"Anda tidak merasa bising Pak dhe?"
"Ah enggak, khan sama sekali nggak masalah dengan TOA Mas Bro."
"Lalu kenapa TOA sekarang jadi biang perdebatan ya Pak Dhe ?"
"Yang saya dengar terutama mereka yang tinggal di kampung padat, di mana tempat ibadah jaraknya amat berdekatan, TOA seperti menjadi sebuah perangkat yang wajib dimiliki. Setelah itu tiap rumah ibadah seperti berlomba membunyikan TOA yang dipasang empat penjuru itu dengan volume maksimal. Tiap Masjid serentak meng onkan TOA dan suara menjadi tumpang tindih. Yang kasihan itu Mbak Surmi yang tengah sakit gigi, sudah sakit, nyeri dan nyut-nyutan giginya harus menerima kenyataan mendengar suara maksimal dari mushola, masjid, di kanan kirinya. Kalau hanya satu sumber sih tidak masalah malah bisa menentramkan jiwanya tapi kalau dari banyak penjuru pengin didengarkan bagaimana? Apa ndak semakin nyut-nyut giginya. Mau marah dikira nanti menista agama. Aduh bagaimana sementara giginya juga ikut menyerang syarafnya hingga pengin kabur sejauh-jauhnya."
"Oooo, jadi kalau menurut Pak Dhe Jenggot itu salah TOA nya ya."
"Bukan TOAnya Mas Bro... tapi.... sudahlah... takut dibully Netizen yang memang super duper sensi."
"Iya Pak Dhe mending suka TOA yang lain..."
"Maksud Mas Bro...?"
"Tuh Orang Ayu tidak pernah bosan melihatnya hehehe."
"Heheh, ingat sudah Toa, rambut sudah putih semua  gak usah ganjen."
"Tua kali bukan TOA hehehe."