Identitas Buku
Judul        : Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas
Penulis       : Neng Dara Affiah
Penerbit      : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan      : Desember 2017
Tebal        : 200 halaman
Text Bahasa   : Indonesia
Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas adalah buku kedua dari Ibu Neng Dara yang saya baca dan saya review. Buku ini berisi tentang respon dari berbagai permasalahan social dari mulai isu social tertentu, terutama terkait dengan hak-hak perempuan dalam rentan waktu 1996-2016. Di buku ini terdapat 3 bab dimana masing-masing bab terdapat sub bab yang akan menjelaskan lebih lanjut.
Di awali dengan bab pertama; Islam dan Kepemimpinan Perempuan. Salah satu keutamaan dalam ajaran islam adalah memandang manusia setara dengan tidak membeda-bedakannya berdasarkan kelas. Dalam islam yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah kualitas ketakwaannya. Disini penulis mengatakan bahwa kepemimpinan itu dibentuk, tidak datang dengan sendirinya. Sejak kecil, pola pendidikan watak kepemimpinan, perempuan dan laki-laki sebaiknya tidak dibedakan. Anak perempuan dan laki-laki, berhak mengakses apa saja sepanjang mampu membuat diri mereka berkembang.
Meskipun ajaran Islam tidak membatasi perempuan untuk menjadi pemimpin, pemimpin perempuan di kalangan umat Islam jumlahnya sangat terbatas. Ada faktor yang menyumbat potensi kepemimpinan perempuan di antaranya adalah adanya pemahaman yang salah kaprah tentang ajaran Islam. Faktor lainnya adalah ego kolektif masyarakat muslim yang melanggengkan nilai-nilai patriarki. Yang di mana internalisasi nilai bahwa laki-laki sebagai manusia utama, dan perempuan sebagai pelengkap.
Selanjutnya di bab kedua ada; Islam dan Seksualitas Perempuan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan yang dianggap penting dalam hidup manusia dan telah dijalani selama berabad-abad pada suatu kebudayaan dan komunitas agama. Sebagian orang menganggapnya sebagai peristiwa yang sakral, sebagaimana peristiwa kelahiran dan kematian, yang diusahakan hanya terjadi sekali dalam seumur hidup.
Terdapat pula tentang fungsi pernikahan menurut masing-masing agama, yaitu: untuk menciptakan ketenteraman dan kedamaian di antara dua orang anak manusia; laki-laki dan perempuan pada suatu ikrar atau janji suci atas nama Tuhan, melahirkan keturunan. Keturunan ini tidak hanya bersifat biologis, melainkan juga untuk kepentingan pewarisan ajaran, menghindari zina, biasanya lelaki melihat derajat wanita dari masih perawan atau tidak.
Didalam bab ini juga dijelaskan larangan berzina menurut masing-masing agama (Islam, Yahudi, Kristen). Dimana agama mengecam perbuatan zina dan dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral. Perbuatan zina akan menerima sanksi social. Pada bab ini juga di bahas tentang poligami, mencoba menelusuri poligami secara islam; Menurut Syed Ameer Ali, keberadaan poligami semestinya dipahami sebagai  tindakan yang sangat tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Artinya, poligami menjadi sesuatu yang sama sekali tidak dibutuhkan jika populasi penduduk perempuan berkurang.
Argumentasi poligami untuk mewadahi hasrat seksual laki-laki jelas bertentangan dengan semangat Alquran, karena Alquran mengajarkan pentingnya pengendalian diri dan hawa nafsu, terutama dalam aspek seksualitas. Dan yang menarik perhatian adalah pembahasan mengenai jilbab. Dimana pada era reformasi jilbab di politisi demi kepentingan politik.
Dan dibab terakhir; Perempuan, Islam, dan Negara. Feminisme lahir sebagai teori yang berusaha menganalisis kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki pemahaman kebudayaan mengenai apa artinya menjadi perempuan. Feminisme dan Islam merupakan sebuah teori yang menjembatani kesenjangan antara konsepsi keadilan yang memengaruhi dan menopang penafsiran dominan terhadap Syariah di satu sisi, dan hukum hak asasi manusia (HAM) di sisi lain.
Feminisme Islam mendasarkan pada sumber-sumber utama ajaran Islam, yakni Alquran, Hadis dan seperangkat hukum Islam. Teori feminisme ini memunculkan suatu gerakan kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-hak yang mereka miliki sebagai manusia, agar mereka tidak dipandang sebelah mata oleh kaum laki-laki. Gerakan ini juga menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dengan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H