Nyatanya Gibran misalnya ketika mendapat serangan negatif tentang dirinya dan juga kritikan tajam komika, politisi senior, seniman nkawakan ia tetap melenggang maju sebagai calon wakil presiden.
Begitu juga "mungkin" Marshel Widianto. Jika alam membelanya seperti halnya Komeng yang mendapat atensi luar biasa masyarakat Jawa Barat dengan aksi foto uniknya sontak tanpa pikir panjang Komeng mendapat suara banyak  sebagai anggota DPD mewakili dapil Jawa Barat.
Olok-olok di dunia maya tampak sebagai fenomena, muncul dari netizen yang gatal ingin memberikan pendapat, ikut menyumbang pemikiran dengan melontarkan kritikan terhadap tokoh yang dinilai penuh kontroversial. Terkadang tokoh yang mendapat serangan masif itu di dunia nyata malah panen simpati, panen perhatian sehingga ketika melakukan blusukan masyarakat antusias menyambutnya.
Contoh di bidang olah raga misalnya Cristiano Ronaldo. Di media online atau media sosial ia sangat terkenal, berbagai julukan datang dari fans fanatiknya dan juga buzzer serta hackernya. Semakin diserang semakin pula datang pembelaan. Yang diuntungkan ya Cristiano Ronaldo. Ia menjadi tokoh sentral yang mendapat simpati sekaligus olok-olok dan umpatan.
Hasilnya tidak ada yang seterkenal CR 7. Secara tidak langsung buzzer membuat sang tokoh itu semakin dikenal, semakin banyak dibicarakan baik dari sudut pandang positif maupun negatif.
Demikian yang terjadi dengan penguasa. Jokowi menjadi tokoh visioner dan melakukan terobosan pembangunan yang luar biasa terutama dalam hal infrastruktur.
Banyak hasil yang bisa dinikmati meskipun banyak juga pengkritik yang menyatakan Jokowi adalah publik enemy, pinokio sang penguasa pembohong, banyak kebijakan yang kontroversi hingga membuat perekonomian bertambah sulit (dari sudut pandang oposisi).
Tuduhan akan menumpuknya utang serta kebijakan Tapera yang hanya membuat semakin masyarakat menderita, meskipun belum dilaksanakan tapi aroma penolakan masif menjadi ruang diskusi dan reaksi demo hingga turun ke jalan.
Berbagai kasus korupsi terungkap dan mentri-mentri banyak yang tertangkap tangan melakukan korupsi hingga memunculkan polemik bahwa dari segi hukum di era Jokowi hukum itu hanya menguntungkan segelintir orang yang masuk dalam lingkaran kekuasaan.
Padahal Jokowi sudah mati-matian melakukan contoh menjadi sosok yang sederhana, menjadi seorang yang humble tidak banyak menggunakan fasilitas negara, tidak melakukan arogansi ketika menembus kemacetan di jalanan dengan menggunakan protokol premium seorang presiden.
Tetapi mindset pejabat yang ingin diperhatikan dipuja, diberi previlege tampaknya susah dihapus. Seperti halnya warisan penjajahan yang melahirkan pejabat yang haus kehormatan dan juga upaya memperkaya diri sendiri. Itulah kenyataan yang terjadi. Saya pikir semua pemimpin negara tetap akan kesulitan menyenangkan rakyatnya.