Mohon tunggu...
Dwi Setyasari
Dwi Setyasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Semester 3 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Brawijaya

Hobi Menyanyi dan Menari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hustle Culture, Dinamika Sosial dan Implikasinya terhadap Kesehatan

8 Desember 2024   23:34 Diperbarui: 8 Desember 2024   23:39 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hustle Culture: Dinamika Sosial dan Implikasinya Terhadap Kesehatan

Hustle culture atau budaya bekerja keras tanpa henti, menjadi fenomena yang saat ini banyak dibahas dan menjadi perbincangan yang popular di kalangan generasi muda dan professional. Dimana banyak beranggapan bahwa kesuksesan ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang dihabiskan dalam bekerja dan produktif. Generasi muda saat ini yang sering disebut Gen Z yang telah memasuki usia untuk bekerja dan berkarir. Generasi ini menganggap bahwa dengan bekerja keras sehingga mencapai suatu prestasi yang luar biasa yaitu dengan mengorbankan waktu pribadi dan kesehatan. Bagi mereka memiliki jenjang karir yang baik akan memberikan kehidupan yang baik dan akan memberikan kepuasan tersendiri akan pencapaian yang telah diperoleh. Oleh hal itu, Hustle culture memiliki dampak yang lebih dari yang dipikirkan, terutama dalam konteks kesehatan. Untuk memahami lebih dalam mengenai hal ini, maka pentingnya melihat fenomena dariHustle culture melalui lensa sosiologi kesehatan, yang mempelajari bagaimana faktor sosiologi kesehatan, yang mempelajari bagaimana faktor sosial berperan dalam mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat.

Hustle culture kerap dianggap suatu hal yang positif, hal ini disebabkan para pekerja terlihat bekerja dengan keras  serta suatu perusahan atau lembaga berjalan lebih  baik. Banyak para pekerja yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan dalam meraih kesuksesan, akan tetapi hal yang terjadi tidak seperti yang terjadi. Karena kenyataannya, budaya ini menyimpan berbagai potensi dampak negatif bagi kesehatan, baik mental maupun fisik. Hal ini tidak terlalu dianggap penting oleh banyak orang karena menganggap tidak terlalu berpengaruh, lebih mementingkan kebutuhan media sosial mereka. Saat ini semua individu yang selalu terhubung melalui media sosial, banyak individu yang  bekerja keras tanpa henti seringkali dipuji dan bahkan ingin dipuji oleh individu lain dan akan dianggap seorang yang teladan dalam mencapai kesuksesan. Namun, di balik pencapaian tersebut, ada ketegangan yang tersembunyi: kelelahan fisik dan mental, stres, kecemasan, hingga gangguan kesehatan yang lebih serius.

Sosiologi kesehatan, yang berfokus pada pengaruh sosial terhadap kesehatan, memberikan pandangan yang lebih luas mengenai fenomena ini dalam masyarakat. Dalam konteks fenomena dari Hustle culture, memberikan suatu suatu sudut pandang mengenai bagaimana budaya kerja yang jika berlebihan akan memberikan pengaruh bagi kesejahteraan individu dalam berbagai aspek. Dalam dunia kerja yang paling umum adalah tingginya dan paling nyata dampaknya yaitu stres, yang timbul sebagai akibat dari tekanan untuk selalu produktif dan harus mencapai target tinggi dalam pekerjaan yang dilakukan.  Sehingga akibatnya timbulnya stres berkepanjangan, jika tidak dikelola dengan baik, akan berkembang menjadi ganguankesehatan mental seperti dalam bentuk kecemasan, depresi, atau bahkan burnout.

Hal ini sesuai dengan pendapat dari para ahli yang menganggap bahwa jika bekerja terlalu keras akan memberikan dampak yang membahayakan kesehatan mental generasi mudah bahkan dapat menurunkan kualitas dari diri selama melakukan pekerjaan dan bahkan hasil yang kurang maksimal. Burnout, atau kelelahan fisik dan mental akibat kerja yang berlebihan, adalah salah satu fenomena yang sering kali terjadi pada mereka yang terperangkap dalam hustle culture. Ketika individu tidak memberikan waktu untuk diri mereka sendiri, baik untuk beristirahat, tidur yang cukup, atau menikmati waktu bersama keluarga dan teman-teman, mereka lebih rentan mengalami kelelahan. Gejala dari burnout sendiri dapat meliputi kelelahan yang terus-menerus, hilangnya motivasi, perasaaan tidak mampu dan penurunan produktivitas. Dan pada tingkat yang lebih serius, burnout dapat memberikan dampak yang mempengaruhi kualitas hidup dan akan mendukung gangguan fisik berupa masalah jantung atau gangguan tidur.

Selain dampak yang berupa masalah mental, Hustle culture juga berdampak sangat besar secara langsung pada kesehatan fisik.Salah satu dampak yang paling besar dampaknya kepada sistem kerja tubuh yaitu kurang nya istirahat sehingga anda tidak dalam kondisi baik atau optimal. Tidur yang tidak sukup yang merupakan kebutuhan dasar dari tubuh, namun dalam budaya yang menganggap kerja keras merupakan hal yang penting dari bukti professional dari suatu individu, menganggap tidur sebagai bentuk pemborosan waktu yang dianggap mengurangi produktivitas seseorang. Padahal, kurang tidur dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan fisik, mulai dari gangguan metabolism, obesitas, hingga masalah kardiovaskular. Sistem imun dari tubuh juga akan mengalami pelemahan akibat dari kurang tidur, menjadi individu lebih rentan terhadap penyakit.

Di samping itu, Hustle culture juga mendorong suatu individu untuk lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar, hal ini dalam melakukan pekerjaannya dan juga selain melakukan pekerjaan generasi muda juga menggunakan ponsel pintar dalam mencari berbagai informasi dan media sosial dalam menaikan nilai dari suatu individu seperti mengikuti kemajuan zaman. Kebiasaan ini dapat berujung pada masalah kesehatan muskuloskeletal, seperti sakit punggung atau nyeri pada leher dan bahu. Pengaruh teknologi yang tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup bisa mempengaruhi kualitas hidup dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Meskipun hustle culture memiliki dampak negatif yang jelas terhadap kesehatan, bukan berarti individu harus menghindari kerja keras sepenuhnya. Sebaliknya, penting untuk menemukankeseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ada banyak cara yang bisa dilakukan agar tidak terjebak dalam budaya gila kerja ini: 

1. Ubah mindset tentang kerja. 

Tidak dapat disangkal bahwa mayoritas orang memberikan perhatian penuh pada pekerjaan mereka. Pada kenyataannya, kita memiliki banyak tanggung jawab di luar kesibukan pekerjaan kita.

2. Selesaikan pekerjaan tepat waktu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun