"PSSI terlalu memanjakan Sin Tae-yong," Kata Bung Towel
Masyarakat Indonesia saat ini sedang berbunga-bunga karena laju Timnas U-23 sejauh ini baik-baik saja, malah satu kaki sudah menapak sesuai janji pelatih asal Korea tersebut menembus perempat final atau 8 besar Piala Asia yang di selenggarakan di Qatar.
Pertandingan pertama Indonesia mengalami kekalahan. Mereka kalah 2--0 karena drama-drama yang diciptakan pemain Qatar dan juga wasit rasanya berat sebelah. Tapi lupakan kekalahan, Indonesia kemudian menghadapi Australia. Bukan perkara mudah menghadapi skuad yang kuat dan langganan masuk Piala Dunia. Rasanya seperti melawan Goliat, jika itu diibaratkan dengan perbandingan peringkat dunia.
Nyatanya Indonesia mampu menahan gempuran Australia yang kualitas permainannya memang sudah kelas Eropa. Namun meskipun pertahanan pemain belakang boleh dibilang cukup buruk, tetapi performance Ernando Ari sangat luar biasa. Ia menggagalkan tendangan pinalti Australia. Sejak itu kepercayaan diri Indonesia bertambah dan Australia sendiri cukup frustasi melihat kegigihan Marselino Ferdinand dan kawan-kawan. Akhirnya gol bisa dilesakkan Made komang melalui sundulan kepalanya. Skor 1- 0 bertahan sampai peluit berbunyi tanda permainan sudah selesai. Perpanjangan waktu 11 menit membuat penonton dag-dig dug melihat gempuran pemain Australia yang rata-rata tinggi. Namun semangat bertahan Indonesia luar biasa gempuran yang datang bertubi-tubi bisa digagalkan. Ditambah performance Ernando Ari yang luar biasa membuat Australia kebingungan bagaimana menjebol gawang Indonesia.
Indonesia kemudian bertemu Yordania. Yordania bukanlah tim kemarin sore, ia adalah runner up piala Asia sebelumnya. Sebetulnya dari analisis banyak pengamat Indonesia cukup menahan imbang Yordania untuk bisa lolos sampai ke perempat final, namun rupanya pelatih Indonesia yang juga pernah melatih timnas Korea Selatan tersebut mentargetkan menang.
Semua sebagai pecinta olah raga sepak bola, agak pesimis juga melawan tim yang berpengalaman dalam pertandingan skala Asia. Tim-tim sekitar Arab, Qatar, Iran, Irak, Uni Emirat Arab, Yordania adalah tim matang dan sering merepotkan. Indonesia bisa imbangpun sudah luar biasa, namun ternyata Indonesia mampu mengalahkan Yordania dengan skor meyakinkan 4 -1. Satu satunya Gol Yordania dihasilkan dari gol bunuh diri Dustin Hubner.
Pemain Naturalisai Indonesia seperti Nathan Tjoe-a-on, Justin Hubner, bermain luar biasa. Bahkan Nathan sangat powerfull untuk memainkan bola dari kaki ke kaki. Secara keseluruhan permainan Indonesia melawan Yordania sering diibaratkan sudah sekelas dengan tim-tim Eropa. Para penonton, penggemar sepak bola Indonesia benar-benar antusias menyaksikan pertandingan-pertandingan tersebut, rata-rata puas dengan kontribusi Sin-Tae yong dan pemain-pemainnya yang peningkatan staminanya luar biasa. Hanya satu yang terlihat di media yang tidak suka dengan Sin Tae-yong, ia adalah pengamat bola Tommy Welly Alias Bung Towel. Sejak awal Towel selalu berseberangan dengan pelatih asal negeri ginseng tersebut.
Bung Towel sering mengkritik, kebijakan naturalisasi, melihat taktik buruk yang dimainkan Indonesia di bawah kepelatihan mantan pemain timnas Korea Selatan tersebut. Berbagai kritikan tajam  terlontar, bahkan ia baru puas jika bisa menembus final Piala Asia U-23 dan memenangkannya.
Antagonisme Bung Towel telah memunculkan agresivitas netizen yang tidak suka oleh serangan serangan pengamat bola tersebut. Mereka menantang Tommy Welly untuk menjadi pelatih nasional, agar  kritikannya bisa dibuktikan bukan hanya kritikan omdo saja.
Strategi Bung Towel berhasil membuat ia banyak dibicarakan. Seperti halnya lontaran kritik Rocky Gerung terhadap Jokowi, Fadly Zon dulu kepada Jokowi. Bung Towel sosok kontroversial yang menangguk keuntungan dengan banyaknya pendapatan undangan --undangan media untuk meramaikan perdebatan dan polemik terhadap sepakbola nasional.
Ternyata sebetulnya sosok-sosok antagonis di media banyak sekali, bejibun yang pesimis terhadap masa depan sepak bola banyak, tetapi secara obyektif perkembangan sepak bola era Sin-tae Yong menampakkan kemajuan dari segi mental bertanding. Mereka tidak mudah menyerah ketika tertinggal skornya. Peletakan dasar mental bertanding itu penting, mau siapapun yang dihadapi tidak ada rasa gentar sama sekali. Meskipun secara prestasi dan piala yang diraih masih minim, tapi ada optimisme yang terpancar dari masyarakat menyaksikan Timnas Indonesia pelan-pelan bisa sejajar dengan negara Asia lainnya yang peringkatnya lebih tinggi.
Dibalik galaknya kritikan Bung Towel, pasti ia menyimpan harapan besar terhadap Skuad Merah Putih tersebut. Kontrol, serangan mental, serangan taktik dan berbagai pendapat miring tentang tim sepak bola dan pelatihnya bisa menjadi motivasi lebih untuk membuktikan bahwa Indonesia bukanlah seperti yang digambarkan pengamat sepak bola tersebut.
Target harus ditetapkan, semangat tidak boleh kendor, Indonesia jangan terlalu larut  dalam euforia bisa menang melawan Australia dan Yordania. Korea Selatan menanti, mereka adalah skuad langganan masuk jajaran elit sepak bola Asia. Bahkan di Piala Asia U 23 mereka belum pernah kebobolan. Menjadi tantangan besar apakah Indonesia bisa mengimbangi negeri yang terkenal dengan teknologi digitalnya sangat maju.
Kalaupun akhirnya kalah akan lebih elegan jika bisa menahan imbang dan kalah dalam adu pinalti. Tetapi ekspektasi lebih pasti ada. Alangkah luar biasanya bisa mengalahkan Korea Selatan dan masuk semi final. Keberadaan Bung Towel menambah greget para pemain dan pelatih untuk menunjukkan apa yang dikatakan pengamat si "mulut pedas" itu salah.
Apa yang terlihat benci dari gerak-gerik Bung Towel barangkali sebenarnya adalah rasa cinta yang ditunjukkan dengan menempatkan diri sebagai pesakitan, yang akan disasar netizen, yang akan mendapat perlawanan dari pengamat-pengamat lainnya,
Stigma negatif dari pengamat yang melawan arus itu menjadi keuntungan lainnya dari Jurnalis,pengamat bola yang lahir tahun 1971, dan sudah sering menjadi pengamat komentator ISL dan liga-liga Indonesia. ia mendapat untung dengan seringnya diundang ke forum debat, Bahkan ia dapat bayaran dari media sosial atau akun media sosialnya.
Tommy Welly lahir dari orang tua yang pernah berkecimpung dan bermain sebagai pemain sepak bola. Ia kemudian memilih Fikom(Fakultas Ilmu Komuniakasi) di Universitas Padjajaran dan berprofesi sebagai jurnalis Harian Bandung Pos. Pernah juga sebagai GM Football Development PSSI.
Seperti film sinetron, drama lainnya, akan seru dan ramai kalau ada tokoh jahat dan tokoh baik. Di sepakbola Indonesiapun semakin ramai dengan adanya pengamat yang sangat kritis, menentang arus dan kontroversial. Tommy Welly seakan-akan menjadi musuh bersama fans. Benci memang beda tipis dengan benar-benar cinta. Barangkali Bung Towel tengah jatuh cinta dengan sepak bola Indonesia, tetapi ia bersikeras bukan Sin Tae-Yong sosok ideal pelatih Indonesia, mungkin Jose Mourinho atau Zinedine Zidan. Yang bisa merubah dunia pesepakbolaan Indonesia sekelas Eropa. Atau mungkin Bung Towel sebenarnya berharap menjadi asisten  Pelatih? Apapun Bung Towel merupakan salah satu dari jutaan masyarakat yang pengin sepak bola Indonesia melesat maju. Hanya berbeda-beda triknya. Salam sepak bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H