Contoh kompetensi keterampilan berelasi ini di antaranya meliputi (a) Berkomunikasi dengan efektif; (b) Mengembangkan relasi/hubungan positif; (c) Memperlihatkan kompetensi kebudayaan; (d) Mempraktikkan kerjasama tim dan pemecahan masalah secara kolaboratif; (e) Dapat melawan tekanan sosial yang negatif; (f) Menunjukkan sikap kepemimpinan dalam kelompok; (g) Mencari dan menawarkan bantuan apabila membutuhkan; (h) Turut membela hak-hak orang lain.
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Merupakan  kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok.
Contoh kompetensi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab ini di antaranya meliputi (a) Menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran; (b) Mengidentifikasi/mengenal solusi dari masalah pribadi dan sosial; Â (c) Berlatih membuat keputusan beralasan/masuk akal, setelah menganalisis informasi, data, dan fakta; (d) Mengantisipasi dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari tindakannya; (e) Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah; (f) Merefleksikan peran seseorang dalam memperkenalkan kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, keluarga, dan komunitas; (g) Mengevaluasi dampak/pengaruh dari seseorang, hubungan interpersonal, komunitas, dan kelembagaan.
Jika kita analisis lebih lanjut, kelima kompetensi sosial dan emosional yang telah kita bahas berhubungan erat dengan 6 (enam) dimensi  Profil Pelajar Pancasila.  Sebagai contoh,  ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah  (dimensi kreatif)  diperlukan juga kemampuan bernalar kritis  untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri.Â
Selain kompetensi sosial dan emosial Casel, kesadaran penuh (mindfulness) merupakan dasar penguatan 5 (lima) kompetensi sosial dan emosional. Kesadaran penuh itu sendiri dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja/sadar pada kondisi saat sekarang.
Praktik kesadaran penuh dapat dilakukan dengan teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe dan Proceed.), mengamati berbagai perasaan yang muncul, mengungkapkan rasa terima tentang tiga hal yang patut disyukuri, fokus pada perhatian yang terlihat,terdengar dn terasa, menuliskan pikiran dalam sebuah jurnal, menggambar, membuat coretan, mewarnai, mendengarkan musik atau alat musik.Â
Praktik kesadaran penuh (mindfulness) bukan sebagai solusi pemecahan masalah, melainkan praktik yang membantu Anda dalam menyikapi, memproses, dan merespon permasalahan yang dihadapi untuk fokus pada situasi saat ini - bukan pada kekhawatiran akan masa yang akan datang ataupun penyesalan akan masa yang telah berlalu.
Penerapan pembelajaran sosial dan emosional bukan hanya mencakup ruang lingkup kelas dan sekolah, namun juga melibatkan keluarga dan komunitas.  Hal ini sejalan dengan prinsip pendidikan Tri Sentra (Tiga Pusat Pendidikan) salah satu gagasan Ki Hajar Dewantara yang menerangkan bahwa pendidikan harus berlangsung di tiga lingkungan yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dengan kolaborasi dan gotong royong, keluarga, sekolah, dan komunitas  bersama-sama  mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan psikologis murid-murid kita.
Sementara implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah mencakup empat indikator pembelajaran di antartanya meliputi (1) Pengajaran eksplisit; (2) Integrasi dalam  praktek mengajar guru dan kurikulum akademik; (3) Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah; (4) Penguatan kompetensi sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah.
Implementasi pembelajaran sosial emosional dengan pengajaran eksplisit  memastikan murid memiliki kesempatan yang konsisten untuk menumbuhkan, melatih, dan berefleksi tentang  kompetensi sosial dan emosional  dengan cara yang sesuai  dan terbuka dengan keragaman budaya.  Pengajaran eksplisit kompetensi sosial emosional dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.  Pendidik dapat menggunakan berbagai proyek,  acara atau  kegiatan sekolah  yang rutin  untuk mengajarkan kompetensi sosial dan emosional secara eksplisit.