Sembilan Mei ('07)
By. Dwiroso
Sembilan Mei
Disana,Â
Kalian berduaÂ
Berada dalam keteduhanÂ
Merenda irama kehidupan
Merajut cinta dalam cinta Tuhan
Melagukan syair dari rintih berjuang
Aku disini
Meratapi kesialan
Karena memilih masuk dalam bilik ketidakberdayaan
Membiarkan kelaparan
Karena tergusur rasa lapar
Aku disini
Berkubang
Dalam kelelahan dan melankolis
Menyandera diriÂ
Dari riuhnya canda tawaÂ
LunglaiÂ
Menggenggam buah dari sebuah kecerobohan
Aku disini
Membayar semua sikap meremehkan
Mengganti segala yang pernah terfikir
Asumsi-asumsi tentang rasa percaya
Bahwa aku terjebak dalam kesalahan berfikir
Kukira kejujuran saja sudah cukup
Dan menomor dua kan hukum pembuktian
Bahwa kejujuran adalah rohani
namun kerja tidak butuh sekedar rohani
azas bukti lebih sakti
dari sebuah pengakuan hati nurani
ini bukan lagi zaman mekkah
berjuang penuh pengabdian
kini kita hidup dalam kerja sesungguhnya
dan penuh konsekuensi
celakanya
aku tertumbuk dalam keasyikan masa pengabdian
begitu sadar sudah terhadang tembok tebal aturan
dan harus membuat pengakuan
pengakuan untuk membuat semuanya selesai
karena sudah teramat ekstrim iklim ketidak percayaanÂ
kata kejujuranpun seperti suara setan yang mengerikan
Hari ini,Â
Sembilan Mei Â
Kalian disana dengan penuh mesranya
Mendendangkan lagu kerinduan dan harapan
Suara kalian berpadu merdu
menghilangkan segala gusar
Sementara,Â
Disini
Aku terkapar dalam ruang bisu
Seraya menunggu
Hati-hati yang masih mengijinkan...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI