Ke atas Petogogan langkah saya tertuju ke Blok M melewati PTIK Jalan Iskandarsyah menuju pusat perbelanjaan Blok M. Dari Blok M tinggal memilih menuju ke mana saja bisa.itulah pengalaman saya ketika pernah tinggal di Petogogan, hampir semua jalan tikus pernah saya jelajahi. Baik jalan kaki, bersepeda maupun naik motor. Di bawah jalan Wijaya ada kampung Bedeng yang benar-benar hanya bisa dilewati jalan setapak, rumah semi permanen yang banyak dihuni pekerja, kuli dan karyawan, serta pelayan toko kawasan Blok M. Melewati Bedeng itu suasana benar-benar riuh oleh emak-emak yang sedang mencuci baju di depan deretan gang penuh barang, baik motor, jemuran baju, kamar mandi umum, tempat cuci bersama, warung kecil, toko kelontong dan juga warung makan yang menyatu dengan rumah-rumah berlantai dua yang dipenuhi jemuran baju, serta musik yang hingar terutama musik dangdut. Gang yang lebih dikenal bedeng itu mungkin menjadi kampung deret, dan dulu diatasnya banyak kafe dan tempat dugem yang berderet sekitar Jalan Wijaya I.
Saat banjir besar dulu gang sempit itu jadi mirip dengan selokan-selokan penuh air. Rumah-rumah terendam dan selalu dan selalu menjadi yang lebih dulu terkena banjir.
Sehabis banjir besar saya memutuskan pindah dan nge kost jauh dari kota. Diajak teman saya ngekost di Cimanggis Depok. Perkampungannya berada tepat di atas perumahan bukit Cengkeh Kelapa Dua, Cimanggis Depok Jawa Barat. Perkampungannya memang bebas banjir tetapi perumahan Bukit Cengkeh sering banjir juga karena posisinya ada di bawah. Kalau ingin ke Jalan Raya Bogor tinggal menyusuri jalan agak sempit, menanjak menuju ke Jalan Raya Bogor dekat dengan pusat perbelanjaan Cimanggis Plaza.
Jadi bisa di katakan jalan-jalan di sekitar Jakarta Selatan, Sampai ke Kelapa Dua Depok pernah saya jelajahi. Dan yang masih hapal khususnya di Petogogan Jakarta Selatan.
Lokasi Strategis Meski Banjir Ogah Pindah?
Apa sih menariknya gang sempit tersebut. Saya melihat dan merasakan di gang sempit perkampungan kota itu cerminan masyarakat yang harus berjuang untuk bisa bertahan di tengah kejamnya kota kalau tidak tekun bekerja. Mereka yang tinggal di gang sempit itu bukan berarti miskin, mereka mungkin punya mobil. Namun kebanyakan perekonomian warga yang ada di gang sempit, adalah masyarakat menengah ke bawah. Ada keengganan pindah karena menganggap bahwa meskipun lokasinya rawan banjir, tidak nyaman dilalui kendaraan namun lokasi yang ditinggali sangat strategis.Â
Makanya meskipun selalu diterjang banjir mereka yang punya rumah di gang sempit Petogogan enggan pindah, karena ke mana-mana gampang. Meskipun cenderung berisik saat ada yang menyetel musik keras-keras atau banyaknya emak-emak yang sambil mencari uban mereka bergunjing tentang tetangganya. Yang tinggal di gang sempit itu ada beragam pekerjaan yang mendominasi, seperti buruh pabrik, cleaning servis, pelayan toko Blok M, guru, karyawan kantor di pusat kota, yang setiap harinya menjadi penghuni perkantoran sekitar Jakarta Selatan dan Pusat. Ada juga yang memilih jalan kaki sedikit menuju Jalan Seperti P Tendean dengan tujuan Jakarta Timur seperti Pulo Gadung, Jatinegara, Kelapa Gading (Jakarta Utara) atau ke Kuningan.
Gang- gang sempit itu menyimpan kenangan getir, senang, sedih,kekacauan rutin saat banjir, tapak-tapak kaki yang tidak lelah menapak, melewati setapak. Bisa saja dalam perjalanan ketemu tikus got yang tiba-tiba nyelonong dan ular yang dengan tergesa memotong jalan, dari sudut sempit belakang rumah yang saling berpunggungan. Got-got bau, amis, anyir serta tiba-tiba berasap karena ada yang membangkar sampah, hingga muncul polusi. Gang-gang ada yang terang namun ada yang penerangannya minim, Sesaat menyusur jalan sering melihat ada anak muda tanpa gairah matanya kosong seperti sedang sakau, ia bisa saja agresif ketika yang lewat kebetulan perempuan cantik, mereka mencoba merayu,matanya tampak mencekung dengan warna kehitam-hitaman. Dari gang-gang itu bisa muncul bandar judi, bandar narkoba, penadah barang curian, serta emak-emak yang gemar bergosip ria.
Bisa saja terkaget-kaget mendengar suami istri bertengkar, melempar baju, centong atau gelas. Beberapa anak sudah siap jalan memakai baju lusuh, pergi ke Jalan ramai untuk mencari uang dengan meminta belas kasihan orang. Warung  Mie rebus dan kopi sachet ada di setiap sudut gang atau tengah-tengah gang sempit, dan selalu terdengar suara-suara pedagang yang menawarkan dagangan dengan cara unik.
"Nyakkkkkk" dengan suara melengking khas tanda pedagang minyak tanah lewat (mungkin sekarang tidak ada lagi). Itulah sedikit cerita dari banyaknya pengalaman melewati gang sempit di seputar Jakarta. Kalau menuliskan lengkap bisa seminggu belum kelarrr hahaha...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H