Mohon tunggu...
Robertus Dwika Tegar Ardiansah
Robertus Dwika Tegar Ardiansah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seminaris Seminari St. Petrus Canisius, Mertoyudan

"Teko pancal ojo ngasal"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Psikologi Remaja dalam Relasi Interpersonal

24 Februari 2023   08:15 Diperbarui: 24 Februari 2023   08:24 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lantas bagaimana menanggapi kebutuhan remaja pada fase ini? Yang pertama bisa dilakukan adalah merubah atau mengembangkan metode parenting yang baik bagi para orangtua. Orangtua hendaknya mengerti terlebih dahulu kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan anak dalam perkembangnnya. Contoh sederhana yang bisa dilakukan adalah metode Apreciation. Berilah apresiasi kepada anak apabila anak melakukan hal yang baik dan benar. Anak akan merasa dihargai dan diakui apabila orangtua mengapresiasi anaknya. 

Metode teguran juga tidak boleh lepas dari hal ini. Apabila anak melakukan hal yang kurang pas atau salah, bukan berarti anak tersebut salah melulu dalam hidupnya. Perlu ada teguran agar anak tahu mana yang salah dan mana yang benar. Metode ini membantu anak juga dalam memenuhi afeksinya. Apabila anak masih ada yang menegur, anak pasti akan merasa bahwa masih ada yang mau memperhatikan dirinya.

Dua metode diatas bisa menjadi modal dasar orangtua. Saya merasa orangtua haruslah paham dan pasti sudah banyak orangtua yang paham akan hal ini. Metode lainnya adalah metode gathering. Kebutuhan anak adalah didengarkan. Anak butuh teman cerita baik dari sahabatnya atau dari orangtuanya. Efektifnya, anak akan bertemu lebih lama dengan orangtuanya ketimbang dengan sahabatnya. 

Oleh karena itu, berilah waktu bersama antara orangtua dan anak untuk saling bertukar cerita. Metode ini juga akan memberi dampak yang positif yaitu anak akan percaya pada penuh pada orangtuanya. Berilah saran yang cukup jangan terlalu banyak saran, karena anak butuh didengarkan dan mendengarkan. 

Yang tak kalah penting jangan menghakimi anak. Misal, ketika anak cerita bahwa ia merasa jatuh cinta pada lawan jenisnya, jangan langsung dihakimi dengan kata-kata larangan seperti, "Masih kecil tidak boleh pacaran, nanti saja kalau sudah kerja." Lontaran kalimat tersebut akan mematahkan semangat anak. Sekali lagi orangtua hendaknya harus tahu dan paham kebutuhan anak.

Cara terakhir yang bisa ditempuh untuk mengasuh dan mendampingi anak adalah metode kolaborasi. Metode ini bisa diterapkan tidak hanya oleh orangtua saja melainkan tenaga pendidik di sekolah formal maupun non formal. Metode kolaborasi menekankan kepercayaan orangtua atau tanaga pendidik pada anak. Baiknya anak diberi tanggung jawab untuk mengerjakan sesuatu proyek dalam suatu kelompok.

Dari nama metode ini menekankan bahwa anak tidak bekerja sendiri. Anak diberi kepercayaan dalam suatu kelompok. Iklim yang terbangun dalam kelompok yang mampu berkolaborasi akan membantu anak untuk menumbuhkan rasa percayaa antar teman. menumbuhkan rasa simpati bahkan empati dan harapannya berujung pada aksi konkret yang bisa dilakukan. Tiga elemen; olah rasa, olah pikir dan olah kehendak dalam metode ini terintegrasi menjadi satu kesatuan yang holistik.

Jadi, peran orangtua dan komunitas bisa sangat mempengaruhi proses pertumbuh kembangan anak dalam relasi baik intrapersonal maupun interpersonal. Orangtua yang baik adalah orangtua yang understanding pada kebutuhan anak dan paham tindakan yang harus dilakukan. Oleh sebab itu, jangan patah semangat untuk menjadi orangtua yang baik bagi generasi calon penerus bangsa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun