Mohon tunggu...
Dwi setiyo Wijaksono
Dwi setiyo Wijaksono Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa

mengeluh boleh, menyerah jangan, berdoa nomer satu dan bersyukur yang utama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Karakteristik Pemikir Politik Islam

30 Oktober 2019   20:11 Diperbarui: 30 Oktober 2019   20:34 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Islam adalah sebuah totalitas yang padu dan menawarkan solusi kepada semua masalah kehidupan manusia, dan sudah tidak diragukan lagi, maka akan mudah mempercayai akan sifat Islam yang sempurna dan menyeluruh, sehingga menurut mereka, Islam meliputi tiga 'D' yakni din (agama), dunya (dunia), dan  daulah (negara). 

Setiap pemimpin memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tetapi ciri umum pemikiran politik ditandai dengan pandangan yang bersifat sentris. Dan kepala negara pada saat itu sangat memegang peran penting dalam memegang kekuasaan. Legitimasi kepala negara negara atas rakyatnya diklaim dengan al-Qur'an dan Hadits.

Alasan mereka menekankan ketaatan rakyat kepada kepala negara adalah untuk stabilitas politik sehingga keadaan negara dapat menjadi aman dan penegakan syariat Islam dalam berjalan dengan baik Eksistensi politik Islam sebagaimana merupakan usaha manusia untuk bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupan dari gangguan baik dari dalam maupun dari luar.

Oleh karena itu memahami politik adalah sebuah keharusan dengan baik dalam kehidupan manusia, karena tanpa politik, kehidupan akan dalam keadaan kacau balau. Karena manusia hidup dengan sistem politik untuk mengatur segala urusan. 

Eksistensi politik Islam sebagaimana merupakan usaha manusia untuk bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupan dari gangguan baik dari dalam maupun dari luar.

Oleh karena itu memahami politik adalah sebuah keharusan dengan baik dalam kehidupan manusia, karena tanpa politik, kehidupan akan dalam keadaan kacau balau. Karena manusia hidup dengan sistem politik untuk mengatur segala urusan.

Menurut Ahmad Azar Basyir, bahwa Islam adalah agama universal yang dapat memberi pedoman disetiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bangsa dan negara, dan mampu memeberikan kesempatan bagi interpensi yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, shingga mampu menjadi bidang kehidupan politik yang dinamis dan sangat luas, namun tetap sejalan dengan kodrat dan fitrah manusia.

Politik Islam yang dimaksud adalah politik Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin dan reaktualisasi tokoh-tokoh modern seperti Al-Maududi, Al-Mawardi, Al-Farabi dan lain sebagainya.

Nilai-nilai spiritual dalam Islam telah menyatu sekaligus memberikan arah terhadap kebijakan politik. Jika seorang pemimpin menganut politik yang bersumber kepada nilai-nilai yang tidak Islami, maka kekuasaan manusia tidak lebih untuk menindas manusia dan pasti akan menimbulkan kemelaratan yang tidak terhingga bagi kehidupan manusia.

Pergumulan pemikiran politik barat menjadikan manusia menjadi "mati" akan sifat kemanusiaan, kesamaan dan keadilan. Sistem politik Barat sudah tidak berpaku pada nilai-nilai spiritual dan moral, sehingga para pemimpin atau kepala negara dan pemerintahan yang terhegomoni oleh kekuatan politik tersebut cenderung pada sikap diktator, bertindak otoriter, egois, mementingkan diri dan kelompok sendiri. Rakyat atau masyarakat dibiarkan tanpa kebebasan untuk mengembangkan nilai-nilai kerohanian dan kemanusiaan.

Berbeda halnya dengan pergumulan pemikiran politik Islam, bahwa politik Islam yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyidin, hakikat dan strukturnya terfokus kepada manusia universal atau manusia seutuhnya. Selain terfokus kepada manusia seutuhnya, politik Islam bersumberkan wahyu (al-Quran), sehingga politiknya disamping menjunjung tinggi martabat kemanusiaan, juga tidak kering dari nilai-nilai spiritual ke-Tuhanan.

Walaupun dalam sejarah perjalannya, politik Islam pernah mengalami masa pasang surut, seutamanya pada periode pasca Khulafa al-Rasyidin. Pasang surutnya politik Islam dimaksud, karena pengaruh yang datang dari luar atau berasal dari wilayah-wilayah taklukan baru, sehingga  kebudayaan masyarakat dari wilayah baru menjadi bertabrakan dengan kebudayaan Islam, termasuk dalam bidang politik.

Di samping pengaruh dari dunia luar, tidak kalah pentingnya pengaruh yang timbul dari dalam kalangan umat Islam sendiri, akibat dari persahingan yang kurang sehat antar sesama umat Islam ketika itu dan tentu masih banyak yang lain sebagai penyebab terjadinya pasang surut politik di dunia Islam.

Berdasarkan pergumulan sistem politik di atas, maka politik Islam dalam hal ini yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyidin paling tidak hakikat dan struktur politiknya secara esensial memiliki urgensitas untuk direaktualisasikan pada masyarakat di era global dewasa ini.

Karena secara reflektif filosofis hanya sistem politik seperti itulah yang dapat menyelamatkan, meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan. Dalam artian sistem politik Islam semacam itu dapat menghidupkan kembali nilai-nilai spiritualitas dan moralitas, nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan di tengah-tengah masyarakat yang sedang mengalami kegalauan dan kecemasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun