Bagaimana menyikapi fenomena menukiknya adab, nilai sopan santun yang merosot di area publik ? Padahal generasi muda dan penerus bangsa butuh role model untuk mengubah kebiasaan politisi, pejabat yang banyak menghalalkan segala cara demi kemenangan, membuat trik-trik mengadu domba yang meluluhlantakkan suara lawan politiknya.
Sebetulnya tidak kurang generasi muda yang mempunyai kemampuan dalam kepemimpinan, managemen dan pemerintahan. Tetapi sering terbentur oleh kebijakan partai yang cenderung mengusung budaya lama yang selalu bernostalgia terhadap kehebatan tokoh masa lalu. Belum ada partai politik yang benar-benar murni berangkat sebuah tujuan mulia. Politik masih menggunakan cara-cara kotor, cara-cara yang dengan menggunakan isu-isu yang cenderung menjatuhkan lawan.
Banyak politisi yang berangkat dengan nilai nilai ideal, seperti halnya para aktivis 98 misalnya, namun dalam perjalanan waktu banyak demonstran, aktivis, politisi dari mahasiswa terjebak dalam rumitnya persoalan politik nasional, yang semula idealis menjadi terbawa arus. Mereka tidak bisa mengelak pada banyaknya politisi yang memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri, mencari cara untuk memanfaatkan anggaran uang negara untuk kepentingan partai dan pribadi. Akhirnya keadilan sosial memang masih jauh panggang dari api.
Pendidikan sekali lagi masih belum mengubah adab dan perilaku masyarakat, semakin banyak kata-kata kasar, perilaku biadab yang bermunculan, terutama karena oleh pengaruh terbukanya informasi dari internet, sedangkan dari keluarga yang menjadi penyaring dari pengaruh buruk media sosial lebih sibuk bekerja lupa untuk mendampingi generasi muda untuk menjelaskan tayangan yang datang dari layar gawai atau internet yang benar-benar terbuka.
Semoga banyak anak muda tergerak untuk memperbaiki sistem politik Indonesia di masa yang akan datang. Perlu memotong generasi agar bisa menghilangkan dampak buruk dari pengaruh penjajahan dan budayanya yang cenderung mengusung politik Devide et Impera.