Mohon tunggu...
Dwi Rahayu
Dwi Rahayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Polemik Utang Negara

27 Maret 2018   20:21 Diperbarui: 27 Maret 2018   20:34 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada akhir Januari 2018 Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai USD 357,5 miliar atau Rp 5.107,14 triliun. Dari angka tersebut terdapat utang pemerintah dan Bank Sentral sebesar USD 183,4 miliar, serta utang swasta sebesar USD 174,2 miliar. Hal ini seperti diliris Merdeka.com (15/03/2018) berdasarkan data pemerintah.

Utang Luar Negeri Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dimulai dari masa pemerintahan Soekarno yang mendapat warisan utang dari Hindia Belanda, ditambah utang dari pemerintahannya sendiri. Meningkat pada pemerintahan selanjutnya hingga saat ini, yang tembus 5 triliun rupiah lebih.

Bagi negara berkembang, mengejar ketertinggalan dengan negara-negara maju menjadi suatu keniscayaan. Namun rencana-rencana pembangunan yang disusun pemerintah seringkali bertabrakan dengan modal. Sehingga negara berusaha mendapatkan pinjaman modal dari negara-negara maju. Akibatnya ULN makin hari makin menumpuk, ditambah lagi jenis pinjaman tersebut merupakan pinjaman berbunga.

Ekonomi Islam Solusinya

Persoalan utang luar negeri tidak pernah bisa lepas dari urusan bunga. Hal ini yang menjadikan negara yang berhutang (Indonesia) semakin terjerat dengan negara lain. Kemandirian bangsa tergadaikan, akibat kebijakan-kebijakan yang diberlakukan negara penguutang sebagai kompensasi dari pinjaman yang diberikan. Padahal Allah swt telah mengingatkan dalam Al Qur'an:

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan ( meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al Baqarah: 278-279)    

Disisi lain, ULN dapat menyebabkan negara-negara penjajah mengeksploitasi, mendominasi dan menguasai negeri muslimin. Baik dari sisi sumber daya alam amupun sumber daya manusianya. Islam tidak menganjurkan bagi negeri-negeri muslim untuk mengambil pinjaman luar negeri khususnya dari negara-negara kafir. Selain karena riba yang semakin bertambah, juga menyebabkan hilangnya kemandirian bangsa. Segala kebijakan harus diambil berdasarkan negara pengutang yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat.

Islam memandang bahwa dalam sistem ekonomi terdiri persoalan produksi, distribusi dan konsumsi. Dalam hal produksi baik barang maupun jasa, ini berkaitan dengan sistem kepemilikan. Baik kepemilikan negara, umum, maupun individu.

Kepemilikan negara

Harta milik negara adalah harta yang merupakan hak begi seluruh kaum muslimin yang mana wewenang pengelolaannya diserahkan kepada negara. Yang termasuk harta negara antara lain adalah: Fai, kharja, Jizyah, humus, dll.

Kepemilikan umum

Kepemilikan umum adalah izin syar'i kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang dimaksud dalam kepemilikan umum yang dinyatakan syari' ada 3 macam, yaitu: pertama, fasilitas umum yang apabila tidak ada di suatu negeri dapat menyebabkan sengketa dalam mencarinya. Contohnya apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum.

Sabda Nabi Muhammad saw: "Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang, dana api (energi)." (HR. Abu Dawud).

Kedua bahan tambang yang tidak terbatas, seperti emas, uranium, nikel, tembaga, timah, tambang garam yang tidak pernah habis, dll. Ketiga benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi hanya dimiliki individu, seperti jalan umum, bandara, pelabuhan, dll.  

Kepemilikan individu

Kepemilikan individu adalah hokum syara' yang berlaku bagi zat atupun kegunaan tertentu, yang memungkinkan siapa saja bisa mendapatkannya dengan kompensasi untuk memanfaatkan barang tersebut. Contoh, rumah, motor, mesin jahit, dll.

Sedangkan sistem distribusi, Islam memandang bahwa pendistribusian harta berhubungan dengan perdagangan, pertanian maupun industri, terkait dengan hukum-hukum pertanahan, jual beli dan tentang ajir mustajir. Selain itu negara juga akan mengontrol distribusi harta non ekonomi dalam bentuk infaq maupun zakat yang sudah jelas peruntukannya. Sementara untuk sistem konsumsi, hal ini berkaitan dengan pembelanjaan harta. Ketika seseorang memiliki harta maka seseorang tersebut memiliki harta untuk dimanfaatkan. Sehingga dia terikat dengan hukum-hukum syara'.

Dengan demikian, jelaslah bahwa Islam memiliki konsep ekonomi yang mudah diterapkan dan mampu untuk mensejahterakan rakyatnya. Jika semua kekayaan alam yang dimiliki dikelola dengan baik dan didistribusikan sesuai hukum syara', maka negara tidak perlu lagi mengambil pinjaman dari negara-negara kafir yang menjerat dengan bunga tinggi.

Saatnya membuang jauh-jauh sistem ekonomi liberal dan menggantikannya dengan ekonomi Islam yang bersumber dari sang Pencipta manusia. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun