Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

"Wirid" Butet Kartaredjasa, antara Laku Spiritual dan Pemikiran Politik

30 April 2024   06:52 Diperbarui: 1 Mei 2024   00:33 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Katalog Pameran Butet (foto Joko Dwiatmoko)

Melik Nggendong Lali, sebuah pepatah Jawa yang artinya menginginkan sesuatu hingga lupa daratan dan melakukan hal yang tidak semestinya. Ketika sudah masuk dalam lingkaran kekuasaan susah untuk lepas bahkan sampai lupa mencoba mempertahankan kekuasaan padahal setiap manusia ada keterbatasan hingga akhirnya mencoba melakukan segala cara untuk mempertahankannya.

Lukisan Butet Kartaredjasa (BK) mengkolaborasikan antara aspek spiritual dan mind (pemikiran).

Kritikan BK, dalam obrolan politik dan komentar netizen di medsos sudah bisa ditebak kepada siapa. Ia pernah mengagumi dan menjadi juru kampanyenya, namun di tahun 2024 semuanya berubah karena merasa pemimpin yang dikaguminya sudah berbeda, dan ia memilih berseberangan.

Patung yang ada di pintu masuk Galeri Nasional digambarkan sebagai sosok tinggi, kurus, bermuka emas, mendongak dan hidung mancung.

Gambaran itu mirip sosok Petruk dalam pewayangan, juga hidung yang panjang bisa digambarkan sebagai pinokio yang semakin berbohong hidungnya akan semakin memanjang.

wirid Nusantara i, Seni Patung (Foto oleh Joko Dwiatmoko)
wirid Nusantara i, Seni Patung (Foto oleh Joko Dwiatmoko)

Pameran yang dibuka Hari Jumat, 26 April 2024 itu mendapat banyak perhatian dari khalayak pecinta seni.

Butet yang lebih dikenal sebagai sang Adol Contong, tokoh teater, tokoh monolog ternyata adalah seniman lukis.

Bahkan terakhir ia juga menekuni lukisan keramik (Penulis pernah menulis artikel tentang Butet ketika pameran keramik di Galnas beberapa tahun lalu). Maka ia juga sering dijuluki bapak Kreweng (keramik).

Selain melukis dan pentas monolog kakak dari Djaduk Ferianto almarhum ternyata piawai dalam menulis. Tulisannya sering muncul di halaman opini Kompas.

Dalam pameran kali ini BK menampilkan karya-karya lukis yang dilatar belakangi spirit dari Arkand Bodhana Zeshaprajna (1971 -- 2020).

Wirid itu bisa jadi semacam mantra doa yang diulang-ulang terus menerus untuk mendapatkan spirit bagi jiwanya. Wirid yang diyakini bisa menghasilkan aura positif adalah menulis nama (lengkap). Maka lukisan-lukisannya ditulis dengan nama lengkap yaitu Bambang Ekoloyo Butet Kertaradjasa.

Selama 90 hari ia menulis dan membuat sketsa dan lukisan yang dibuat berdasarkan nama lengkap pemberian orang tuanya.

Dalam pengantar dari kurator pameran yaitu Asmudjo J Irianto laku spiritual mendorong lahirnya bentuk, namun bentuk juga dapat mewadahi laku spiritual (form follow spiritual, spritual follow form), spiritual berkelindan dengan material, kesadaran artistik saat laku spiritual mengarahkan tulisan menjadi bentuk tertentu.

Panen Brojokan (110x140cm) Foto Oleh Joko Dwiatmoko)
Panen Brojokan (110x140cm) Foto Oleh Joko Dwiatmoko)

Dari wirid jiwanya ia menggambar banyak figur yang muncul hasil dari coret-coretannya. Dari sketsa, patung, hingga lukisan-lukisan yang tercipta kebanyakan 2023 adalah tahun yang sangat produk bagi karyanya yang akhirnya bisa dipamerkan di Galeri Nasional di depan stasiun Gambir Jakarta Pusat.

Dari pengamatan penulis, lukisan-lukisannya selain hasil dari refleksi kehidupannya yang cukup mencengangkan. BK pernah jatuh sakit, nyawanya hampir melayang ketika ia ternyata didiagnosis mengalami sakit jantung. Pernah pingsan, terus dilarikan ke rumah sakit dioperasi dan harus menggunakan ring untuk membantu agar peredaran darah dari jantung menjadi lancar.

Semacam ada mukzizat hingga Butet sehat kembali. Banyak orang tahu anak dari seniman Bagong Kussudiardjo adalah seniman multitalenta. Kritikan-kritikan tulisannya luar biasa tajam.

Di pemilu tahun ini Butet muncul sebagai sosok yang berseberangan dengan penguasa. Padahal sebelumnya BK ikut menjadi tim kampanye pemenangan presiden (2014, 2019)

Pameran Setelah Gelaran Pemilu Selesai 

Perubahan peta politik itulah yang membuatnya merasa perlu untuk cawe-cawe, mencoba mengkritisinya dengan peribahasa yang pas untuk dijadikan tema pameran Melik Nggendong Lali.

Ada masalah yang harus dicarikan solusi, ada pemikiran kritis untuk menghentikan polarisasi politik yang cenderung pragmatis, menghalalkan segala cara.

Patung Petruk berwajah emas (foto oleh Joko Dwiatmoko)
Patung Petruk berwajah emas (foto oleh Joko Dwiatmoko)

Perubahan tiba-tiba, pengkianatan ( menurut bahasa yang diserap oleh partai yang merasa ditinggalkan padahal sebelumnya telah memberi karpet merah kekuasaan).

Rupanya Butet memilih setia pada pandangan seninya dan keukeuh pada fatsun politiknya. Garang mengkritik dan harus kuat menerima gempuran kritik orang-orang yang berbeda pandangan politik.

Ia menyalurkan hasrat politiknya dengan melukis, sebuah repetisi berulang selama 90 hari untuk mendapatkan pencerahan bagi pikirannya.

Pulpen, kertas, menjadi sebuah litani (dalam bahasa katolik), wirid untuk yang berlatar belakang muslim. Ucapan adalah doa, sedangkan Butet melakukan upaya wirid/atau litani itu dengan menulis dan melukis.

Tidak perlu mencari letak keindahannya, seni bisa bermakna lebih, Bagus tidaknya lukisan tergantung tiap masing-masing pribadi. Dalam pergaulan seniman saking akrabnya antara satu dan lain sering digunakan kata yang bagi awam sangat kasar, namun tidak bagi seniman seperti Butet.

Ia biasa menggunakan kata "Asu" sebagai sebuah kata yang membuatnya tidak berjarak, akrab dan spontan. Sedangkan dalam pandangan umum orang jawa asu sering dikatakan pisuhan atau makian kasar.

Asu bisa jadi wujud cinta kasih bagi butet, ia mengatakan dengan enteng sebab terbiasa ngobrol dan saling meledek tanpa ada yang merasa tersinggung. Kata ini sempat menjadi masalah ketika Butet pidato dalam sebuah kampanye partai politik di Bantul.

Banyak yang menyayangkan mengapa memakai kata ini untuk mengkritik pemimpin negeri ini yang ketika usia pemerintahannya akan berakhir malah "cawe-cawe" dalam hal memilih calon presiden dan wakil presiden.

Nama dan pisuhan (makian) itu menjadi sumber ide bagi sebagian karyanya. Juga hewan yang berlambang salah satu partai ternama negeri ini.

Ide wiridnya diwujudkan dalam berbagai bentuk karya, sketsa, lukis, patung, keramik, dan juga video. Dalam videonya muncul animasi-animasi tulisan dengan suara-suara BK yang menyebut nama lengkapnya Bambang Ekoloyo Butet Kartaredjasa.

Ia juga membuat buku-buku dari katalog tentang BK yang dijual cukup wow bagi kantong masyarakat biasa. Bahkan ada yang dijual lebih dari satu juta yaitu buku buku wirid visualnya yang bercover hitam.di sini

Yang penasaran ingin melihat pamerannya silahkan datang di Galnas. Masih berlangsung sampai tanggal 25 Mei 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun