Mohon tunggu...
Dwiky Agil Ramadhan
Dwiky Agil Ramadhan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

explore the environment

Selanjutnya

Tutup

Politik

Problematika Budaya Politik Indonesia

22 Oktober 2016   20:15 Diperbarui: 22 Oktober 2016   20:21 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hati saya terusik dan prihatin ketika memperhatikan kondisi Indonesia dewasa ini, namun dalam tulisan ini saya hanya akan berfokus pada probelematika politik di Indonesia. Mungkin inilah cara saya menyampaikan kepada segenap bangsa Indonesia yang katanya mempunya tata krama,sopan, santun dan bijak dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ya, nilai-nilai itulah yang telah hilang dalam masyarakat Indonesia dewasa ini, tidak terkecuali dalam hal politik.

Sejak masa reformasi, perkembangan politik di Indonesia berkembang pesat, banyak Indikasi untuk hal itu, salah satunya adalah munculnya berbagai partai politik di negeri ini, tumbuh layaknya jamur di musim barat. Namun, banyaknya partai politik masih tidak mencerminkan kualitas dalam berpolitik saat ini.

Inilah pandangan saya, setidak tidaknya ada beberapa alasan kenapa saya mempunyai pandangan seperti ini, antara lain : buruknya pemahaman dan pelaksanaan fungsi partai politik, khususnya tentang pendidikan politik. media masa (pers) yang memihak pada kekuatan politik tertentu, saya katakan demikian karena ada beberapa media masa yang melakukan hal demikian, penyampaian pendapat di masyarakat yang terkesan berlebihan dan praktik kampanye negatif maupun kampanye hitam yang tidak sesuai jati diri bangsa Indonesia. Dari beberapa problematika itu, mari kita bahas di bawah ini hehehe

Pertama, buruknya pemahaman dan pelaksanaan fungsi partai politik, khususnya tentang pendidikan politik. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa partai politik itu berfungsi sebagai  sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik dan sarana pengatur konflik. Di samping itu, partai politik juga mempunyai fungsi dalam hal pendidikan politik sesuai dengan undang-undang partai politik.[2] Namun, sebagaimana kita ketahui bersama penerpan fungsi tersebut masihlah sangat minim.

Banyak kader partai yang di bidang legislatif yang tidak paham hukum perundang-undangan, begitupun di bidang eksekutif, baik di pemerintah daerah maupun presiden sekarang banyak yang menerobos koridor hukum dalam pengambilan kebijakanya, dan hanya memperhatikan kepentingan ekonomi dan investasi. Ini berbanding terbalik ketika kita melihat di kalangan mahasiswa, sekarang banyaknya forum kepemudaan, kepemimpinan dalam berbagai tingkatan baik nasional maupun lokal, dan saat ini Universitas Jenderal Soedirman melalui BEM Universitas akan mengadakan Sekolah Pemuda Bangsa, ironis memang hehehe.

Kedua, mengenai media masa (pers) yang memihak kekuatan politik tertentu, ini menjadi sebuah rahasia umum di masyarakat kalau bisa di bilang seperti itu. Pemilik media masa juga merangkap sebagai ketua atau petinggi partai politik, tengok saja stasiun televisi berita yang ada di Indonesia sebagian besar di kuasai atau dimiliki oleh orang-orang parpol. Itulah kenapa KPI beberapa waktu lalu di DPR mempertanyakan ke  independenan media masa (pers) pada saat proses perpanjangan izin siar. Belum lagi media masa cetak dan yang paling sering adalah media online.

Ketiga, adalah kampanye negatif dan kampanye hitam, inilah yang saya rasa adalah sumber segala sumber masalah di negeri ini. Kampanye negatif secara sederhana adalah menjelek jelekan pihak lawan politik namun ada dasarnya dan itu benar adanya, sedangkan kampanye hitam adalah menjelekan lawan politik dengan tidak ada buktinya. 

Walaupun sejatinya ada beberapa politikus yang pernah berbicara bahwa kampanye negative itu tidak masalah. Namun dalam pandangan saya, saya mengacu pada pemahaman agama saya yaitu ISLAM, kampanye negative bisa dikatakan sebagai GHIBAH, ghibah adalah membicarakan keburukan, kejelekan dan kekurangan orang lain untuk mencari-cari  kesalahanya. Sedangkan kampanye hitam itu adalah FITNAH, dan fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Kedua hal inilah baik ghibah (kampanye negative) dan fitnah (kampanye hitam) sering saya temui di media sosial yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan dan permusuhan di kalangan masyarakat.

Saran saya dari ketiga hal di atas adalah, bagi parpol perbaiki sistem pendidikan politik, yang meliputi materi (menurut saya) hukum perundang-undangan, pemahaman sistem ketatanegaraan Indonesia, hukum administrasi Negara, kepemimpinan yang mencerminkan jati diri Bangsa Indonesia, bahwa kerenya wawasan nusantara. Kedua, penguatan regulasi terkait pemberitaan di media masa (pers) serta sinergitas antara KPI dan KPU. Terakhir adalah pelarangan kampanye negatif dan kampanye hitam. Jangan sampai kita mencontoh pemilu USA yang saling caci antara Clinton dan Trum.

Cukup itu saja, bila ada kesalahan saya mohon maaf, dan bisa gunakan hak tanya, nanti saya gunakan hak jawab, jangan seperti kasus-kasus sekarang. Dikit-dikit pengadilan, kan lagi kampanye penyelesaian perkara di luar pengadilan (non litigasi). Sekali lagi saya mahon maaf bila ada kesalahan, karena yang benar datangnya dari ALLOH SWT. Dan kesalahan datangnya dari saya.


[1] Mahasisa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

[2] Undang-undang No. 2 Tahun 2008 sebagaimana yang telah di rubah oleh Undang-undang No. 2 Tahun 2011 Tentang partai Politik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun