***
Naik kereta di lokomotif, sesungguhnya bagi orang yang suka berpetualang lebih banyak sukanya ketimbang dukanya. Suka yang pertama telah saya singgung di muka: irit. Suka yang kedua, dapat makan dan minum gratis. Sebelum kereta api berangkat, pramusaji restorasi kereta api telah membekali masinis sebuah box plastik cukup besar berisi nasi dan lauk pauknya, air putih dan satu termos besar berisi kopi panas. Bekal itu tidak mungkin dihabiskan oleh sang masinis, karenanya dbagi pada "penumpang gelap" seperti saya itu.
Sedangkan sukanya yang lain, bisa melihat panorama luar dengan sangat menajubkan. Contohnya, jelang memasuki Stasiun Jatinegara, laju kereta api melambat. Sebab di kanan-kiri rel terbentang suasana remang-remang tingkah laku pelacur-pelacur kelas pinggiran. Transaksi sex terjadi sambil duduk-duduk di bantalan rel, dan mereka akan menyingkir begitu tersorot lampu depan kereta api. Boleh percaya atau tidak, tempat untuk melakukan adegan mesum itu ya di pinggiran rel. Cukup gelap dan hanya beralaskan tikar butut atau lembaran-lembaran koran. Sayangnya saya belum pernah melihat adegan-adegan mesum itu dari dalam lokomotif.
Selain itu, perasaan takjub juga terjadi manakala kereta api akan memasuki sebuah terowongan. Seakan-akan, kita yang berada di lokomotif akan menabrak terowongan saja ....
Dari pengalaman menjadi penumpang gelap di lokomotif tersebut, saya jadi hapal nama-nama stasiun (besar atau kecil) yang membentang sejak Gambir Jakarta hingga Tugu Yogyakarta. Termasuk juga tahu sistem persinyalan kereta api di Indonesia.
Anda mau mencoba? Apabila tidak "kepepet" seperti saya hampir 10 tahun silam, sebaiknya jangan mencoba. Kecuali anda punya nyali dan berjiwa petualang....
(DSK: Dwiki Setiyawan Kompasiana)
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H