Mohon tunggu...
Dwiki Reynaldi
Dwiki Reynaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Gadjah Mada

Political Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Bisakah Negara Disebut Teroris? Sebuah Refleksi

15 Agustus 2022   17:00 Diperbarui: 15 Agustus 2022   17:09 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan beberapa penjelasan sebelumnya dapat kita simpulkan bahwa pemaknaan atas terorisme cukup memiliki kompleksitasnya sendiri. Dan hal ini juga berlaku bagi pendefinisan atas state terrorism yang sama sulitnya dengan pendefinisian atas terorisme. Bagi sebagian analis, perilaku represi terhadap warganya sendiri juga merepresentasikan state terrorism. 

Namun agar tidak terjebak pada perdebatan atas pendefinisian tentang state terrorism, penulis meminjam argumentasinya Andrew Silke bahwa state terrorism berkaitan erat dengan kekerasan (Silke, 2018). Kekerasan bisa jadi indikator untuk menentukan tindakan tertentu sebagai state terrorism atau bukan. 

Untuk pembahasan terkait kekerasan ini akan dibahas lebih dalam di bagian selanjutnya. Namun singkatnya state terrorism ialah tindakan terorisme yang dilakukan oleh aktor negara (Aliozi, 2007).

Alizoi menambahkan bahwa seorang pejuang kemerdekaan melakukan tindakan terorisme justru karena dipicu oleh tindakan terorisme negara atau state terrorism itu sendiri sebagai bentuk "actus reus" atau tindakan reaktif alami. Hal ini juga menunjukan bahwa terrorism, counterterrorism, dan state terrorism merupakan hal yang harus dilihat secara beriringan.

Kemudian kapan counterterrorism menjadi state terrorism? Jawabannya ialah ketika adanya penggunaan targeted killings dan counterterrorism termanifestasi dalam peningkatan pendekatan militeristik dalam penyelesaian masalahnya (Silke, 2018).

Salah satu contohnya ialah Amerika pasca 9/11, dimana Amerika menjaga counterterrorism domestik dengan pendekatan peradilan pidana, namun counterterrorism internasionalnya menggunakan pendekatan militeristik. Hal tersebut bagi Silke sudah termasuk bentuk state terrorism. Lantas, apakah bisa negara menjadi teroris? Merujuk berbagai penjelasan sebelumnya yang coba dibangun penulis, jawabannya ialah negara bisa menjadi teroris.

Monopoli dan Praktik Kekerasan Negara, Bolehkah?

Pertanyaan mengenai bisakah negara menjadi teroris, berawal dari fakta bahwa kekerasan negara lebih besar dan lebih massif dibandingkan dengan kekerasan non-negara. Dan yang menjadi kebingungan selanjutnya ialah mengapa yang menjadi target perlawanan justru aktor non-negara. Kekaburan cara pandang ini salah satunya disebabkan oleh temuan bahwa state terrorism sebagian besar hilang sebagai subjek literature terorisme.

Isu terkait state terrorism seolah menjadi hantu ditengah hiruk pikuk penanganan 'terorisme'. Padahal garis hantunya masih bisa dideteksi. Misalnya, dari penggunaan istilah "terror" yang erat kaitannya dengan kekerasan negara. Oleh karena itu terorisme sebenarnya memiliki "gema kekerasan negara". Walaupun secara dominan lebih diasosiasikan pada aktor non-negara.

Salah satu diktum yang mencoba menggugat kondisi tersebut ialah klaim Ruth Blakeley bahwa "state violence as state terrorism" (Blakeley, 2012).           Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ciri khas state terrorism yang membedakannya dengan bentuk kekerasan negara lainnya ialah bahwa ia melibatkan penargetan illegal terhadap individu yang seharusnya dilindungi oleh negara dengan tujuan menyebar rasa takut diluar sasaran.

Asumsi atas monopoli kekerasan negara berbeda dengan kekerasan aktor non-negara. Kekerasan negara seringkali dianggap sebagai hal yang sah, dan kekerasan non-negara sebagai hal yang tidak sah. Dan ketidaksah-an ini yang akhirnya dilabeli sebagai tindakan terorisme. Hal ini bisa dilacak dari asumsi Weberian tentang negara, bahwa negara adalah satu-satunya institusi yang sah memonopoli kekerasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun