Mohon tunggu...
Dwiki FaizSarvianto
Dwiki FaizSarvianto Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Pedesaan FEMA IPB 2019. 22 Tahun.

Fenomena sosial harus terbentuk secara lebih adil.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hari Tani dalam Belenggu Rezim Oportunis

24 September 2019   19:24 Diperbarui: 24 September 2019   19:33 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harusnya prioritaskan itu Pak ! Bukan memprioritaskan sesuatu yang mudah dimengerti bagi rakyat untuk memuluskan kekuasaannya di Parlemen atau Istana Rakyat Pak ! Kami intelektual tak bisa dikibuli !

Konflik nelayan tak jauh seksinya dengan konflik agraria walau tak berhembus kencang. Bagi kalangan akademisi hal ini menarik untuk dibicarakan, sebagai kasus kedua ini, nelayan perlu diperhatikan bila bicara dengan relasi sosialnya. Tak salah memang, pemerintah dalam agenda kemaritiman sudah berpihak dan menyerang bila ada pelaut asing yang mencari makan di daerah tangkapan masyarakat. 

Namun lagi-lagi, bagaimana yang mencari makan di daerah tangkapan masyarakat lokal adalah masyarakat daerah lain, hal ini bisa memicu konflik bukan ? Perbedaan alat tangkap dan gap kelas antara buruh nelayan dan pemilik hingga kini menjadi pusat perhatian bagi sosiolog untuk melihat relasinya yang seolah-olah tak tertebak, alias rentan konflik. 

Mungkin tak terhitung kasusnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI karena seolah olah buruh pun menunjukkan tak ada prasangka buruk pada pemiliknya, namun tetaplah waspada negara ! Nelayan itu juga aset kita ! Pesimistik saya kini; negara berani melawan perusahaan kecil punya asing, namun tak mampu melawan perusahaan besar negerinya maupun yang asing ! Miris. 

Disamping konflik yang terjadi, sebagai pekerjanya pun (sebagai kasus ketiga), upah buruh tani sawah masih jauh dari kata cukup. Jelas masih jauh dari kata cukup ! Badan Pusat Statistik baru saja merilis upah buruh tani nasional naik 0,22 persen; tadinya 54.237/ hari di Bulan Juli 2019, kini 54.354/ hari untuk kebutuhan pendidikan, modal, hutang, kontrak rumah, bahkan kredit bila ada, memang tak sejahtera petani Indonesia. Omongan gelontoran bantuan terus digaungkan, namun yang terjadi tetap saja belum sejahtera petani kita Bung ! Menurut BPS pun, masyarakat paling miskin ialah petani, harus dibenahi hal ini. 

Perkiraan Permainan Negara dan Sedikit Solusi

Sudah cukup nampaknya untuk ketiga kasus di atas dipaparkan, tak banyak tenaga untuk mengeluarkan kegelisahan pada agraria Indonesia di sini. Pemerintah, khususnya Presiden beserta partainya memang tak dibebani oleh politik lagi karena dirinya tak bisa maju di 2024. Namun, kebijakannya akan terus berlangsung seiring adanya kelompok-kelompok  partainya. Tak hanya partainya saja, bagi saya semua partai sama saja, bila sudah kecemplung dalam permainan uang ala-ala rintenir kejam itu sama; sama-sama tidak berpihak pada masyarakat. 

Di Hari Tani ini, sedikit solusi yang tepat, bila bicara akses dan kontrol, pastikan berpihak lah kedua itu untuk rakyat, maka hasilnya akan memperpanjang kualitas hidup dan memandirikan masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun