Gerakan Tutup Mulut (GTM) atau dapat juga disebut sebagai cara bayi dalam menolak atau menghindari makanan yang diberikan oleh orang tua atau pengasuhnya kepadanya. Gerakan Tutup Mulut pada bayi disebabkan oleh banyak faktor.Â
Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik mengklasifikasikan penyebab masalah makan tersebut ke dalam 6 jenis, yakni:Â
(1) anoreksia infantil, atau penolakan makanan oleh anak secara menyolok, kehilangan nafsu makan yang khas dan gangguan pertumbuhanÂ
(2) sensory food aversions, atau anak menolak jenis makanan tertentuÂ
(3) posttraumatic feeding disorder, atau gangguan makan pasca traumaÂ
(4) feeding disorder associated with a concurrent medical condition, atau gangguan makan akibat kondisi medisÂ
(5) parental misperception, atau kesalahan persepsi orang tua dalam pemberian makan pada anak danÂ
(6) inappropriate feeding practice atau praktik pemberian makan pada anak yang tidak sepantasnya.Â
Diantara 6 faktor tersebut, kesalahan dalam praktik pemberian makanan merupakan faktor yang paling banyak ditemui sebanyak 83%. Penelitian yang dilakukan oleh Kadarhadi (2012) menyebutkan bahwa dari 41responden, 92% anak mengalami penolakan makanan disebabkan oleh perilaku pemberian makanan yang salah.
Sedangkan stunting (pendek atau penurunan tingkat pertumbuhan) pada manusia utamanya disebabkan oleh kekurangan gizi. Lebih jauh lagi, kekurangan gizi ini terjadi karena dampak kekurangan gizi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan bayi.Â
Dimana dalam hal ini disebabkan oleh rusaknya mukosa usus oleh bakteri fecal yang mengakibatkan terjadinya gangguan absorbsi zat gizi. Kurang gizi sebagai penyebab langsung, khususnya pada balita berdampak jangka pendek meningkatnya morbiditas.
Bila masalah ini bersifat kronis, maka akan mempengaruhi fungsi kognitif yakni tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumberdaya manusia.Â
Pada kondisi berulang (dalam siklus kehidupan) maka anak yang mengalami kurang gizi diawal kehidupan (periode 1000 HPK) memiliki risiko penyakit tidak menular pada usiadewasa.
Adanya permasalahan tersebut jika tidak segera ditemukan solusinya dikhawatirkan akan mencetuskan permasalahan baru. Untuk itu diperlukan alternatif dalam PKM ini akan dibahas mengenai inovasi makanan yang diharapkan bisa diterima mayoritas bayi yang sedang dalam fase GTM dan stunting.Â
Inovasi ini adalah cookies yang berbahan dasar kerrang hijau. Kerang hijau sendiri adalah salah satu seafood yang memiliki kandungan kalori dan lemak, protein, asam lemak omega-3, vitamin A, vitamin B-12, vitamin C, zat besi, kalsium, kalium, mangan serta selenium. Selain itu, kerang ini juga dianggap sebagai sumber protein yang rendah lemak.Â
Melihat hubungan keadaan berupa GTM dan stunting yang terjadi pada bayi berusia 7-12 bulan dengan banyaknya nutrisi kerang kami melakukan upaya dalam pemanfaatan kandungan nutrisi dalam kerang ini dalam bentuk cookies yang diformulasikan agar produk dapat bertahan lebih lama.Â
Tujuan dibuatnya produk ini antara lain: Menjadikan produk cookies kerang "COORANG" sebagai produk usaha bernilai jual dan menguntungkan, meningkatkan kemampuan pengimplementasian teknologi informasi dalam proses pemasaran produk "COORANG" serta membantu mengentaskan masalah GTM (Gerakan Tutup Mulut) dan stunting pada bayi berusaha 7-12 bulan dengan cara yang lebih efektif dan ekonomis.
Jika produk sudah dapat diedarkan maka nantinya akan dilakukan penawaran produk "COORANG" yaitu produk makanan ringan berbentuk cookies dengan bahan dasar kerang hijau bagi balita berusia 6- 23 bulan. Produk ini sifatnya aman bagi balita karena tidak mengandung bahan kimia dan juga terbuat dari bahan dasar kerang dengan kadar gizi yang tinggi.Â
Disisi lain, produk ini memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan produk lain di pasaran karena kandungan gizi kerang yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan produk cookies ini.Â
Produk "COORANG" ini juga salah satu produk yang ramah lingkungan karena bahan dasar pembuatannya mudah terurai oleh tanah,sehingga bisa dijamin bahwa ampas yang dihasilkan nantinya tidak akan mencemari lingkungan.Â
Selain itu, dengan adanya produk "COORANG" limbah kerang di daerah pesisir pantai bisa berkurang karena digunakan sebagai bahan dasar pembuatan produk cookies ini.
Produk "COORANG" bisa dikonsumsi secara langsung tanpa harus diproses terlebih dahulu oleh konsumen, untuk cookies yang masih sisa saat dikonsumsi juga bisa disimpan di lemari es dengan ketahanan kurang lebih satu minggu. Jadi para orang tua lebih efisien dalam memberikan produ ini pada si kecil.Â
Produk "COORANG" memiliki filter yang dikemas dengan aluminium foil. Produk dikemas dalam kemasan plastik dengan berat bersih sekitar 280 gram yang sudah dilengkapi dengan merek dan informasi produk secara lengkap.Â
Adapun packaging untuk distribusi produk ini menggunakan kardus sehingga bisa menjamin kualitas produk jika dikirim dalam jarak jauh maupun dekat. Harapannya dari segi kualitas produk,desain, dan packaging yang digunkan dapat menembak kepercayaan dan minat masyarakat dengan tepat sasaran sehingga produk ini bisa menjadi produk terbaik di pasaran.
Beberapa keunggulan jika produk ini nanti dapat diproduksi adalah produk "COORANG" terbuat dari bahan dasar yang ekonomis, mudah didapatkan dan ramah lingkungan karena kerang maupun ampasnya merupakan bahan organic yang dijamin mudah terurai oleh tanah.Â
Keunggulan utama produk ini adalah kandungan gizi yang terdapat dalam kerang bisa membantu pertumbuhan dan perkembangan si kecil. Para balita bisa mendapatkan gizi dari seafood tanpa biaya yang mahal, susah dan ribet. "COORANG" nantinya akan didistribusikan dengan kemasan yang lucu, menarik serta informasi yang lengkap.
BERIKUT CONTOH KEMASAN YANG DIDESAIN UNTUK PROSES PRODUKSI:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H