Mohon tunggu...
Dwiki Setiyawan
Dwiki Setiyawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

#Blogger #Solo #Jakarta | Penyuka #Traveling #Sastra & #Politik Indonesia| Penggiat #MediaSosial; #EventOrganizer; #SEO; http://dwikisetiyawan.wordpress.com https://www.facebook.com/dwiki.setiyawan http://twitter.com/dwikis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sebuah Karya Seni: Cerpen Anton Chekhov

9 April 2011   01:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:59 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Apa kabar? Baik-baik saja kan?”

Sasha mengerjap-erjapkan matanya, meletakkan tangannya pada dada dan dengan suara bergetar penuh emosi ia berkata, “Ibu titip salam, Dok, dan saya disuruh menyampaikan rasa terima kasihnya… saya anak tunggal ibu dan dokter telah menyelamatkan nyawa saya –mengobati saya dari penyakit yang berbahaya… dan ibu dan saya sebenarnya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada dokter.”

“Sudahlah, Nak,” potong dokter itu, tersenyum gembira. “Siapa pun akan berbuat serupa dalam keadaan demikian.”

“Saya, tentu saja tak mampu membayar ongkos pengobatan dokter… dan kami merasa sangat tidak enak memikirkan hal itu, Dok. Tapi biar bagaimanapun, kami --ibu dan saya, yah, satu-satunya yang dimilikinya di dunia ini—sangat bermohon sudilah kiranya dokter menerima ini sebagai sekedar imbalan bagi budi baik dokter… barang ini, yang… ini sungguh patung perunggu yang amat berharga. Betul-betul sebuah karya seni yang indah.”

“Tidak, sungguh,” kata dokter itu mengernyitkan dahi. “Tak mungkin aku bisa menerimanya.”

“Ya, ya, dokter harus menerimanya,” Sasha bersungut-sungut sementara ia membuka bungkusan itu.

“Kalau dokter menolak, kami akan sangat terhina, ibu dan saya… ini sungguh barang yang indah… Sebuah patung perunggu antik… Barang ini kami miliki sejak ayah meninggal dan kami menyimpannya sebagai barang kenangan yang berharga… Ayah memang biasa membeli barang-barang antik dan menyimpannya sebagai barang koleksi seni. Sekarang inu dan saya sudah punya usaha lain….”

Selesai membuka bungkusan itu Sasha dengan bangga menaruhnya di atas meja. Berbentuk tempat lilin yang indah mungil terbuat dari perunggu. Di atasnya terdapat dua patung perempuan dalam keadaan alami dan dalam sikap yang saya tak berani untuk melukiskannya. Kedua pigur itu tersenyum dengan lirikan mata yang merangsang. Pendek kata rupanya dimaksudkan bukan sekedar untuk menghias tempat lilin itu tetapi lebih lagi kedua patung itu bisa-bisa melompat dari tempatnya kemudian menjadikan kamar itu sebagai sebuah pemandangan yang menggoda pikiran untuk mengkhayalkan yang bukan-bukan. Para pembaca yang budiman mungkin saja akan dibuat merah mukanya oleh patung itu.

Setelah lama memperhatikan kehadiran tempat lilin berpatung dua gadis telanjang itu, dokter itu perlahan-lahan menggaruk-garuk bagian belakang telinganya, menelan air liur dan mendengus dengan kacau.

“Ya, memang betul-betul barang yang indah,” ia bergumam, “tapi, yah, bagaimana pula aku harus menyimpannya…? Bagaimana pun orang tak bisa sepenuhnya menganggapnya ini sebagai barang yang menerbitkan selera. Maksudku sesuatu yang telanjang, namun yang ini sih sudah benar-benar terlalu… hmmmm.”

“Apa maksud Dokter, terlalu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun