Mohon tunggu...
dwina dolopo
dwina dolopo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Move and Challenge Yourself

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menantang Diri di Penanjakan dan Lautan Pasir Gunung Bromo

24 Agustus 2024   06:01 Diperbarui: 24 Agustus 2024   06:11 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GTR 150 yang terbeli beberapa bulan yang lalu membulatkan tekadku untuk menantang  diri  menahlukkan rute menuju Gunung Bromo. Kalau tenaganya kurang di tanjakan, minimal bisa main di koplingnya.  Sebenarnya ada rasa was-was dengan tanjakan maupun turunan curam di Penanjakan. Apalagi menyeberangi lautan pasirnya yang tidak bisa diprediksi kedalamannya. Sewaktu berkendara dengan anak muda yang energinya prima saja kami terjatuh beberapa kali, apalagi dengan aku yang biasa manja duduk manis di bagian belakang. Alamaa...kk apa aku mampu untuk mengemudi?  

Dengan energi yang sudah tidak  muda lagi. Dengan tulang dan sendi yang tidak sefleksibel dua puluh tahun yang lalu. Biasanya travelling terima beres, duduk, menikmati perjalanan, kalau capek tidur dan tiba di tempat tujuan tanpa ada tanggung jawab sebagai pengemudi.  Membuat hati ini menjadi lemah, banyak kawatir akan kemampuan diri.

Sengaja kami berdua, aku dan anak perempuanku berangkat pagi sekitar jam tujuh, setelah sarapan dan bersih-bersih rumah. Sesuai dengan tujuan, travelling yang santuy saja. Menikmati pemandangan di perjalanan, bukan mengejar target sunrise di puncak Bromo seperti pelancong pada umumnya.  

Kali ini aku memilih rute melewati Nongkojajar karena waktu tempuhnya yang tidak terlalu lama yaitu tidak sampai satu setengah jam dari Malang Utara. Sepanjang perjalanan, lalu lintas masih tergolong sepi. Apalagi memasuki daerah Nongkojajar sungguh nikmat rasanya. Pohon-pohon pinus berjajar di kanan dan kiri jalan. Kabut tipis, jurang dan gunung yang tinggi menjulang. Jalan aspal yang halus, luasnya cukup untuk simpangan enam mobil. Kelokan demi kelokan kami nikmati dengan irama bosanova.

Empat puluh lima menit perjalanan, kami tiba di gerbang pemeriksaan tiket. Alamakkk.. kami lupa belum beli tiket. Rasa sedih dan kawatir mulai menyerang. Perjalanan sejauh ini apa meski batal untuk bisa masuk area wisata? Padahal ada pembatasan pengunjung setiap harinya. Dengan was-was kami memeriksa, mencari celah bagaimana bisa sampai di Gunung Bromo.

Untungnya hari ini bukan week end para pembeli tiket memenuhi tujuan ke Penanjakan dan kawah Bromo. Kami membeli tiket yang menuju ke padang Savana. Dalam hati aku sebenarnya sudah tahu kalau tiket dengan tujuan manapun juga bisa bebas mengunjungi semua destinasi di Gunung Bromo.

Proses pembelian tiket online dengan mengisi biodata membuat perasaan tidak aman. Akan tetapi, nasib baik ternyata masih berpihak pada Ibu-ibu ini yang berusaha memberikan pengalaman nyata kepada anak perempuannya. Dengan kelincahannya mengikuti petunjuk pembelian tiket online, akhirnya kami mengantongi izin melewati gerbang tiket tersebut. Tombol pengingat harus diaktifkan agar mempersiapkan pembelian tiket online jauh-jauh hari sehingga tidak perlu ada drama merasa di ujung tanduk bisa lanjut perjalanan atau tidak.

Aku sempat melirik beberapa pemuda yang touring memakai Tiger 2000nya. Motor tua yang dicat ulang dan terawat dengan baik. What a nice motorcycle! My son said, having an antique is like you are an old money person. Aku pernah mengendarai beberapa tahun motor serupa. Mesinnya yang halus dan tenaganya yang kuat membuatku ingin mencobanya lagi. Tapi kuurungkan karena kawatir membuat malu anak perempuannku ha ha ..  aku sangat menikmati naik motor kemanapun.

Kamipun melanjutkan perjalanan dengan jalanan yang makin sempit dan curam. Kadang tanpa terasa jalan yang kami lalui ternyata sama tingginya dengan gunung di sekitar kami. Gunung yang puncaknya tertutup awan dan jurang puluhan meter mengiringi perjalanan kami. Hutan pinus, kebun sayur mayur, bunga edelweis, dingin yang menusuk tulang menciptakan pengalaman yang seru. Beribu ucapan hamdalah mengalir deras karena nikmat kesempatan merekam keelokan yang terpampang di sepanjang perjalanan kami.

Beberapa papan petunjuk kadang membuat kami ragu untuk memilih jalan. Akan tetapi, sebagai pengemudi aku harus segera memutuskan. Berbekal pengalaman pernah satu kali melewati rute ini maka aku mengikuti naluri saja. Memilih jalan yang lebih lebar insyaallah akan membawa ke tempat dimana banyak orang yang melaluinya. Meski kadang ragu apa benar sudah memilih rute yang tepat tetapi tetap percaya diri menarik gas ini. Google map tidak banyak membantu karena sinyal di gunung tidak bagus. Rumah penduduk hanya berkelompok-kelompok di bagian tertentu saja. Sehingga jarang bertemu orang yang bisa memberi informasi. Selebihnya adalah hutan pinus yang diselingi dengan kebun sayur.

Akhirnya kami menemukan persimpangan dengan papan petunjuk bertuliskan dua panah. Panah ke kanan bertuliskan lautan pasir sedangkan panah ke kiri bertuliskan penanjakan. Aku ragu sejenak, dan memutuskan untuk menuju ke penanjakan. Lima puluh meter dari persimpangan, manik hijau kami menangkap sebuah pemandangan yang sungguh mengundang decak kagum. Jauh di bawah sana berdiri megah pegunungan Bromo, kawah yang mengepulkan asap dan beberapa dayang-dayang pegunungan yang mendampinginya. Tak kalah cantik di sebelahnya sebuah gunung yang tergambar rapi dengan awan kecil di puncaknya. Aku tebak itu pasti gunung Semeru. Tertulis di pintu masuk tadi selamat datang di wilayah cagar alam Gunung  Bromo dan Gunung Semeru.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun