Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Cara Bijak Menghadapi Keluhan Pemberian PR bagi Anak Didik

6 November 2022   06:26 Diperbarui: 7 November 2022   09:35 1791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Survei dilakukan SMPN 2 kendal, Jawa Tengah kepada orangtua siswa mengevaluasi pembelajaran dari rumah (DOK. TANOTO FOUNDATION) 

Menambah pekerjaan bagi siswa untuk dikerjakan di rumah, pentingkah bagi guru? Apakah membuat anak belajar tanggung jawab dalam tugas itu membuat siswa menjadi lebih tangguh? Ada pernyataan lain bahwa PR hanya membuat siswa semakin banyak beban tugas?!Bagaimana menjawab simpang siur tentang PR?

Dari referensi yang penulis baca pemberian PR mengurangi quality time di rumah. apalagi jika PR itu hanya memindah tugas dari sekolah ke rumah. Salah satu pendapat dari praktisi pendidikan adalah PR memberikan ruang bagi  anak didik untuk menjadi pembelajar mandiri, dan menguatkan pembelajaran di sekolah (sumber artikel di ditpsd.kemdikbud.go.id).

Lebih lanjut dalam artikel tersebut sebaiknya PR itu tidak mengulang apa yang dipelajari di sekolah, namun lebih pada pekerjaan yang memberi ruang kebebasan dan kreativitas anak didik. 

Contohnya melakukan pengamatan terhadap siklus hidup kupu-kupu misalnya, yang bisa diamati di taman rumah sendiri.

Tugas Anak Didik Belajar Bertanggung Jawab

Salah satu tugas siswa adalah belajar, belajar dan belajar. Di samping belajar siswa diajarkan untuk tanggung jawab pada apa yang ditugaskan guru. Pro kontra tentang penugasan pekerjaan rumah terus bergulir. 

Sebagai guru tugas utama adalah mengajarkan tentang bagaimana anak bisa tough, tidak mudah menyerah, dan  menaklukkan tantangan. Tugas-tugas dari guru itu kalau dilakukan sepenuh hati, akan membuat anak didik semakin bertanggung jawab, tangguh dan lebih siap menghadapi ujian kehidupan sebenarnya ketika kelak menjadi orang dewasa yang harus siap dengan ujian sesungguhnya.

Beberapa anak didik pernah saya tanya, "Apakah kalian setuju pemberian PR?"

Jawabannya beragam, ada yang keberatan, namun ada yang menganggap biasa saja. Ada yang beranggapan PR baik untuk memacu dia belajar lebih giat lagi.

Meskipun banyak anggapan bahwa PR itu memberatkan, namun jika anak bisa mengatur waktu, ia masih bisa bermain, masih bisa menikmati istirahat. 

Masalahnya kadang tugas dari guru itu sengaja ditunda hingga akhirnya menumpuk. Ketika banyak tugas harus dikerjakan karena deadline waktu semakin dekat, maka yang terjadi anak didik menjadi stres dan menganggap tugas dari guru sebagai masalah.

Pendidikan di Era Media Sosial

Rasanya dulu, tidak banyak keluhan terkaitan dengan tugas yang dikerjakan di rumah. Kalau anak disiplin dan pandai mengatur waktu, ia masih bisa main bola, masih bisa les musik, masih bisa menonton TV dan istirahat yang cukup.

Kadang karena era komunikasi sekarang ini, banyak yang mengekspos tentang relasi anak dan guru, masalah-masalah para anak didik yang didramatisi, hingga tergambar seakan-akan pendidikan itu menjajah anak-didik, kurang manusiawi, dan membuat beban masalah anak didik semakin berat.

Salah satu keuntungan anak didik yang padat kegiatannya dan banyak tugasnya adalah membentuk karakter anak yang tangguh dan terbiasa memecahkan persoalan. 

Di tempat kerja, penulis yang kebetulan guru sekolah swasta cukup terkenal di Jakarta banyak tugas yang harus dikerjakan anak didik. 

Dari pagi sampai petang anak terbiasa dengan suasana belajar dan belajar, mengerjakan tugas intra maupun tugas yang harus dikerjakan di rumah.

Ilustrasi mengerjakan soal | Sumber: hai.grid.id
Ilustrasi mengerjakan soal | Sumber: hai.grid.id

Kebiasaan yang membudaya dari sekolah yang penuh tuntutan ini membentuk mental anak, kelak ketika ia sudah melanjutkan ke sekolah lebih tinggi di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Perguruan Tinggi (PT), mereka sudah terbiasa belajar dalam tekanan. Maka tugas-tugas perkuliahan dilahapnya dan bahkan lebih ringan daripada ketika sekolah di SMP dulu.

Kadang dalam taraf tertentu, anak didik harus dikondisikan untuk menerima benturan demi benturan. Harus menerima kenyataan bahwa tidak selamanya ia sukses perlu merasakan kegagalan, perlu merasakan tantangan. 

Membiarkan anak lebih sibuk dengan gadgetnya, lebih sibuk dengan urusan pribadi akan membuat anak  manja dan gampang menyerah ketika ada persoalan yang membelitnya.

Jadi ketika ada banyak protes tentang PR, perlu dikembalikan lagi ke siswa, apakah memang PR itu tidak perlu. 

Kalau anak malas, tentu setuju dengan penghapusan PR, tetapi bagi anak didik yang suka tantangan maka PR bukan masalah baginya.

Kebanyakan anak didik yang saya tanyakan tidak keberatan ada PR, toh, yang sering memberikan PR itu terutama pelajaran seperti Matematika, IPA, IPS dan pelajaran inti lainnya.  

Penugasan di rumah dianggap sebagai salah satu cara untuk belajar, dan merangsang untuk semakin giat belajar dan mengingat pelajaran di sekolah.

Anak didik yang tekun dan disiplin biasanya mengumpulkan tepat waktu, tetapi mereka yang biasa menunda dan malas akan membuat tugas serampangan yang penting mengumpulkan tugas, ketika sudah diancam dan diberi tenggat waktu. 

Setiap kelas tipe anak malas dan juga sangat disiplin selalu ada. Akan lebih nyaman bagi guru bekerja sama dengan anak didik yang selalu mengerjakan tugas dan mengumpulkannya tepat waktu, tetapi sangat mengesalkan dengan tipe anak didik yang harus dikejar-kejar bahkan sampai memanggil orang tua agar mau mengumpulkan tugas.

Masalah Datang Dari Orang Tua Broken Home dan Terlalu Sibuk Bekerja

Selalu ada ada anak yang trouble maker dalam setiap kelas itu pengalaman guru dari waktu ke waktu. 

Penulis sendiri telah mengajar sejak 2001 sampai sekarang 2022. Dari tahun ke tahun mengenal karakter anak. Ada banyak sekolah yang pernah penulis ajar. Mereka dari beragam kalangan, dari  tipe anak pedagang, anak OKB (Orang Kaya Baru), anak pejabat, anak kompleks perumahan, artis, anak pemuka agama sampai anak guru.  Dalam setiap angkatan selalu ada yang unik dari kumpulan anak didik tersebut.

Mereka yang rajin, tekun, pandai, cerdas umumnya akan melakukan pekerjaan dari guru sepenuh hati, mengerjakannya dengan totalitas, namun beda pada mereka yang dari awal sudah malas-malasan, pembosan, tidak mempunyai gairah sekolah. 

Mereka yang datang dari keluarga broken home, orang tua yang terlalu sibuk dan tidak peduli perkembangan anak. 

Banyak yang cerdas namun akibat kebiasaan yang terbawa sejak kecil, terlalu dimanja, orang tua terlalu ikut campur, protektif, membuat anak didik tumbuh sebagai pribadi tertutup dan perlu penanganan psikolog dan selalu langganan dipanggil guru BK.

Bahkan kadang guru merasa kesal dengan orang tua yang terlalu ikut campur dengan cara mendidik di sekolah. Tipe orang tua yang terlalu protektif itu membuat anaknya menjadi pribadi tertutup bahkan malah sering berulah demi mendapat perhatian.

Bijak Menyikapi Masyarakat yang Kritis

Kembali pada PR yang harus dikerjakan oleh anak didik. Media sekarang yang kritis sering kali memanas-manasi orang tua sehingga muncul skeptisisme orang tua terhadap guru dan juga lembaga pendidikan. 

Dianggapnya institusi sekolah bisa menangani semua hal, bisa membentuk dan memberi ruang nyaman bagi anak didik. Semua beban menjadi tanggung jawab sekolah dan guru. Padahal pendidikan di rumah, pendampingan orang tua yang memberikan keleluasaan belajar bagi anak didik tidak kalah pentingnya.

Kadang orang tua menganggap dengan disekolahkan di tempat favorit maka anaknya bisa menjadi lebih baik. Setelah itu orang tua tidak peduli lagi bagaimana perkembangan anak di rumah, bagaimana perilakunya. 

Ketika anak berulah di sekolah mereka menuduh sekolahlah yang bertanggung jawab atas tingkah anak didiknya yang berulah.

Penugasan atau PR bagi siswa merupakan salah satu wujud tanggung jawab anak. Keterbatasan waktu di sekolah membuat anak didik diberi tugas tambahan di rumah untuk menyelesaikan tugasnya di luar jam belajar formal. 

Di rumah, orangtua dan lingkunganlah pendidik utamanya. Jadi orang tua tetap harus memberi perhatian dan memotivasi anak untuk mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. 

Penulis yakin dengan disiplin yang baik apapun tugasnya bisa diselesaikan, karena tidak mungkin guru memberi tugas di luar batas kemampuan anak, kalaupun ada itu hanya ulah oknum tertentu.

Jadi bijak saja menyikapi tentang adanya PR bagi anak didik. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun