yang signifikan pada kognisi individu, regulasi emosi, atau perilaku seseorang, yang mencerminkan adanya disfungsi pada proses psikologis, biologis, atau perkembangan, yang mendasari fungsi mental.”
Mengenai penyebab akan munculnya gangguan mental pada seseorang, belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, kondisi ini terkait dengan faktor psikologis dan faktor biologis.
Pada faktor psikologis contohnya seperti traumatik akan sesuatu, tekanan baik dari dalam ataupun luar, dan masih banyak lagi. Sedangkan pada faktor biologis contohnya seperti gangguan pada fungsi sel saraf otak, penyalahgunaan NAPZA dalam jangka panjang, dan lainnya.
Apabila dilihat dari sisi psikologi, terlepas dari kata gangguannya sendiri, mental pun harus diperhatikan secara seksama. Karena sebelum adanya gangguan mental itu sendiri, mental lah yang menanggung beban.
Apabila mental seseorang sudah tidak kuat, maka munculah gangguan mental. Karena intinya ada pada mental seseorang. Inilah pentingnya mengapa kita harus memahami dan memperhatikan ketahanan mental manusia.
Selain itu, gangguan mental juga memiliki beberapa macam yang berbeda. Seperti gangguan kecemasan, gangguan suasana hati, gangguan psikotik, dan gangguan lainnya. Tapi hal tersebut bukan berarti seseorang dengan penyakit mental tersebut dicap sebagai orang gila.
Pada dasarnya gila dengan penyakit mental yang beragam macamnya itu berbeda. Bukan berarti yang memiliki penyakit mental adalah gila, hal tersebut memiliki perbandingan yang amat jauh berbeda.
Oleh karena itu, setop menyamakan gangguan mental dengan gila. Hal tersebut tidaklah sama. Penting untuk memahami betul apa itu mental, bagaimana ketahanan mental seseorang, dan juga gangguan mental.
Juga mulailah untuk mempertimbangkan tindakan atau ucapan kita terhadap orang lain. Berhati-hati dalam kalimat, pengucapan, dan sikap kepada orang lain adalah hal yang sangat penting.
Karena segala sesuatu yang kita ucapkan atau kita lakukan akan berdampak pada orang lain, terutama pada mentalnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI