Awal Mula Masuknya Islam ke NusantaraÂ
Kedatangan Islam ke Nusantara dimulai sekitar abad ke-7 hingga ke-15 M melalui interaksi pedagang Muslim dengan masyarakat lokal di pelabuhan-pelabuhan utama seperti Aceh dan Malacca. Pedagang dari Arab, Persia, dan India memperkenalkan ajaran Islam, yang semakin kuat dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 sebagai pusat penyebaran Islam. Ulama yang mendirikan pesantren juga berperan dalam mengajarkan ajaran Islam dan mengintegrasikannya dengan tradisi lokal. Proses ini berlangsung secara bertahap, membawa perubahan signifikan dalam struktur sosial dan budaya masyarakat di Indonesia.
Sejarah Masuknya Islam Ke Tasik
Penyebaran Islam di Pamijahan dipelopori oleh Syekh Abdul Muhyi, yang lahir di Mataram pada tahun 1650 M/1071 H. Ibunya, Nyai R. Ajeng Tanganjiah, merupakan keturunan Sayyid Husain Ibn Ali Ibn Thalib dan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah SAW. Dalam bukunya yang berjudul "Menyingkap Tabir Rahasia Spiritual Syaikh Abdul Muhyi", Wildan Yahya menyebutkan bahwa ia berasal dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Sembah Lebe Wartakusumah, merupakan keturunan raja Galuh (Pajajaran). Selama hidupnya, ia sempat singgah di Mataram, Nusa Tenggara Barat, namun tidak lama setelah itu ia dibesarkan di tanah Ampel Gresik bersama keluarganya.
Menurut Yahya, keputusan untuk memindahkan Muhyi ke tanah Ampel merupakan saran dari kedua orang tuanya agar ia bisa belajar agama Islam kepada para ulama setempat. Ketika berusia 19 tahun, sekitar tahun 1090-1098 H/1669-1677 M, Muhyi melanjutkan studinya di Nanggroe Aceh Darussalam. Di sana, ia belajar langsung dari Syaikh Abdul Rauf As-Sinkili bin Abdul Jabbar, yang dikenal sebagai seorang sufi dan mursyid Tariqat Syattariyah. John L. Esposito dalam Ensiklopedia Islam Modern mencatat bahwa tariqat ini berasal dari aliran sufi Taifuriyah, yang dihubungkan dengan Muhammad Arif Taifuri, guru spiritual Abdullah Syattari, serta Bisthamiyah, yang dipimpin oleh Abu Yazid al-Bishtami, seorang mahaguru para sufi, dan Isyqiyyah.
Penyebaran Islam di Pamijahan dimulai oleh Syekh Abdul Muhyi, yang diberikan tugas oleh gurunya untuk mencari gua dan menetap di sana. Berbagai literatur mencatat bahwa sejarah penyebaran Islam oleh Syekh Abdul Muhyi di Tasikmalaya bermula ketika ia berusia sekitar 27 tahun. Pada saat itu, ia bersama teman-teman pondoknya dibawa oleh gurunya, Syekh Abdul Rauf bin Abdul Jabar, untuk menunaikan ibadah haji. Di Baitullah, gurunya menerima ilham yang menyatakan bahwa salah satu santrinya akan mendapatkan pangkat kewalian. Dalam ilham tersebut, dinyatakan bahwa jika sudah muncul tanda-tanda, Syekh Abdul Rauf harus menginstruksikan santrinya untuk pulang dan mencari gua di Jawa bagian barat untuk dijadikan tempat tinggal. Suatu ketika, sekitar waktu Ashar di Masjidil Haram, tiba-tiba muncul cahaya yang langsung mengarah kepada Syekh Abdul Muhyi, dan hal itu dianggap oleh gurunya sebagai tanda yang dimaksud.
Setelah kejadian tersebut, Syekh Abdul Rauf membawa Syekh Abdul Muhyi dan teman-temannya pulang ke Kuala (Aceh) pada tahun 1677 M. Di Kuala, Syekh Abdul Muhyi diminta untuk meminta restu dari orang tuanya sebelum menjalankan tugas mencari gua. Ia juga dinikahkan dengan Ayu Bakta, putri Sembah Dalem Sacaparana. Setelah menikah, ia berangkat ke barat dan tiba di Darmo Kuningan, di mana ia menetap selama tujuh tahun (1678-1685 M) atas permintaan penduduk setempat. Kabar tentang keberadaannya sampai kepada orang tuanya, yang kemudian menyusul dan turut menetap di sana.
Selain membina penduduk, Syekh Abdul Muhyi berusaha mencari gua yang diperintahkan oleh gurunya dengan menanam padi beberapa kali, namun hasilnya selalu melimpah, bertentangan dengan harapannya. Karena tidak menemukan gua, ia berpamitan kepada penduduk desa dan melanjutkan perjalanan, sampai di Pamengpeuk (Garut Selatan) di mana ia bermukim selama satu tahun (1685-1686 M) untuk menyebarkan Islam dengan hati-hati, mengingat penduduk setempat masih beragama Hindu. Setelah pemakaman ayahnya, ia melanjutkan perjalanan dan tinggal di Batu Wangi sebelum akhirnya bermukim di Lebaksiu selama empat tahun (1686-1690 M). Meskipun tidak menemukan gua yang dicari di Lebaksiu, ia terus mencari ke timur, ke Gunung Cilumbu. Di sana, ia merasakan ketenangan dan menanam padi, sebelum kembali ke Lebaksiu setiap sore. Gunung tersebut kemudian dinamai "Gunung Mujarod," yang berarti gunung untuk menenangkan hati.
Saat berjalan ke timur, Syekh Abdul Muhyi mendengar suara air terjun dan kicauan burung dari sebuah lubang besar, yang mirip dengan deskripsi gua dari gurunya. Ia pun mengangkat tangannya dan memuji Allah karena telah menemukan gua bersejarah, tempat di mana Syekh Abdul Qodir Al Jailani menerima ijazah ilmu agama dari Imam Sanusi.
Goa yang kini dikenal sebagai Goa Pamijahan merupakan warisan dari Syekh Abdul Qodir Al Jailani, yang hidup sekitar 200 tahun sebelum Syekh Abdul Muhyi. Gua ini terletak di kaki Gunung Mujarod. Setelah penemuan gua tersebut, Syekh Abdul Muhyi, bersama keluarga dan santri-santrinya, menetap di sana. Selain mengajarkan ilmu agama kepada santrinya, ia juga menempuh jalan tharekat. Menurut pendapat yang umum, Syekh Abdul Muhyi mencapai derajat kewalian melalui thoriqoh mu'tabaroh Satariyah, yang memiliki silsilah keguruan hingga Rasulullah SAW.
        Setelah lama mendidik santrinya di dalam goa, Syekh Abdul Muhyi memutuskan untuk menyebarkan agama Islam di perkampungan penduduk. Ia tiba di Kampung Bojong, lalu pindah ke daerah Safarwadi atas petunjuk Allah, di mana ia membangun masjid dan rumah hingga akhir hayatnya. Para santri menyebarkan agama Islam di berbagai tempat, seperti Sembah Khotib Muwahid di Panyalahan, Eyang Abdul Qohar di Pandawa, dan Sembah Dalem Sacaparana di Bojong hingga meninggal, yang makamnya kini dikenal sebagai Bengkok. Dalam dakwahnya, Syekh Abdul Muhyi menerapkan metode Tharekat Nabawiah, yaitu dengan akhlak yang luhur dan teladan yang baik.
Referensi:
Â
Latifundia, E. (2012). Perkembangan Awal Islam di Pamijahan Tasikmalaya: Kajian Makam-Makam Kuno. Purbawidya.
Riwayat Singkat Syekh Abdul Muhyi Pamijahan. (2023, Februari 14). Retrieved from NU Online: https://jabar.nu.or.id/tokoh/riwayat-singkat-syekh-abdul-muhyi-pamijahan-8qH6q
Saadah, R. T. (2020, April 27). Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan: Ulama Mataram Penyebar Islam di Tasikmalaya. Retrieved from Bincang Syariah: https://bincangsyariah.com/khazanah/syaikh-abdul-muhyi-pamijahan-ulama-mataram-penyebar-islam-di-tasikmalaya/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI