Fakta substansial diabaikan oleh media dan publik. Bahwa, tuduhan bahwa Anas Urbaningrum terlibat ini dan itu, hanya berasal dari satu pihak, yaitu Nazaruddin sendiri.
Sementara, kalau dicermati, justru keterangan Nazaruddin ini kontradiktif dengan faktanya. Misalnya, Nazaruddin pernah menyebut bahwa ada uang Rp 100 M dari PT Adhikarya untuk pemenangan Anas Urbaningrum pada Kongres Partai Demokrat pada bulan Mei 2010.
Pertanyaan sederhana: Apa mungkin PT Adhikarya mengeluarkan uang muka Rp 100 Miliar pada bulan Mei 2010 sementara proyeknya sendiri baru dikerjakan pada bulan Desember 2010? Fakta lain, nilai proyek yang dikerjakan dalam tahap pertama Hambalang itu senilai Rp 125 Miliar. Bagaimana bisa menjelaskan proyek senilai Rp 125 Miliar, ditarik Rp 100 Miliar untuk pemenangan kongres.
Kontradiksi pernyataan Nazaruddin yang lain, dia menyebutkan Anas Urbaningrum sebagai pimpinan konsorsium Permai Group. Tapi, Hakim dalam pengadilan membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan yang dibangun oleh Nazaruddin itu secara sistematis dipakai untuk menyamarkan tindak pidana korupsi. Dan, perusahaan-perusahaan tersebut tidak terkait dengan Anas Urbaningrum, seperti yang disebut Nazaruddin.
Hal ini makin diperjelas dalam proses hukum yang terjadi pada persidangan Nazaruddin, Mindo Rosalina, El Idris, Wafid hingga Angelina Sondakh, yang menunjukkan bahwa tidak ada peristiwa hukum yang berkaitan langsung atau tidak langsung terhadap Anas Urbaningrum.
Justru, konfrontir Angelina Sondakh dan Mindo Rosalina Manulang dalam sidang makin menjelaskan bahwa tuduhan terhadap Anas Urbaningrum adalah rangkaian dari operasi untuk "men-senyapkan" pelaku yang sesungguhnya dari kasus-kasus korupsi di Wisma Atlet atau Hambalang.
Sangat jelas, Angelina mengungkapkan pada sidang bahwa Rosa pernah menyatakan:"Kalau mau aman, sebut saja nama Anas Urbaningrum. Nanti, bukti-buktinya kami siapkan."
Frasa "kalau mau aman sebut saja nama Anas" menjelaskan bahwa patut didudga ada skenario untuk menjadikan Anas sebagai sasaran tembak untuk pengalihan isu korupsi yang sebenarnya.
Demikian juga dengan frasa "Bukti-buktinya kami siapkan" bisa ditafsirkan bahwa pekerjaan membuat opini atau bukti-bukti yang beredar di publik, tidak dilakukan seorang diri.
Dan, efeknya memang sudah bisa dirasakan oleh si pembuat skenario. Selama hampir setahun setengah, melalui social media atau media mainstream, telah terbangun konstruksi dan logika yang terpotong-potong terhadap kasus Wisma Atlet dan Hambalang.
Inilah yang membuat pihak operasi penghancuran terhadap Anas Urbaningrum ini, terinspirasi dari doktrin perang yang pernah digunakan Hitler: Argentum ad nausem.