Membangun optimisme penting, di tengah gempuran krisis pangan, krisis adab, krisis etika. Masyarakat akademispun harus netral bisa menjadi mitra pemerintah tetapi juga mampu bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang cenderung merugikan masyarakat.
Kaum akademisi adalah bagian dari masyarakat melek literasi, yang mampu melihat dengan jernih berbagai kelebihan dan kekurangan eksekutif dan legislatif. Dengan membaca tuntas dan berpikir tuntas diharapkan kaum akademis mampu memberi kritikan konstruktif, berdasarkan analisa dan data-data valid melalui metode investigasi dan penelitian.
Untuk membangun optimisme perlu kerjasama masyarakat, bukan saling serang akibat narasi kecurangan yang terus digaungkan di masyarakat dan media sosial. Perlu juga penghargaan pada kerja keras pemerintah menjaga perekonomian Indonesia di tengah gempuran krisis pangan, krisis energi, krisis peradaban dan kemanusiaan seperti yang terjadi di beberapa negara yang tengah konflik. Soal harga-harga naik jangan dicampuradukkan dengan kepentingan politik.Â
Masyarakat harus dewasa dan tidak mudah terprovokasi. Mindset masyarakat melek literasi adalah taat hukum, tidak mudah ikut arus  melanggar hukum,  tidak mudah mempercayai informasi viral yang belum tentu benar. Harus menerapkan cek dan ricek ketika membaca apapun isu yang bergulir di media sosial dan masyarakat, jangan hanya membaca judul dan tumbnail lantas bisa memberi kesimpulan.Â
Optimisme harus selalu dibangun masyarakat untuk memanfaatkan kesempatan, menaklukkan tantangan kreatif memecahkan persoalan dengan membangun peluang-peluang seperti masyarakat Jepang, Korea, China yang terus bekerja keras meskipun harus selalu hidup dalam krisis sumber daya alam, krisis sumber daya manusia (semakin sedikit angka natalitas di negeri matahari terbit tersebut).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H