Indonesia merupakan negara yang terkenal akan keberagaman yang dimilikinya baik itu dari segi budaya, suku, agama, ras dan antar golongan. Setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing yang menjadi pembeda dari daerah lainnya. Hal inilah yang menjadi penyebab dari keberagaman yang ada di Indonesia.Â
Sebut saja Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang sangat terkenal bahkan hingga ke luar negeri karena keunikan yang dimiliki. Keunikan tersebut terdiri dari keanekaragaman budaya, tradisi dan karakter penduduknya. Bali terkenal memiliki penduduk yang mayoritas menganut agama Hindu yang tentunya memiliki keunikan tersendiri sehingga menjadi alasan kepopuleran dari pulau ini.
Sila pertama Pancasila sudah menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak hanya pada sila pertama Pancasila, peraturan terkait kepercayaan telah tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pada alinea ke-3.Â
Pasal 29 UUD NRI Tahun 1945 membahas tentang agama yaitu pada ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Berdasarkan atas hal tersebut, penduduk Indonesia diwajibkan untuk mempercayai adanya Tuhan dan menganut satu agama tertentu.Â
Agama Hindu di Bali sebagai salah satu dari sekian agama yang ada di Indonesia tentunya memiliki karakteristiknya sendiri. Umat Hindu mempercayai adanya Ida Sang Hyang Widhi atau Tuhan dalam berbagai manifestasi dan berada di seluruh penjuru.Â
Pemujaan terhadap Tuhan beserta manifestasinya dilakukan dengan menggunakan sarana upakara tertentu yang dilakukan di sebuah tempat suci yang dikenal dengan sebutan Pura.Â
Sarana Upakara yang digunakan dalam persembahyangan pada umumnya terdiri dari bunga, dupa dan air namun dalam beberapa jenis upacara keagamaan biasanya menggunakan sarana yang kompleks disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan. Sebagai tempat suci untuk pemujaan Tuhan, Pura memiliki struktur pembangunannya yang terbagi menjadi 3 area yang disebut dengan Tri Mandala.Â
Tri Mandala terdiri dari dua kata dasar yaitu tri yang artinya tiga dan mandala yang artinya tempat. Tri mandala merupakan konsep pembagian area pura menjadi Utama Mandala (area utama), Madhyama Mandala (area tengah) dan Kanistama Mandala (area luar).Â
Utama Mandala diumpamakan sebagai kepala sering disebut juga dengan jaba pisan merupakan area utama yang paling suci dalam struktur Pura karena terdapat bangunin suci berupa Padmasana, Meru, Gedong dan sebagainnya sesuai dengan Ista Dewata yang dipuja di sana.Â
Madhyama Mandala sebagai area tengah diumpamakan sebagai tubuh dikenal juga dengan sebutan jaba tengah merupakan area yang semi sakral, tempat aktivitas umat dan fasilitas pendukung seperti Bale Kulkul, Bale Gong, Wantilan dan lainnya.Â
Kanistama Mandala diumpamakan sebagai kaki dikenal juga dengan sebutan jeroan merupakan area terluar sebagai pintu masuk pura dari lingkungan luar, biasanya berupa lapangan atau taman yang digunakan untuk pementasan tari ataupun tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan, pencaruan dan lainnya.
Pulau Bali dikenal juga dengan sebutan pulau Seribu Pura atau pulau Dewata karena umat Hindu di Bali meyakini adanya banyak Tuhan dalam bentuk manifestasinya sehingga terdapat banyak Pura yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Masyarakat Hindu di Bali mengenal ada empat jenis pura secara umum, yaitu Pura Kahyangan Jagat, Pura Kahyangan Tiga, Pura Swagina dan Pura Kawitan.Â
Keseluruhan Pura ini dibangun di seluruh bentang alam seperti gunung, sungai, danau, hingga pantai yang telah disucikan melalui upacara penyucian. Setiap jenis dan letak Pura ini memiliki masing-masing Ista Dewata yang dipuja karena umat Hindu mempercayai adanya Tuhan di mana-mana dan dalam berbagai wujud manifestasinya.Â
Pura Kahyangan Jagat merupakan pembagian jenis pura berdasarkan konsep Sanga Mandala atau Dewata Nawa Sanga. Pura ini dikenal juga sebagai sembilan pura utama yang menjadi sthana (tempat) sembilan Dewa Penjaga Arah Mata Angin. Bangunan pura ini tersebar di sembilan arah mata angin di Bali. Tiga dari sembilan pura ini merupakan Pura Kahyangan inti sementara enam pura lainnya disebut dengan Pura Sad Kahyangan, Adapun sembilan Pura Kahyangan Jagat yang ada di Bali antara lain:
Pura Besakih, merupakan pura terbesar sebagai pusat dari seluruh Pura Kahyangan Jagat yang berada arah timur laut Pulau Bali yaitu pada lereng gunung tertinggi di Bali yaitu Gunung Agung Kabupaten Karangasem.Â
Pura Lempuyang Luhur, berada di puncak bukit Lempuyang di Kabupaten Karangasem yang terletak di arah timur Pulau Bali dan menjadi sthana bagi Dewa Iswara.
Pura Andakasa, terletak di arah selatan Pulau Bali tepatnya di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem sebagai lokasi pemujaan Dewa Brahma.
Pura Ulun Danu, berada di bagian utara Pulau Bali tepatnya terletak di tepi Danau Beratan daerah bedugul Kabupaten Tabanan sebagai sthana dari Dewa Wisnu.
Pura Batukaru, terletak di sebelah barat Pulau Bali tepatnya di  yang merupakan sthana bagi Mahadewa.
Pura Goa Lawah, berada di ujung bagian tenggara Pulau Bali tepatnya di Kabupaten Klungkung yang menjadi lokasi pemujaan manifestasi Dewa Maheswara.
Pura Uluwatu, berada di atas bukit kapur Desa Pencatu, Kuta, Kabupaten Badung yang merupakan arah mata angin barat daya dari Pulau Bali dan merupakan sthana bagi Dewa Rudra.
Pura Bukit Pengelengan, berlokasi di dataran tinggi Kecamatan Petang, Kabupaten Buleleng sebelah barat laut Pulau Bali sebagai sthana dari Dewa Sanskara.
Pura Pusering Jagat, yang bertempat di tengah Pulau Bali tepatnya di Kabupaten Gianyar sebagai sthana dari Dewa Siwa.
Pura Sad Kahyangan merupakan pura yang terletak pada enam arah mata angin yang merupakan bagian dari Pura Kahyangan Jagat yang terdiri dari Pura Besakih, Pura Lempuyang Luhur, Pulau Goa Lawah, Pura Uluwatu, Pura Batukaru dan Pura Pusering Jagat.Â
Selain Kahyangan Jagat, dikenal juga Dang Kahyangan Jagat sebagai Pura yang dibangun untuk pemujaan dan penghormatan terhadap guru-guru suci yang disebut dengan Dang guru yang terdiri dari Pura Rambut Siwi, Pura Purancak, Pura Pulaki, Pura Ponjok Batu, Pura Sakenan, Pura Silayukti dan lainnya.Â
Pura Kahyangan Tiga merupakan pembagian pura yang terletak di setiap desa pekraman yang ada di Bali yang terdiri dari tiga pura utama untuk memuja Dewa Tri Murti. Pertama adalah Pura Desa atau dikenal juga dengan Pura Bale Agung sebagai sthana dari Dewa Brahma. Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu. Terakhir adalah Pura Dalem sebagai sthana dan tempat pemujaan Dewa Siwa dengan wujud Dewi Durga.Â
Pura Swagina adalah pembagian jenis pura berdasarkan jenis fungsional yang disatukan oleh kesamaan swagina/swadayanya dalam sistem mata pencaharian umat Hindu.Â
Pura ini terdiri dari Pura Melanting yang terletak di pasar sebagai pemujaan bagi para pedagang, Pura bagi para petani yang umumnya terletak dekat dengan sumber air seperti Pura Ulun Danu, Ulun Siwi, Ulun Carik di subak dan lainnya, Pura Segara atau Pura Pabean untuk para nelayan, Pura Alas Harum bagi para peternak.Â
Pura Kawitan merupakan pura untuk pemujaan roh-roh leluhur pendahulu (Dewa Pitara). Kawitan berasal dari kata 'wit' yang bermakna asal usul atau asal mula manusia sehingga Pura Kawitan merupakan pura bagi umat Hindu yang memiliki kesamaan keluarga atau klan. Pura ini dapat berupa Merajan atau Sanggah Kemulan yang terletak di hulu setiap rumah umat Hindu di Bali yang diusung oleh satu atau lebih keluarga yang mempunyai garis keturunan yang paling dekat.Â
Pura Dadia merupakan pura yang diusung oleh sejumlah keluarga yang masih memiliki satu garis keturunan yang umumnya berada dalam satu desa. Pura Padharman yaitu pura yang lingkupnya lebih besar dari Pura Dadia yang diusung oleh sejumlah keluarga yang masih satu garis keturunan namun telah berpencar ke berbagai desa atau kabupaten yang berbeda.Â
Persembahyangan yang dilakukan di pura tentunya memiliki etika dan aturan-aturan khusus yang harus ditaati. Untuk menjaga kesucian Pura, terdapat beberapa tata cara atau larangan  memasuki pura, antara lain:
Tidak sedang berada dalam kondisi cuntaka seperti baru melahirkan, kematian, datang bulan bagi wanita, bayi yang belum di upacara tiga bulanan dan lain sebagainya.
Bersih secara lahir dan batin. Bersih secara lahir artinya sudah membersihkan diri dengan mandi, berpakaian bersih dan sopan sesuai dengan aturan yang berlaku dimana wanita biasanya menggunakan kebaya, kain, selendang, rambut diikat rapi dan pria biasanya menggunakan baju, kain, saput, dan udeng. Bersih secara batin artinya adalah datang ke pura dengan pikiran yang bersih dan jiwa yang tenang.
Dilarang melakukan hal senonoh, berkelahi, bertengkar, berkata kasar, bergosip, merusak bangunan dan seluruh kegiatan yang tidak baik di kawasan pura.
Menjaga perilaku dan perkataan selama berada di area tempat suci
Mengikuti arahan dan aturan yang berlaku di Pura tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H