Strategi Mencapai Urgensi Kompetensi  Sosial dan Emosional dalam PembelajaranÂ
Oleh Dwi Meilani Hasmiyatni, S.Pd.
Pendidikan holistik merupakan pendidikan yang mengembangkan seluruh potensi siswa secara harmonis, meliputi potensi intelektual, emosional,  fisik, sosial, estetika, dan spiritual. Perkembangan murid secara holistik ini sangatlah penting untuk disadari oleh guru. Pembelajaran yang dilakukan murid kita lakukan di kelas atau di sekolah  bukan hanya pembelajaran yang mengarah pada intelektual saja tetapi juga pembelajaran yang memperhatikan fisik, emosional, sosial, dan karakter apa yang terlihat,terdengar, terasa oleh murid.Â
Dalam praktik pengajaran di kelas, pengajaran holistik ini tidak semua guru terapkan dalam pembelajaran. Guru dalam proses yang dilakukannya di kelas masih banyak melakukan pembelajaran yang mengarah pada intelektual saja dan terkadang mereka lupa untuk menguatkan aspek fisik, emosional, sosial, dan karakter apa yang terlihat, terdengar, terasa oleh murid dalam pembelajaran karena bagi mereka aspek-aspek tersebut akan didapat oleh murid dari pengalaman tanpa harus dikuatkan dalam pembelajaran. Hal tersebut pada akhirnya berdampak perkembangan sosial dan emosional murid menjadi lemah.
Perkembangan sosial dan emosional para murid kita masih lemah indikatornya dapat kita lihat apabila di sekolah masih kita temukan meningkatnya jumlah kasus perundungan, tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pernikahan usia dini dan kehamilan di bawah usia, murid  yang memiliki motivasi belajar  rendah hingga putus sekolah, murid dengan gangguan emosional seperti stres, kecemasan, depresi, bahkan kasus bunuh diri pada usia remaja. Berdasarkan hal tersebut,  maka, pembelajaran yang dapat menumbuhkan kompetensi sosial dan  emosional murid adalah sebuah urgensi untuk kita implementasikan di pembelajaran dalam proses pendidikan kita.Â
Sebagai pendidik dan tenaga kependidikan yang memilih untuk menjadi pendidik, yang mendampingi murid di sekolah sepanjang hari, kita patut memikirkan bagaimana menuntun mereka untuk mencapai kodratnya, bagaimana membimbing mereka agar dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, hingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaannya.
Di sinilah letak urgensi pembelajaran sosial emosional untuk mendorong tumbuh kembang murid secara holistik. Pembelajaran yang mampu menciptakan pengalaman belajar bagi murid untuk menumbuhkan dan melatih lima kompetensi sosial dan emosional yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Di sini, sebagai guru kita perlu mengeksplorasi pembelajaran sosial emosional melalui empat indikator yaitu, pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, serta penguatan kompetensi sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan melalui keteladanan, proses belajar, dan kolaborasi dengan seluruh komunitas sekolah.
Pembelajaran sosial emosional merupakan pembelajaran yang bertujuan melatih kompetensi sosial emosional peserta didik sehingga tercapai keseimbangan antara kompetensi akademik dan sosial emosional yang dapat mengantarkan mereka menjadi individu-individu yang selamat dan bahagia. Kesadaran akan  proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid secara holistik ini harus menjadi perhatian guru.
Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat: (1) Memahami, menghayati, dan  mengelola emosi  (kesadaran diri); (2) Menetapkan dan mencapai tujuan positif  (pengelolaan diri); (3) Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial); (4) Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi); (5) Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Urgensi pembelajaran sosial dan emosional, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah. Untuk mencapai urgensi tersebut, maka diperlukan kerangka sistematis dan kolaboratif pembelajaran kompetensi sosial dan emosional CASEL.
Kerangka pembelajaran CASEL (Collaborative for Academic and Social Emotional Learning) adalah sebuah kerangka pembelajaran sosial emosional yang didirikan tahun 1995 oleh sekelompok pendidik, psikolog, di antaranya Daniel Goleman (perintis konsep kecerdasan emosional) untuk mengupayakan pembelajaran lima kompetensi sosial emosional dalam dunia pendidikan. Â Lima kerangka kompetensi sosial dan emosial Casel tersebut di antaranya meliputi:
Kesadaran Diri
Merupakan kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan.
Contoh kompetensi kesadaran diri ini di antaranya meliputi (a) Dapat menggabungkan identitas pribadi dan identitas sosial; (b) Mengidentifikasi kekuatan/aset diri dan budaya; (c) Mengidentifikasi emosi-emosi dalam diri; (d) Â Menunjukkan integritas dan kejujuran; (e) Dapat menghubungkan perasaan, pikiran, dan nilai-nilai; (f) Menguji dan mempertimbangkan prasangka dan bias; Â (g) Memupuk efikasi diri; (h) Memiliki pola pikir bertumbuh; (i) Mengembangkan minat dan menetapkan arah tujuan hidup.
Manajemen Diri
   Merupakan kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi.
Contoh kompetensi majemen diri  ini di antaranya meliputi (a) Mengelola emosi diri; (b) Mengidentifikasi dan menggunakan strategi-strategi pengelolaan stres; (c) Menunjukkan disiplin dan motivasi diri; (d) Merancang tujuan pribadi dan bersama; (e) Menggunakan keterampilan merancang dan mengorganisir; (f) Memperlihatkan keberanian untuk mengambil inisiatif; (g) Mendemonstrasikan kendali diri dan dalam kelompok.
Kesadaran SosialÂ
Merupakan kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.
Contoh kompetensi kesadaran sosial  ini di antaranya meliputi (a) Mempertimbangkan pandangan/pemikiran orang lain; (b) Mengakui kemampuan/kekuatan orang lain; (c) Mendemonstrasikan empati dan rasa welas kasih; (d) Menunjukkan kepedulian atas perasaan orang lain; (e) Memahami dan mengekspresikan rasa syukur; (f) Mengidentifikasi ragam norma sosial, termasuk dengan norma-norma yang menunjukkan ketidakadilan.
Keterampilan Berelasi
Merupakan kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif.
Contoh kompetensi keterampilan berelasi ini di antaranya meliputi (a) Berkomunikasi dengan efektif; (b) Mengembangkan relasi/hubungan positif; (c) Memperlihatkan kompetensi kebudayaan; (d) Mempraktikkan kerjasama tim dan pemecahan masalah secara kolaboratif; (e) Dapat melawan tekanan sosial yang negatif; (f) Menunjukkan sikap kepemimpinan dalam kelompok; (g) Mencari dan menawarkan bantuan apabila membutuhkan; (h) Turut membela hak-hak orang lain.
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Merupakan  kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok.
Contoh kompetensi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab ini di antaranya meliputi (a) Menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran; (b) Mengidentifikasi/mengenal solusi dari masalah pribadi dan sosial; Â (c) Berlatih membuat keputusan beralasan/masuk akal, setelah menganalisis informasi, data, dan fakta; (d) Mengantisipasi dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari tindakannya; (e) Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah; (f) Merefleksikan peran seseorang dalam memperkenalkan kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, keluarga, dan komunitas; (g) Mengevaluasi dampak/pengaruh dari seseorang, hubungan interpersonal, komunitas, dan kelembagaan.
Jika kita analisis lebih lanjut, kelima kompetensi sosial dan emosional yang telah kita bahas berhubungan erat dengan 6 (enam) dimensi  Profil Pelajar Pancasila.  Sebagai contoh,  ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah  (dimensi kreatif)  diperlukan juga kemampuan bernalar kritis  untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri.Â
Selain kompetensi sosial dan emosial Casel, kesadaran penuh (mindfulness) merupakan dasar penguatan 5 (lima) kompetensi sosial dan emosional. Kesadaran penuh itu sendiri dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja/sadar pada kondisi saat sekarang.
Praktik kesadaran penuh dapat dilakukan dengan teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe dan Proceed.), mengamati berbagai perasaan yang muncul, mengungkapkan rasa terima tentang tiga hal yang patut disyukuri, fokus pada perhatian yang terlihat,terdengar dn terasa, menuliskan pikiran dalam sebuah jurnal, menggambar, membuat coretan, mewarnai, mendengarkan musik atau alat musik.Â
Praktik kesadaran penuh (mindfulness) bukan sebagai solusi pemecahan masalah, melainkan praktik yang membantu Anda dalam menyikapi, memproses, dan merespon permasalahan yang dihadapi untuk fokus pada situasi saat ini - bukan pada kekhawatiran akan masa yang akan datang ataupun penyesalan akan masa yang telah berlalu.
Penerapan pembelajaran sosial dan emosional bukan hanya mencakup ruang lingkup kelas dan sekolah, namun juga melibatkan keluarga dan komunitas.  Hal ini sejalan dengan prinsip pendidikan Tri Sentra (Tiga Pusat Pendidikan) salah satu gagasan Ki Hajar Dewantara yang menerangkan bahwa pendidikan harus berlangsung di tiga lingkungan yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dengan kolaborasi dan gotong royong, keluarga, sekolah, dan komunitas  bersama-sama  mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan psikologis murid-murid kita.
Sementara implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah mencakup empat indikator pembelajaran di antartanya meliputi (1) Pengajaran eksplisit; (2) Integrasi dalam  praktek mengajar guru dan kurikulum akademik; (3) Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah; (4) Penguatan kompetensi sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah.
Implementasi pembelajaran sosial emosional dengan pengajaran eksplisit  memastikan murid memiliki kesempatan yang konsisten untuk menumbuhkan, melatih, dan berefleksi tentang  kompetensi sosial dan emosional  dengan cara yang sesuai  dan terbuka dengan keragaman budaya.  Pengajaran eksplisit kompetensi sosial emosional dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.  Pendidik dapat menggunakan berbagai proyek,  acara atau  kegiatan sekolah  yang rutin  untuk mengajarkan kompetensi sosial dan emosional secara eksplisit.
Implementasi pembelajaran sosial emosional dengan integrasi dalam  praktek mengajar guru dan kurikulum akademik dapat diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, serta musik, seni, dan pendidikan jasmani.
Implementasi pembelajaran sosial emosional penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah dilakukan dengan menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah. Â Salah satu upaya mengubah lingkungan sekolah (iklim kelas dan sekolah), adalah melalui praktik guru dan gaya interaksi mereka dengan murid, atau dengan mengubah peraturan dan harapan sekolah
Implementasi pembelajaran sosial emosional penguatan kompetensi sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah adalah Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki kesempatan secara regular untuk mengembangkan kompetensi sosial, emosional dan budaya mereka sendiri, berkolaborasi, membangun hubungan saling percaya dan memelihara komunitas yang erat.
Berikut merupakan gambaran bagaimana  integrasi kompetensi sosial emosional dalam tiga bagian  Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yaitu: (1) Pembukaan hangat: antara lain dengan memberikan kesempatan pada  murid untuk berbicara, mendengarkan aktif, memungkinkan interaksi, menciptakan rasa memiliki, dapat menumbuhkan salah satu kompetensi sosial dan emosional; (2) Kegiatan inti yang melibatkan: antara lain dengan melakukan diskusi akademik, pembelajaran kooperatif,  pembelajaran berbasis proyek, refleksi diri dan penilaian diri, pemberian suara dan pilihan; (3) Penutupan optimistik: antara lain dengan refleksi, apresiasi, dan cara-cara positif lainnya untuk memperkuat pembelajaran.
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memperkuat pembelajaran sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah:
 Memodelkan (menjadi teladan)
Mendukung pendidik dan tenaga kependidikan  dalam memodelkan kompetensi dan  pola pikir di seluruh komunitas sekolah dengan murid, keluarga murid, mitra komunitas, dan satu sama lain. Ini dapat meliputi (a) Menerapkan kompetensi sosial emosional dalam peran dan tugas; (b) Menciptakan budaya mengapresiasi; (c) Menunjukkan kepedulian.
2. Belajar
Pendidik dan tenaga kependidikan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional pribadi dan mengembangkan kapasitas untuk mengimplementasikan kompetensi sosial dan emosional. Kegiatan ini dapat meliputi (a) Membiasakan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional pribadi;  (b) Berkolaborasi di tempat kerja; (c) Mempelajari kemungkinan adanya bias terkait dengan  literasi budaya; (d) Mengembangkan pola pikir bertumbuh; (f) Memahami tahapan perkembangan murid; (g) Meluangkan waktu untuk melakukan self-care (perawatan diri); (h) Mengagendakan sesi  berbagi praktik baik.
3. Berkolaborasi
Menciptakan struktur berbentuk komunitas pembelajaran profesional atau pendampingan sejawat bagi pendidik dan tenaga kependidikan untuk berkolaborasi tentang cara mengasah strategi untuk mempromosikan kompetensi sosial emosional di seluruh sekolah. Kegiatan  dapat  meliputi (a) Membuat kesepakatan bersama-sama; (b) Membuat komunitas belajar profesional; (c) Membuat sistem  mentoring rekan sejawat (Mengintegrasikan kompetensi sosial emosional dalam pelaksanaan rapat guru.
Pembelajaran sosial emosional di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik. Pembelajaran sosial emosional pada akhirnya memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal. Noble and McGrath (2016) menyebutkan bahwa well-being murid  yang optimal adalah keadaan emosional yang berkelanjutan (relatif stabil) yang ditandai dengan: sikap dan suasana hati yang secara umum positif, relasi yang positif dengan sesama murid dan guru, resiliensi, optimalisasi diri, dan tingkat kepuasan diri yang tinggi berkaitan dengan pengalaman belajar mereka di sekolah. Pembelajaran sosial dan emosional berupaya menciptakan lingkungan dan pengalaman belajar yang menumbuhkan  kelima kompetensi sosial dan emosional yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.Â
Pembahasan di atas sejalan dengan peran pendidik  yang disampaikan Ki Hajar Dewantara. Pendidik adalah  penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,  agar  mereka  sebagai  manusia dan anggota  masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.  Â
Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut  mengingatkan bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi mereka untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna. Kita merencanakan  secara sadar pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan murid-murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya). Pembelajaran holistik yang memberikan mereka pengalaman untuk dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H