Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menumbuhkan Optimisme Indonesia di Tengah Isu Politik

7 Maret 2024   14:40 Diperbarui: 7 Maret 2024   14:49 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pergerakan ekonomi perkotaan:Foto dari JPO Jembatan Gantung Cengkareng (foto oleh Joko Dwiatmoko)

 Pemilu sudah berlalu dan masyarakat perlu fokus  berjuang untuk diri sendiri. Indonesia termasuk negara yang stabil secara ekonomi di tengah gempuran krisis global. Optimisme itu harus selalu dipelihara sebab negara Indonesia termasuk salah satu negara dengan ekonomi terstabil. Di dunia perekonomian Indonesia berada di peringkat 16.  Pada triwulan ke-III menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 5,17 % pertumbuhan ekonominya. 

Gempuran inflasi global banyak dialami negara-negara Eropa dan juga juga negara-negara yang sedang berkembang. Industri masih lesu dan pasar belum merespon positif, sehingga kran ekspor terkendala daya konsumsi negara-negara lain yang masih belum stabil. Fokus utama masih adalah perbaikan ekonomi di masing-masing negara.

Infrastruktur, Krisis Hukum dan Narasi-Narasi Hoaks

Indonesia sendiri dalam beberapa tahun terakhir sangat gencar membangun infrastruktur, memperbaiki sektor transportasi baik darat, laut maupun udara. Di darat banyak di bangun infrastruktur tol, yang mempermudah pengiriman barang antar provinsi dan antar pulau. pergerakan ekonomi berjalan, belanja online, ekspedisi terus menggeliat. Konsumsi barang industri meningkat.

sebelum dan sesudah pemilu pemerintah Indonesia masih tetap menjalankan kebijakan untuk kestabilan ekonomi, meskipun banyak tantangan global begitu keras. Sementara di media sosial ketidakpuasan, kritik terhadap sejumlah kebijakan politik mengemuka karena permainan politik tingkat tinggi. Semoga masyarakat dewasa dalam menelaah informasi tidak sampai mengancam persatuan dan kesatuan. Biarkan pemerintah menyelesaikan segala tugasnya, menyelesaikan proyek-proyek strategis dan menyelesaikan pembangunan ibu kota dengan target realistis Indonesia emas 2045. Yang dibangun kemudian adalah mindset masyarakat untuk bekerja keras, mau meningkatkan keahlian dan bisa bersaing dengan negara lain untuk keluar dari middle income trap. 

Negara maju menuntut kemajuan segala sektor termasuk pola pikir masyarakat. Jika Indonesia ingin menjadi negara maju maka produk hukum, ketaatan menjalankan segala aturan dan sangsinya. Seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan yang terkenal sangat disiplin, sangat kuat menerapkan pola berpikir masyarakat yang menyukai tantangan selalu sat-set, selalu cekatan memanfaatkan kesempatan menjadi sebuah  chance.  

Di sisi lain ada banyak PR  pemerintah yang perlu diperbaiki terutama masalah hukum, birokrasi, serta tata pemerintahan yang memberi kenyamanan semua pihak. Di era digital ini masyarakat sangat kritis, ada ketimpangan sedikit akan dibahas terus di media sosial. Sikap kritis dari masyarakat kadang ambivalen,  di sisi lain sebagai bentuk kepedulian masyarakat untuk ikut membangun dengan memberi saran, kritik dan masukan, disisi lain banyak pihak yang berusaha memanfaatkan kekritisan masyarakat untuk kepentingan oligarki, kepentingan asing yang tidak ingin Indonesia maju dan berjaya.

Banyak manfaat dari kebijakan pemerintah terutama ketersediaan infrastruktur jalan dan berbagai peningkatan fasilitas publik, disisi lain adab dan etika masyarakat semakin menuju titik nadir karena ketidaktegasan fungsi hukum. Aturan yang lebih menguntungkan yang mempunyai modal kuat dan kokoh cakar kuasanya. 

Pemilu dari tahun ke tahun seharusnya semakin sempurna penyelenggaraannya, namun ternyata kenyataan dilapangan masih banyak pelanggaran, kecurangan dan berita tidak sedap menyangkut keterlibatan oknum pejabat, mafia suara, dan berbagai keanehan dalam rekap suara.  Seharusnya pengumpulan suara dan rekapannya tidak menemukan kendala berarti, namun dari berbagai sumber berita ternyata masih simpang siur.

Banyak isu yang berkembang yang mendiskreditkan pemenang pemilu dan juga pemerintah. Muncul narasi :cawe-cawe sehingga hasil pemilu diduga sudah disetting dan jelas diketahui pemenangnya. Berbagai isu terus campuraduk hingga memunculkan rasa apatisme masyarakat melihat perkembangan demokrasi yang carut-marut.

Lalu siapakah yang benar yang bisa menjelaskan dengan gamblang tanpa ada pemihakan. Kesalahan pemerintah atau karena masyarakatnya yang baperan, ataukah karena pengetahuan politik masyarakat masih minim hingga bisa digiring sikap dan idealismenya dengan narasi-narasi yang membuat masyarakat bingung siapakah sebenarnya yang bisa dipercaya.

Literasi yang rendah membuat masyarakat "kadang"lebih percaya informasi yang beredar di YouTube, Tiktok, atau instagram atau media online. Padahal sikap kritis masyarakat akan bisa memfilter berita hoaks dan isu-isu sepihak yang bertujuan mengadudomba masyarakat.

Membangun Optimisme di Tengah Krisis Global?

Membangun optimisme penting, di tengah gempuran krisis pangan, krisis adab, krisis etika. Masyarakat akademispun harus netral bisa menjadi mitra pemerintah tetapi juga mampu bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang cenderung merugikan masyarakat.

Kaum akademisi adalah bagian dari masyarakat melek literasi, yang mampu melihat dengan jernih berbagai kelebihan dan kekurangan eksekutif dan legislatif. Dengan membaca tuntas dan berpikir tuntas diharapkan kaum akademis mampu memberi kritikan konstruktif, berdasarkan analisa dan data-data valid melalui metode investigasi dan penelitian.

Untuk membangun optimisme perlu kerjasama masyarakat, bukan saling serang akibat narasi kecurangan yang terus digaungkan di masyarakat dan media sosial. Perlu juga penghargaan pada kerja keras pemerintah menjaga perekonomian Indonesia di tengah gempuran krisis pangan, krisis energi, krisis peradaban dan kemanusiaan seperti yang terjadi di beberapa negara yang tengah konflik. Soal harga-harga naik jangan dicampuradukkan dengan kepentingan politik. 

Masyarakat harus dewasa dan tidak mudah terprovokasi. Mindset masyarakat melek literasi adalah taat hukum, tidak mudah ikut arus  melanggar hukum,  tidak mudah mempercayai informasi viral yang belum tentu benar. Harus menerapkan cek dan ricek ketika membaca apapun isu yang bergulir di media sosial dan masyarakat, jangan hanya membaca judul dan tumbnail lantas bisa memberi kesimpulan. 

Optimisme harus selalu dibangun masyarakat untuk memanfaatkan kesempatan, menaklukkan tantangan kreatif memecahkan persoalan dengan membangun peluang-peluang seperti masyarakat Jepang, Korea, China yang terus bekerja keras meskipun harus selalu hidup dalam krisis sumber daya alam, krisis sumber daya manusia (semakin sedikit angka natalitas di negeri matahari terbit tersebut). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun