Mohon tunggu...
Dwiki FaizSarvianto
Dwiki FaizSarvianto Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Pedesaan FEMA IPB 2019. 22 Tahun.

Fenomena sosial harus terbentuk secara lebih adil.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hari Tani dalam Belenggu Rezim Oportunis

24 September 2019   19:24 Diperbarui: 24 September 2019   19:33 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kerumitan

Hari Tani yang jatuh pada hari Selasa, 24 September 2019 seharusnya menjadi ajang pembuktian bagi pemerintah pada agenda reforma agrarianya selama ini. Namun sangat disayangkan, kondisi tersebut hingga opini ini ditulis, hal itu tak terjadi. 

Pemerintah berkutat dengan DPR seolah memainkan RUU yang merugikan masyarakat maupun lembaga KPK. Mulai dari RUU Revisi KPK, RKUHP, RUU Pertanahan, RUU PKS, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pemasyarakatan, RUU Minerba, semua menggeluti alur birokrasi Senayan-Istana. 

Wajar saja hal tersebut membuat mahasiswa seluruh Indonesia geram, negara sebagai sosok otoritas dominan dianggap akan membuat kesalahan yang fatal. Namun, sebelum RUU dituangkan ke DPR, 

Sebenarnya peran Presiden selaku pemimpin tertinggi negeri ini kemana ? Apakah melimpahkan ke DPR karena sudah terjadi lobi-lobi politik saling menguntungkan bagi keduanya ? Ataukah pemerintah dan DPR sama-sama tidak mensahkannya RUU tersebut pada Hari Tani ini, tetapi dikemudian hari baru disahkan ? Perlu diwaspadai kemelut ini. 

Memaknai Hari Tani

Alangkah baiknya bila reforma agraria menjadi agenda terpenting tepat di Hari Tani ini. Akan tetapi tak bisa dipungkiri, realita permasalahan yang kompleks mendorong suatu gerakan untuk mendobrak kegobrokan sistem negara. 

Bicara tentang agraria, agenda Presiden tak mampu menjawab seutuhnya, hal ini masih menyebabkan kesejahteraan semu dimana-mana (saya batasi pembicaraan tentang struktur dan konflik). 

Kasus satu; pembagian sertifikat tanah gratis yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) tak sebanding dengan pemberdayaan masyarakat yang mandiri. Sertifikat tersebut setelah diberikan tak diawasi pemerintah secara serius, hingga masyarakat pun mampu menjual atau menjadikan sertifikat tersebut sebagai jaminan kredit untuk kebutuhannya. 

Kecerobohan dalam kasus merupakan contoh kecil yang harusnya pemerintah berparadigma people centre development, kini masih stagnan di product centre development. Celakanya, pemerintah pun menargetkan hingga pada akhir tahun 2019, dirinya harus mampu membagi 11 juta sertifikat tanah gratis ke masyarakat. 

Padahal, di lokasi-lokasi lain masih terdapat tumpang tindih klaim lahan dengan akibat banyaknya konflik lahan yang terjadi (Tahun 2018, menurut KPA luasan konflik seluas 807,17 ribu Ha = yang terlapor !). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun