Mohon tunggu...
Dwi Elyono
Dwi Elyono Mohon Tunggu... Freelancer - Penerjemah

Suka menjaga Lawu Email: dwi.elyono@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Orang-Orang Gundul Penjual Onde-Onde

13 Februari 2023   01:19 Diperbarui: 13 Februari 2023   12:53 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali membayar belanjaan di toko Asia Dickson, ibu penjual orang Vietnam itu selalu menawarkan onde-onde yang ditata rapi di meja kasir, "Do you want some onde-onde?"

"No."

"Not today? Okay."

Setiap kali bekerja di Dickson Shops pagi-pagi, aku selalu melihat mereka, orang-orang gundul. Berjalan ringan dan cepat, mereka menelusuri lorong-lorong pertokoan membawa keranjang plastik yang berisi onde-onde, kue bundar bertabur wijen.

Mereka tidak banyak bicara, tapi murah senyum.

Orang-orang gundul membawa onde-onde.

Pernah kutanya seorang dari mereka sewaktu mereka beristirahat di dekat toilet yang sedang kubersihkan, "Where are you from?"

"Thailand."

'Where do you live?"

"Lyneham."

Koki restoran sebelah, pak tua orang Cina Malaysia itu, melepas sepatu bootnya yang kebesaran, "Orang-orang gundul ini selalu bangun pagi sebelum semua orang lain bangun. Mereka mengeluarkan tepung ketan, wijen, minyak goreng."

"Untuk membuat onde-onde?"

"Juga tatakan kayu, garam, gula."

"Kamu kok tahu, Chang?"

"Aku dulu di sana. Pertama kali masuk Canberra, aku menumpang di tempat mereka. Kehabisan uang. Lapar. Untung ada mereka. Mereka haluskan kacang ijo yang telah mereka rendam semalam. Mereka adon tepung ketan hingga pulen. Mereka bekerja dalam hening. Hanya suara tatakan kayu tertimpa adonan ketan yang terdengar. Tahu-tahu onde-onde sudah bertumpuk-tumpuk mengisi keranjang."

"Sorry, Bro, I've got to go back to the toilet. My supervisor's coming."

Orang-orang gundul itu tiba-tiba beranjak pergi, mengucap ramah, "Nice to meet you. Sorry, but we should go to Fyshwick now."

"Mereka belanja apa-apa mesti ke Fyshwick, karena di sana murah-murah. Supervisormu gak jadi ke sini."

"Agar bisa dapat laba lebih banyak?"

"Betul. Dan semakin banyak laba yang mereka dapatkan, semakin besar yang mereka sumbangkan."

"Menyumbang siapa?"

"Siapa saja, yang membutuhkan."

"Mereka berjalan kaki ke sini, ke Civic, ke Turner. Bahkan ke Woden dan Belconnen untuk menyebarkan onde-onde ke toko-toko Asia, dan mengambil uang hasil penjualannya setiap sore."

"Aku belum paham."

"Uang hasil penjualan, mereka ambil secukupnya untuk makan. Sebagian mereka gunakan untuk membeli bahan-bahan untuk membuat onde-onde keesokan harinya. Dan sisanya, semuanya, mereka sumbangkan."

"Onde-ondenya enak?"

"Enak. Enak sekali. Aku koki senior, koki top dari Selangor, tapi tidak bisa mengalahkan kehebatan mereka dalam membuat onde-onde. Onde-onde buatan mereka kulitnya lembut. Kacang ijo isinya lumer. Wijennya gurih harum. Onde-onde buatanku, keras kulitnya. Gosong wijennya. Eh, kamu mau ke mana!"

"Ke toko Asia. Cari onde-onde!"

Kisah ini terinspirasi oleh sebuah percakapan dengan sebuah keluarga yang sangat saya hormati, keluarga Bapak Anton Lucas dan Ibu Sri Kadarsih, di Omah Permadi, Jogja.

Minggu, 12 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun