Tanggung jawab tersebut diberikan pada Masjid Nurul Islam dikarenakan lokasi yang sangat dekat dengan gauk yang berada di atas Plengkung Gading.Â
Keputusan tersebut disetujui oleh pemerintah kota Yogyakarta, sehingga kunci dari kotak saklar gauk dibawa oleh Masjid Nurul Islam dan pemerintah kota.
Bunyi gauk di Plengkung Gading sekarang diaktifkan pada beberapa momen yang dilakukan oleh pemerintah kota Yogyakarta seperti ketika Peringatan Serangan Umum 1 maret, Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus, Hari Pahlawan 10 November, dan jelang buka puasa di bulan Ramadhan.
Seiring berjalannya waktu fungsi gauk sebagai alat komunikasi pemberi peringatan akan terjadinya perang mulai kehilangan peran. di era sekarang sudah tidak ada lagi peperangan atau sudah di zaman kemerdekaan.Â
Gauk atau sirine tua yang terdapat di Plengkung Gading sempat tidak berfungsi dalam kurun waktu kurang lebih 30 tahun dan setelah itu berfungsi kembali mengikuti kondisi zaman dengan tujuan tetap menjaga situs peninggalan sejarah.Â
Gauk atau sirine tua ini merupakan pusaka Indonesia yang harus dijaga.Â
Bentuk fisik gauk yang masih baik dan fungsinya juga masih bisa digunakan seharusnya dilestarikan dengan difungsikan sebagaimana mestinya mengikuti lingkungan dan secara berkelangsungan agar tidak mudah rusak seperti halnya di era 70an.Â
Jangan sampai terjadi lagi gauk yang sudah lama tidak digunakan akhirnya menjadi tempat bagi burung membuat sarang di bagian baling-baling dan menyebabkan fungsi kerja yang menurun dan sirine tidak bisa diputar.
Untuk mengatasi agar fungsi sirine tua tersebut bisa tetap berguna, dilakukan agenda rutin dengan membunyikan sirine secara terus-menerus pada momentum tertentu. Misalnya sebagai pertanda setiap ada upacara dimana waktunya mengibarkan bendera merah putih disitu sirine tua atau gauk berbunyi.Â
Momen tersebut dilaksanakan di setiap hari senin yang selalu dilaksanakan upacara bendera dan hari-hari nasional lainnya yang diperingati dengan upacara pengibaran bendera merah putih.Â
Melihat Yogyakarta yang harus dijaga sebagai pusat pluralisme Indonesia, bunyi gauk pun harus bisa digunakan untuk kepentingan bersama.