Managemen yang baik yang lahir sejak Ignasius Jonan mampu mengubah KAI dari alat transportasi rakyat murah meriah dengan segala karut marutnya menjadi BUMN yang terus semakin berkembang dengan pelayanan mirip di luar negeri.Â
Kenyamanan diperhatikan, ada AC, tempat duduk nyaman meskipun di jam-jam padat tetap saja kelakuan penumpang masih menunjukkan sikap lama yang cenderung tidak sabar, buru-buru dan tidak disiplin dalam antrian.
Tetapi perubahan kereta itu membuat tiket menyesuaikan diri. Tidak bisa lagi nekat masuk karena di peron sudah dijaga ketat.
Kalau tidak punya tiket elektrik atau aplikasi, maka tidak bisa masuk, ditambah sekarang protokol kesehatan ketat harus menyertakan aplikasi pedulilindungi.
Untuk menjadi modern dan berperadaban memang harus ada biaya lebih untuk dikeluarkan. Saat ini ketika pelayanan sudah semakin baik ada wacana kenaikan tarif, bagi yang uang pas-pasan mungkin berat menerima perubahan, tapi jika mengingat pelayanan dan kenyamanan terjamin memang peningkatan biaya tidak terelakkan lagi.Â
Asal memuaskan harga naik pasti akan tetap banyak penumpang yang naik. Memang ironis di tengah mahalnya sembako, langkanya minyak goreng, dan berbagai barang naik, moda transportasi juga naik.
Kadang masyarakat semakin menjerit juga, tetapi situasi ini dirasakan juga hampir seluruh negara-negara di dunia, terutama di negara berkembang.
Pengalaman naik KRL sungguh tidak terlupakan, semoga masih ingat beberapa cerita lain termasuk menikmati alunan lagu dari pengamen di Stasiun Bogor yang melihatnya bagai melihat konser musik gratis. Enak didengar dan menghibur, sayangnya sekarang sudah tidak ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H