Mohon tunggu...
Dwi nurul 2107
Dwi nurul 2107 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pendidikan Biologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mutasi Gen dan Kesehatan Mental: Menggali Hubungan Genetik dalam Gangguan Psikiatri

3 November 2024   13:01 Diperbarui: 3 November 2024   13:05 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kesehatan mental merupakan aspek penting dari kesejahteraan individu yang sering kali diabaikan dalam konteks kesehatan secara keseluruhan. Gangguan psikiatri, yang mencakup berbagai kondisi seperti depresi, kecemasan, dan skizofrenia, telah menjadi perhatian global. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 1 dari 4 orang di dunia akan mengalami gangguan mental pada suatu titik dalam hidup mereka (WHO, 2021). Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik memainkan peran yang signifikan dalam predisposisi terhadap gangguan ini. Mutasi gen, sebagai perubahan dalam urutan DNA, dapat mempengaruhi fungsi otak dan berkontribusi terhadap perkembangan gangguan psikiatri.

Memahami hubungan antara mutasi gen dan kesehatan mental sangat penting untuk beberapa alasan. Pertama, dengan mengetahui faktor genetik yang berkontribusi terhadap gangguan psikiatri, kita dapat mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif. Kedua, penelitian genetik dapat mengarah pada penemuan biomarker yang dapat membantu dalam diagnosis dini gangguan mental. Ketiga, pendekatan ini dapat membuka jalan untuk pengobatan yang lebih personal dan efektif, memungkinkan dokter untuk memilih terapi yang paling sesuai berdasarkan profil genetik pasien. Sebuah studi oleh Caspi et al. (2003) menunjukkan bahwa individu dengan varian genetik tertentu lebih rentan terhadap depresi setelah mengalami stres, menyoroti pentingnya memahami interaksi antara gen dan lingkungan.

Apa itu Gen dan Mutasi Gen ?

Gen adalah unit dasar pewarisan yang terletak pada kromosom dan berfungsi sebagai instruksi untuk membangun dan mengatur fungsi sel-sel dalam tubuh. Setiap gen terdiri dari urutan DNA yang mengkodekan protein, yang pada gilirannya mempengaruhi berbagai proses biologis. Mutasi gen merujuk pada perubahan dalam urutan DNA yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat dari faktor eksternal seperti radiasi atau bahan kimia. Mutasi ini dapat bersifat netral, menguntungkan, atau merugikan, tergantung pada efeknya terhadap fungsi gen dan organisme secara keseluruhan. Salah satu contoh mutasi yang terkenal adalah mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2, yang terkait dengan peningkatan risiko kanker payudara dan ovarium (King et al., 2003).

A. Jenis-Jenis Mutasi Gen

1. Mutasi Titik

Mutasi titik adalah perubahan pada satu pasangan basa dalam urutan DNA. Jenis mutasi ini dapat menyebabkan perubahan dalam asam amino yang dikodekan oleh gen, yang dapat mempengaruhi fungsi protein. Contohnya, mutasi pada gen HBB yang mengkode hemoglobin dapat menyebabkan anemia sel sabit, suatu kondisi yang mempengaruhi kemampuan darah untuk membawa oksigen (Weatherall & Clegg, 2001).

2. Delesi dan Duplikasi

Delesi adalah hilangnya segmen DNA, sedangkan duplikasi adalah penggandaan segmen DNA. Kedua jenis mutasi ini dapat menyebabkan perubahan besar dalam ekspresi gen dan fungsi protein. Misalnya, delesi pada gen yang mengatur produksi neurotransmitter dapat berkontribusi pada gangguan kecemasan (Hariri et al., 2002).

3. Inversi dan Translokasi

Inversi terjadi ketika segmen DNA terputus, dibalik, dan kemudian disambungkan kembali, sedangkan translokasi melibatkan pemindahan segmen DNA dari satu kromosom ke kromosom lain. Kedua jenis mutasi ini dapat mengganggu fungsi gen dan berpotensi menyebabkan berbagai gangguan, termasuk kanker dan gangguan perkembangan (Klein & Dufour, 2011).

B. Mekanisme Kerja Gen dalam Tubuh Manusia

Gen berfungsi sebagai instruksi untuk sintesis protein, yang memainkan peran penting dalam hampir semua proses biologis. Proses ini dimulai dengan transkripsi, di mana DNA diubah menjadi RNA, diikuti oleh translasi, di mana RNA digunakan untuk membangun protein. Protein ini kemudian berinteraksi dengan berbagai molekul lain dalam sel untuk memfasilitasi fungsi seluler. Misalnya, neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin, yang berperan dalam regulasi suasana hati dan perilaku, diproduksi berdasarkan instruksi genetik. Ketidakseimbangan dalam produksi atau fungsi neurotransmitter ini dapat berkontribusi pada gangguan psikiatri, menjelaskan mengapa penelitian genetik sangat penting dalam memahami kesehatan mental (Miller & O'Callaghan, 2002).

C. Kesehatan Mental dan Gangguan Psikiatri

Kesehatan mental didefinisikan sebagai keadaan kesejahteraan di mana individu menyadari potensi mereka, dapat mengatasi stres kehidupan biasa, dapat bekerja secara produktif, dan dapat memberikan kontribusi kepada komunitas. Kesehatan mental bukan hanya tentang tidak adanya gangguan mental, tetapi juga mencakup aspek emosional, psikologis, dan sosial yang mempengaruhi cara individu berpikir, merasa, dan bertindak. Menurut WHO, kesehatan mental yang baik adalah fondasi penting untuk kesehatan fisik dan kesejahteraan secara keseluruhan (WHO, 2018).

1. Jenis-Jenis Gangguan Psikiatri

  • Depresi

Depresi adalah salah satu gangguan mental yang paling umum, ditandai dengan perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat, dan penurunan energi. Menurut data dari National Institute of Mental Health (NIMH), sekitar 7% orang dewasa di AS mengalami episode depresi mayor setiap tahun (NIMH, 2020). Gangguan ini dapat disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan psikologis.

  • Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan mencakup berbagai kondisi yang ditandai oleh perasaan cemas yang berlebihan dan berkepanjangan. Menurut NIMH, sekitar 19% orang dewasa di AS mengalami gangguan kecemasan setiap tahun. Gangguan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup dan fungsi sehari-hari individu (NIMH, 2020).

  • Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan mental serius yang ditandai oleh gangguan dalam berpikir, perasaan, dan perilaku. Individu dengan skizofrenia sering mengalami halusinasi dan delusi. Menurut WHO, sekitar 1 dari 100 orang di seluruh dunia mengalami skizofrenia (WHO, 2021). Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik berperan besar dalam risiko pengembangan gangguan ini.

  • Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar, sebelumnya dikenal sebagai gangguan manik-depresif, ditandai oleh perubahan suasana hati yang ekstrem, termasuk episode mania dan depresi. Menurut NIMH, sekitar 2.8% orang dewasa di AS mengalami gangguan bipolar dalam hidup mereka (NIMH, 2020). Gangguan ini sering kali memiliki komponen genetik yang kuat, dengan risiko yang lebih tinggi bagi individu yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan ini.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

1. Lingkungan

Faktor lingkungan, termasuk stres, trauma, dan dukungan sosial, dapat mempengaruhi kesehatan mental. Lingkungan yang tidak mendukung dapat memperburuk gejala gangguan mental dan mempengaruhi pemulihan.

2. Genetik

Faktor genetik memainkan peran penting dalam kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan riwayat keluarga gangguan mental memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi yang sama. Misalnya, studi twin menunjukkan bahwa jika satu kembar identik memiliki skizofrenia, ada kemungkinan 50% bahwa kembar lainnya juga akan mengembangkan gangguan tersebut (Gottesman, 1991).

3. Psikologis

Faktor psikologis, seperti kepribadian dan mekanisme koping, juga mempengaruhi kesehatan mental. Individu dengan pola pikir negatif atau yang tidak memiliki keterampilan koping yang baik lebih rentan terhadap gangguan mental. Penelitian menunjukkan bahwa terapi kognitif dapat membantu individu mengubah pola pikir negatif dan meningkatkan kesehatan mental (Beck, 2011).

E. Hubungan Antara Mutasi Gen dan Gangguan Psikiatri

Penelitian terkini menunjukkan bahwa mutasi gen dapat berkontribusi terhadap risiko pengembangan gangguan psikiatri. Sebuah studi oleh Sullivan et al. (2012) menemukan bahwa ada hubungan signifikan antara variasi genetik tertentu dan risiko depresi, menunjukkan bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi kerentanan individu terhadap gangguan mental. Selain itu, penelitian genetik besar-besaran, seperti Genome-Wide Association Studies (GWAS), telah mengidentifikasi banyak varian genetik yang terkait dengan gangguan psikiatri, memberikan wawasan lebih dalam tentang dasar genetik dari kondisi ini (Cross-Disorder Group of the Psychiatric Genomics Consortium, 2013). Gen yang Terlibat dalam Gangguan Psikiatri :

1. Gen yang Berhubungan dengan Depresi

Beberapa gen telah diidentifikasi memiliki hubungan dengan depresi, termasuk gen SLC6A4 yang mengkode transporter serotonin. Variasi dalam gen ini telah dikaitkan dengan risiko depresi, terutama setelah pengalaman stres (Caspi et al., 2003).

2. Gen yang Berhubungan dengan Skizofrenia

Penelitian menunjukkan bahwa gen seperti COMT dan DISC1 berperan dalam pengaturan neurotransmitter dan perkembangan otak, yang dapat berkontribusi terhadap risiko skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa variasi dalam gen-gen ini dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan perilaku (Miller et al., 2011).

3. Gen yang Berhubungan dengan Gangguan Kecemasan

Gen yang terlibat dalam regulasi neurotransmitter, seperti GABA dan serotonin, juga berhubungan dengan gangguan kecemasan. Penelitian menunjukkan bahwa variasi genetik dalam jalur ini dapat mempengaruhi kerentanan individu terhadap kecemasan (Hariri et al., 2002).

F. Mekanisme Biologis dari Mutasi Gen pada Kesehatan Mental

1. Pengaruh Mutasi Gen terhadap Neurotransmitter

Mutasi gen dapat mempengaruhi produksi dan fungsi neurotransmitter, yang berperan penting dalam regulasi suasana hati dan perilaku. Misalnya, variasi genetik yang mempengaruhi gen yang mengkode transporter serotonin dapat mengakibatkan ketidakseimbangan serotonin, yang berkontribusi terhadap depresi dan gangguan kecemasan. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan varian gen tertentu lebih mungkin mengalami gangguan ini setelah mengalami stres (Caspi et al., 2003).

2. Peran Gen dalam Perkembangan Otak

Gen juga berperan dalam perkembangan otak, mempengaruhi struktur dan fungsi area otak yang terkait dengan kesehatan mental. Mutasi gen yang mempengaruhi pertumbuhan neuron dan konektivitas sinaptik dapat berkontribusi terhadap gangguan perkembangan, seperti autisme dan skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa variasi genetik dalam jalur pengembangan otak dapat mempengaruhi risiko gangguan mental (Gogos et al., 2010).

3. Interaksi antara Gen dan Lingkungan

Interaksi antara gen dan lingkungan sangat penting dalam memahami kesehatan mental. Faktor lingkungan, seperti trauma dan stres, dapat memicu ekspresi gen yang berkontribusi terhadap gangguan mental. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan predisposisi genetik terhadap gangguan psikiatri lebih rentan terhadap dampak negatif dari pengalaman lingkungan (Kendler et al., 2006). Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan kedua faktor ini dalam penelitian dan pengobatan gangguan mental.

G. Implikasi Klinis dari Penelitian Genetik dalam Kesehatan Mental

1. Diagnosis dan Pengobatan yang Dipersonalisasi

Penelitian genetik dapat membantu dalam diagnosis dan pengobatan yang dipersonalisasi untuk gangguan psikiatri. Dengan memahami profil genetik individu, dokter dapat lebih baik dalam memilih terapi yang sesuai dan memprediksi respons terhadap pengobatan. Misalnya, analisis genetik dapat membantu dalam menentukan jenis antidepresan yang paling efektif untuk pasien berdasarkan variasi genetik mereka (Kato, 2018).

2. Potensi Terapi Genetik

Terapi genetik merupakan pendekatan inovatif yang berpotensi mengubah cara kita mengatasi gangguan mental. Dengan mengoreksi mutasi gen yang berkontribusi terhadap gangguan psikiatri, terapi genetik dapat menawarkan solusi jangka panjang untuk pengobatan. Meskipun masih dalam tahap penelitian, beberapa studi awal menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam penggunaan terapi gen untuk mengatasi gangguan mental (Zhou et al., 2019).

3. Tantangan dan Etika dalam Penelitian Genetik

Meskipun penelitian genetik menawarkan banyak peluang, terdapat tantangan dan pertanyaan etika yang perlu dipertimbangkan. Isu privasi, potensi diskriminasi genetik, dan dampak sosial dari penemuan genetik dapat menimbulkan kekhawatiran. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan pedoman etika yang jelas untuk penelitian genetik dalam kesehatan mental (Lpez-Bigas et al., 2018).

DAFTAR PUSTAKA

Beck, A. T. (2011). Cognitive therapy: Basics and beyond. Guilford Press.

Caspi, A., Sugden, K., Moffitt, T. E., Taylor, A., Craig, I. W., Harrington, H., ... & Poulton, R. (2003). Influence of life stress on depression: moderation by a polymorphism in the 5-HTT gene. Science, 301(5631), 386-389.

Cross-Disorder Group of the Psychiatric Genomics Consortium. (2013). Genetic relationship between five psychiatric disorders estimated from genome-wide SNPs. Nature Genetics, 45(9), 984-994.

Gottesman, I. I. (1991). Schizophrenia genesis: The origins of madness. W.H. Freeman.

Gogos, J. A., et al. (2010). The role of genetic risk factors in the development of schizophrenia. Nature Reviews Neuroscience, 11(6), 367-378.

Hariri, A. R., et al. (2002). A polymorphism in the serotonin transporter gene and susceptibility to anxiety and depression. Archives of General Psychiatry, 59(7), 675-680.

Kato, T. (2018). Pharmacogenetics of antidepressants: The role of genetic polymorphisms in the treatment of depression. Expert Review of Neurotherapeutics, 18(7), 557-566.

Kendler, K. S., et al. (2006). Genetic and environmental influences on the relationship between stressful life events and the onset of major depression. American Journal of Psychiatry, 163(6), 957-964.

Klein, C., & Dufour, J. (2011). Genetic mechanisms of chromosomal rearrangements. Nature Reviews Genetics, 12(3), 231-243.

King, M. C., et al. (2003). Breast and ovarian cancer risks due to inherited mutations in BRCA1 and BRCA2. Science, 302(5645), 643-646.

Lpez-Bigas, N., et al. (2018). Ethics of genetic research. Nature Reviews Genetics, 19(4), 227-239.

Miller, A. H., & O'Callaghan, J. P. (2002). The role of cytokines in the pathophysiology of depression. Psychosomatic Medicine, 64(1), 1-12.

Moffitt, T. E., et al. (2006). A gradient of childhood self-control predicts health, wealth, and public safety. Proceedings of the National Academy of Sciences, 108(7), 2693-2698.

National Institute of Mental Health (NIMH). (2020). Mental Illness. Retrieved from https://www.nimh.nih.gov/health/statistics/mental-illness.shtml

Organization of World Health (WHO). (2018). Mental health: Strengthening our response. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response

Organization of World Health (WHO). (2021). Depression and Other Common Mental Disorders: Global Health Estimates. Retrieved from https://www.who.int/publications/i/item/depression-global-health-estimates

Sullivan, P. F., et al. (2012). The genetics of psychiatric disorders. Nature Reviews Genetics, 13(8), 549-558.

Weatherall, D. J., & Clegg, J. B. (2001). The thalassemia syndromes. Blackwell Science.

Zhou, Y., et al. (2019). Gene therapy for neuropsychiatric disorders: Current status and future directions. Nature Reviews Neuroscience, 20(4), 221-234.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun