Selama menjadi Gubernur Jateng, dijelek-jelekkan seringkali dialami Ganjar Pranowo. Apalagi soal kasus Wadas. Ada beberapa pihak menuduhkan kepada Gubernur tidak pro rakyat.
Tidak hanya itu, soal banyak hal tentang kebijakan yang selalu dibuatnya, lantas ada saja yang bilang ia pemimpin yang “kemlinthi”. Kemlinthi itu kata lain dari sok-sokan.
Apa sikap Ganjar menanggapi asumsi buruk itu?
“Biasa saja,” begitu kata Ganjar, “Pimpinan itu tempatnya dimarah-marahin. Kalau tidak mau dimarahi jangan jadi pemimpin.”
Ganjar bersikap terbuka dan menerima segala ekpresi perasaan yang diungkapkan warga. Termasuk ungkapan kemarahan. Daripada menanggapi dengan pembenaran, ia lebih memilih mengoreksi diri sendiri.
Ketika dalam posisi marah, seseorang akan membuang segala hal yang rasional. Karena itu Ganjar lebih memilih berkaca menggunakan ilmu Tukul.
Ilmu Tukul itu Ganjar menyebutnya sebagai Tukulisme. Asal-usul logika yang dipakai berasal dari gestur dan pemikiran seorang Tukul Arwana dalam membawakan Talkshow program televisi.
Ketika dijelek-jelekkan dengan apapun tuduhan, yang dilakukan Tukul adalah dengan selalu mengoreksi dirinya sendiri. Justru Tukul menertawakan dirinya sendiri. Artinya apa?
“Nggak usah nyalahin orang dulu,” begitu kata Ganjar.