Mohon tunggu...
Dwi setiyo Wijaksono
Dwi setiyo Wijaksono Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa

mengeluh boleh, menyerah jangan, berdoa nomer satu dan bersyukur yang utama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diplomasi dan Kebijakan Politik Muawwiyah

2 November 2019   17:00 Diperbarui: 24 Juni 2021   21:36 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1) Tidak adanya nash sharih yang mewajibkan secara syar'iy penggunaan ibukota Madinah sebagai pusat pemerintahan serta tak ada pula pelarang secara syar'iy yang melarang pemindahan pemerintahan dari Madinah ke tempat lain,

2) Adanya pertimbangn politis dan keamanan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat pada masa itu. Secara strategis, Damaskus memang memiliki kondisi yang lebih aman karena jauh dari Kufah dimana pusat mayoritas kaum Syi'ah pendukung Ali bin Abi Thalib bertempat, selain itu, Di Damaskus merupakan tempat tinggal dari Bani Hasyim dan Bani Umayyah sehingga dapat dipastikan terhindar dari konflik antara dua Bani dalam perebutan kekuasaan,

3) Pertimbangan strategi pemerintahan. Damaskus yang terletak di wilayah Syam (Suria) adalah daerah yang berada di bawah genggaman pengaruh Muawiyah bin Abu Sufyan selama 20 tahun sejak ia diangkat menjadi Gubernur di  distrik  itu  pada  zaman  Khalifah  Umar  bin  Khattab.  Sehingga  ini sebagai  strategi  bagi  Muawiyah  untuk  membangun  kekuatan  politik dalam rangka mewujudkan cita-citanya. Hal ini dapatdipahami karena secara  psikologis  masyarakat  Damaskus  telah  mengenal  dengan  baik kebijakan  politik  Muawiyah  bin  Abi  Sufyan  yang  telah  memimpin mereka selama 20 tahun.

b)Perubahan Sistem Khilafah menjadi Sistem Monarki

Kebijkan dan Keputusan Politik Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan dalam pemerintahannya adalah mengubah sistem pemerintahan yang sebelumnya berbentuk syura atau demokratis menjadi sistem monarki (kerajaan) dengan mengangkat putranya,  Yazid  bin  Muawiyah  menjadi  putra  mahkota  untuk menggantikannya sebagai Khalifah.

Dengan demikian Muawiyah dituding yang  mempelopori meninggalkan tradisi di zaman Khulafa al-Rasyidin di mana Khalifah ditetapkan  melalui  pemilihan  oleh  umat. Karena  itu,  keputusan  politik  Muawiyah  itu  mendapat protes  dari umat  Islam  golongan Syi'ah. Sedang alasan  yang  dikemukakan karena  ia  khawatir  akan  timbul  kekacauan  dan  akan  mengancam stabilitas keamanan kalau ia tidak mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya.
Berikut merupakan bias politik dan subjektivitas yang dapat kita gunakan dalam menganalisa fenomena penggantian sistem pemerintahan yang dilakukan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan:

1) Pada saat itu, Islam bukanlah satu-satunya negara yang ada di dunia. Di luar Islam sendiri, terdapat tiga negara besar lainnya seperti Byzantium, Persia, dan Cina. Tiga negara tersebut pada masa ini menganut sistem monarki. Muawiyah sebagai mantan Gubernur Damaskus sangat memahami ini karena beliau banyak berinteraksi dengan mereka.

2) Alasan Geografis dan wilayah. Kekuasaan Islam pada masa itu mencakup wilayah yang cukup luas, dan tentu saja kondisi ini menyebabkan jarak tempuh antar satu kota dengan kota yang lain memakan waktu yang cukup lama. Rasanya sangat sulit untuk mendapatkan kesepakatan yang bulat (ijmak) dalam memili pemimpin pengganti Muawiyah.

3) Realitas sejarah memberikan  informasi bahwa pada masa itu hanya monarkhi yang diinginkan oleh umat. Pernyataan ini barangkali terlalu ekstrim. Tetapi ada hal yangperlu diperhatikan, yaitu  setelah  Ali  bin  Abi  Thalib  meninggal  dunia,  penduduk  Irak mem-bai'at Hasan bin Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah pengganti Ali. Setelah Hasan bin Ali meninggal terjadi pula pem-bai'at-an Husin bin  Ali  sebagai  Khalifah

c)Pemberian Penghargaan kepada Orang-Orang Berjasa

Muawiyah  memberi  penghargaan  kepada  orang-orang yang  berjasa  dalam  perjuangannya  mencapai  puncak  kekuasaan. Seperti  'Amr  bin  'Ash,  ia  diangkat  kembali  menjadi  Gubernur  di Mesir, al-Mughirah bin Syu'bah diangkat menjadi Gubernur di wilayah Persi.  Ia  juga  memperlakukan  dengan  baik  dan  mengambil  hati  para sahabat  terkemuka yang bersifat  netral terhadap berbagai kasus yang timbul  waktu  itu,  sehingga  mereka  berpihak  kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun