Mohon tunggu...
Dwiki Muhammad Iman
Dwiki Muhammad Iman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka dengan dunia fotografi dan videografi awalnya sih gabut tapi lama kelamaan jadi candu juga hehehe

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adanya Pemberontakan Warga Pulau Rempang

2 Oktober 2023   05:05 Diperbarui: 2 Oktober 2023   07:27 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Pulau Rempang termasuk kategori pulau kecil berdasarkan definisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil. Pulau Rempang juga masuk kawasan hutan konservasi taman buru. Penduduk Rempang berjumlah 7.500 hingga 10 ribu jiwa dengan mayoritas mata adalah nelayan dan pelaut. Pulau Rempang menjadi perhatian publik karena warga menjadi sasaran penggusuran untuk tujuan pembangunan proyek Rempang Eco City oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG). Lantas, di mana letak Pulau Rempang, seberapa luas wilayahnya, dan milik siapa? pasti beberapa orang masih asing dengan pulau yang satu ini ya?


 Pencanangan proyek pembangunan Rempang Eco City yang telah direncanakan sejak 2004 silam masih menuai penolakan dari warga Rempang. Terakhir, warga terlibat bentrok dengan petugas gabungan pada 7 September 2023 kemarin setelah petugas berusaha masuk kawasan untuk memasang patok dan melakukan pengukuran. Pulau Rempang sendiri direncanakan akan dibangun menjadi kawasan industri, jasa, dan pariwisata yang diharapkan mampu menarik investasi hingga Rp381 triliun pada tahun 2080 mendatang. Setelah menuai banyak penolakan dari warga setempat, akhirnya pihak BP Batam dan MEG disebut akan mencari solusi yang terbaik untuk semua pihak.

 Namun solusi apa masih dari pemerintah? apakah ada solusi yang efektif? faktanya masih beberapa solusi dari pemerintah masih dinilai kurang efektif bagi masyarakat. Seharusnya solusi yang tepat adalah bagaimana solusi tersebut tidak mementingkan beberapa pihak saja tapi juga menguntungkan masyarakat juga, karena masyarakat sekitar juga butuh keadilan sama yang sama tanpa menguntungkan beberapa pihak saja

 Ketika solusi tersebut dirasa kurang menguntungkan bagi masyarakat sekitar, pasti ada pemberontakan bukan karena apa melainkan mereka menyampaikan sebuah aspirasi. Mereka menolak adanya relokasi lahan adanya kegiatan pembangunan infrastruktur 

 Masyarakat sekitar proyek yang akan dibangun dalam Rempang Eco City warga juga menyatakan sikap menolak kegiatan Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen AMDAL Kawasan Rempang Eco City ini.

 Diketahui, warga Rempang, Kepulauan Riau terancam harus meninggalkan tempat tinggalnya karena akan ada pembangunan PSN Eco City.

 Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) itu akan menggunakan lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luasan Pulau Rempang 16.500 hektare untuk proyek tersebut.

 Ribuan warga itu tak terima harus angkat kaki dari tanah yang sudah ditinggali sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Bentrok pun tak terelakkan. Pada 7 dan 11 September 2023, bentrokan sempat pecah.

"Kalau mereka (warga) tidak bersedia juga, tentunya itu bagian hak dasar mereka untuk mempertahankan tanah mereka," kata Johanes ketika dihubungi, Sabtu, 30 September hari ini. Secara umum, kata dia, Ombudsman masih melakukan monitoring terhadap siaran pers mereka kemarin.

 Sebelumnya, Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, persoalan tanggal pengosongan Pulau Rempang sudah menjadi pembicaran sejak awal. Hal itu disampaikannya saat konferensi pers setelah melaksakan rapat koordinasi percepatan pengembangan investasi ramah lingkungan Pulau Rempang di Hotel Marriott Batam, Ahad 17 September kemarin.

"Insyaallah (pengosongan tanggal 28 dikosongkan) kita melihat perkembangan, dan kita sedang berbicara (sekarang), bukan persoalan tanggal, itu memang sudah diputuskan di awal tapi yang terpenting ialah cara-cara komunikasi yang baik," kata Bahlil saat ditanyai soal rencana pengosongan pada 28 September tersebut.

 Secara terpisah, Kepala BP Batam, Muhammad Rudy, mengatakan hal serupa. Tim pendataan BP Batam, imbuhnya, masih berfokus pada sosialisasi hak-hak masyarakat yang bakal direlokasi.

 Apakah ini sudah dinilai efektif? apakah masih ada pemberontakan dari warga sekitar? ini masih belum ada keterangan yang jelas.

 Jika masih dirasa kurang efektif maka masyarakat terus melakukan aksi pemberontakan maka dari itu perlu adanya kebijakan atau solusi dari pemerintah terkait adanya konflik yang terjadi sekarang ini. 

 Pemerintah pusat dan daerah harus memikirkan kembali solusi lain, untuk merelokasi warga. Karena, masyarakat telah menolak opsi yang telah ditawarkan. Oleh karena itu, Ombudsman berharap dihentikan dulu upaya relokasi untuk menjaga suasana kondusif disana," katanya, (11/9).

 

Lanjutnya, pemerintah dalam rencana mengembangkan Pulau Rempang untuk menjadi proyek kawasan eco city dengan investasi yang sangat besar, diharapkan berdampak ekonomi positif bagi wilayah sekitar.

Untuk itu, seharusnya lebih bijak, dan berkeadilan dalam merelokasi masyarakat Rempang, dan mempertimbangkan serta mempertahankan kehidupan sosial, budaya masyarakat disana.

"Pemerintah harus bijak dan berkeadilan dalam merelokasi masyarakat Rempang yang diklaim berjumlah berjumlah 10 ribu jiwa berdiam diatas 16 kampung tua yang telah dihuni turun temurun bahkan sejak tahun 1834," jelasnya.

"Warga Rempang merasa tidak nyaman dan tak dapat hidup tenang, sejak adanya informasi pemerintah akan merelokasi kampung leluhurhya. Sehingga melakukan penjagaan siang malam, untuk mencegah tim yang akan mengukur lahan dan bertekad akan mempertahankannya dengan segala upaya," jelasnya lagi.


 

Sambungnya, masyarakat telah menyampaikan bahwa tidak menolak rencana pemerintah untuk mendatangkan investor  berinvestasi di Rempang, asalkan kampung/tempat tinggal tidak digusur.

 

Ombudsman menilai pemerintah belum memaksimalkan upaya dialog, ataupun musyawarah dengan masyarakat, dan sebaiknya tidak memaksakan relokasi sebelum menempuh dialog tersebut secara semaksimal mungkin.

 

"Pemerintah belum melakukan upaya musyawarah yang maksimal, benar bahwa telah dilakukan sejumlah pertemuan dan sosialisasi namun hal itu tidak serta merta melegalisasi pemaksaan relokasi yang masih ditolak masyarakat," katanya.

 

"Informasi relokasi ini baru tersiar, setelah dibentuknya tim percepatan pengembangan investasi ramah lingkungan (green investment) dikawasan Rempang kota Batam, Provinsi Kepulauaan Riau, melalui Keputusan Menteri Investasi/Kepala BKKPM Nomor 174 Tahun 2023 tanggal 13 Juli 2023 lalu," katanya lagi.

 

Namanya investasi ramah lingkungan, maka sepatutnya juga cara pemerintah akan merelokasi masyarakat Rempang juga harus ramah. Masyarakat disana sudah turun temurun berdiam disana masak dalam jangka waktu singkat tidak sampai dua bulan mereka harus dipaksa direlokasi.

 

"Pulau Rempang dan Galang selama ini berstatus quo belum pernah diterbitkan HPL. Ombudsman berharap agar pemerintah melakukan langkah-langlah persuasif bukan represif untuk membahas resolusi yang berkeadilan kepada masyarakat disana. Tidak seharusnya masyarakat diintimidasi sehingga tidak merasa nyaman beraktifitas," terangnya.

 

"Kepada masyarakat agar tetap merespon upaya dialog dengan pemerintah untuk membicarakan resolusi dan tidak melakukan pergerakan yang anarkis dengan tetap menjaga kondusifitas," tutup Kepala Perwakilan ORI Kepri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun