Mohon tunggu...
dwina dolopo
dwina dolopo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Move and Challenge Yourself

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menantang Diri di Penanjakan dan Lautan Pasir Gunung Bromo

24 Agustus 2024   06:01 Diperbarui: 24 Agustus 2024   06:11 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami tidak mau melewatkan momen yang indah tersebut. Aku parkir motorku di trotoar dan kami mengambil gambar dengan latar surga tersebut. Rupanya perjalanan dan udara yang sangat dingin membuat tukang bakso yang sengaja mangkal tak jauh dari kami terlihat memprovokasi he he .... Kamipun menghampirinya dan memesan bakso yang diteruh di kantong dan memakannya kering tanpa kuah. Hanya untuk mengganjal perut agar tidak kukuruyuk. Sebab, kalau kami kenyang kawatir ngantuk dan perjalanan kami menjadi terganggu.

Setelah merasa cukup menikmati pemandangan di persimpangan penanjakan dan jalan menuju lautan pasir kamipun menuju ke inti dari perjalanan ini. Aku membuka kaca penutup muka di helmku agar lebih jelas dan waspada saat berkendara. Sebuah papan kuning bertuliskan "jalanan menurun tajam, gunakan gigi satu." Akupun patuh dengan kewaspadaan tinggi. Gas aku tarik sepelan mungkin sehingga kecepatan sesuai dengan gigi satu. Kurang lebih 500meter menjelang lautan pasir, jalanan benar-benar menurun tajam disertai dengan tikugan tajam. Aku harus benar-benar harus konsentrasi. Untuk membuat kesadaranku prima, aku menggumamkan surah Alfatihah dan beberapa wirid yang lain. Sempat terbayang bagaimanakah nanti perjuanganku saat pulang dengan tanjakan yang benar-benar maut ini? Aku merasa ketar-ketir tapi bisa aku kendalikan dengan mengatakan pada diri "Pelan-pelan insyaallah bisa, motormu dalam keadaan prima."

Dengan masih konsentrasi tinggi akhirnya aku melihat akhir dari turunan tajam ini. Akan tetapi aku tak boleh mengurangi kewaspadaan. Gas dan gigi masih stabil diangka 15km/jam. Sangat lambat tetapi ini yang terbaik. Sedikit mengurangi dan menekan rem beberapa kali agar rem tetap pakem. Akhirnya dengan mulus kamipun mendarat di awal lautan pasir gunung Bromo ini. Welcome to the next real challenge ha ha ...

Hal penting yang aku pelajari saat mengendalikan si roda dua di jalan berpasir adalah jangan melawan ketika kemudi berbelok. Usahakan kecepatan tinggi sehingga tidak ada kesempatan roda terbenam. Yang tak kalah penting kurangi tekanan angin di dalam bannya.

Awal masuk ke jalan berpasir saya masih bisa memilih dengan tepat mana yang pasirnya tipis sehingga motor masih dalam kendali. Lima puluh meter selanjutnya aku benar-benar tidak boleh melawan dan menambah kecepatan karena pasir mulai menebal. Kemudiku berkelok-kelok mengikuti sang roda yang berusaha terus menggelinding maju. Anak perempuanku menepuk-nepuk pundakku dengan panik.

"Ibu-Ibu.. berhenti-berhenti aku jalan saja."  

Setengah berteriak aku menjawab kekawatiran anakku.

Kamu harus percaya ke Ibu memang harus seperti ini, cepat dan belok-belok tidak boleh melawan pasirnya agar tetap bisa jalan. Tidak mungkin dia jalan kaki menuju kawah masih kurang lebih tiga kilo meter lagi." 

Memang sepertinya cara berkendara yang ugal-ugalan. Menanggapi kekawatiran anakku maka aku pelankan kecepatan motorku. Satu, dua, tiga .. kamipun jatuh bersama .. roda kami tenggelam di pasir. Meledak tertawa kami ketika motor ambruk.  Sebelah kaki kami tertindih sepeda motor. Tetapi, tidak ada kerusakan di motor kami, maupun luka di tubuh kami karena terjatuh di pasir.

Kamipun bekerja sama membuat motor berdiri, kali ini untuk terbebas dari pasir yang dalam anakku berlari duluan, di tidak mau aku bonceng. Akupun memperhatikan sekitar berusaha mencari jalan yang sekiranya ketebalan pasirnya masih bisa membuat motorku berjalan. Beberapa pengunjung yang lewat hanya melemparkan senyum. Mereka bisa melenggang dengan baik karena skill mengemudi di pasir yang baik ditambah percaya diri. Ada beberapa orang yang ingin membantu tapi kami bilang kami baik-baik saja masih bisa mengatasinya.

Di bawah teriknya matahari susah membedakan mana jalan yang pasirnya tebal dan tipis. Dimana ada orang bisa mengendarai motornya dengan baik maka kami mengikutinya. Beberapa kali kami terjebak karena anakku masih kawatir tingkat tinggi dengan kecepatan tinggi dan setir belok-belok maka lebih dari enam kali kami harus terjatuh dan tertawa terbahak-bahak lagi. Memikirkan betapa kami harus berkendara ugal-ugalan untuk bisa mencapai kawah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun