Mereka tetap harus mulai membiasakan diri dengan perangkat digital dan termasuk penugasan online. Sebab di masa yang akan datang dengan fenomena metaverse, guru dan siswa harus mulai membiasakan pembelajaran hybrid learning, Augmented reality, Blended Learning. Pengurangan penggunaan kertas dan semua penyimpanan karya menggunakan penyimpanan digital, drive, linktree, google site, google form. Absensi dengan soho, dan google site.
Pemberlakuan PTM full yang maksimal pelajaran hanya 6 jam perhari tentunya butuh pekerjaan rumah sekolah dan guru, bagaimana mengatur pembelajaran yang bisa menguntungkan semua pelajaran. Sebab pasti akan banyak ketinggalan pada pelajaran-pelajaran tertentu yang butuh waktu untuk bisa mengakomodasi semua mata pelajaran bisa dikuasai siswa.
Semoga bisa dipikirkan oleh pemangku kebijakan, apakah PTM khususnya di DKI Jakarta sifatnya wajib dengan melibatkan semua siswa untuk masuk ke sekolah. Sekolah negeri misalnya jika satu kelas 45 sampai 50 anak bagaimana memberi pengertian pada mereka untuk jaga jarak. Tentunya butuh trik khusus yang dilakukan sekolah. Pasti butuh penyesuaian, tidak bisa langsung mengiyakan kebijakan pemerintah.
Pemerintah perlu realistis, banyak sekolah sudah jauh melangkah dengan pengadaan peralatan penunjang PJJ yang canggih yang diorientasikan untuk pembelajaran dengan kombinasi onsite dan online. Tentunya dengan pemberlakuan Prototipe pemerintahpun harus memberi kelonggaran dan kebebasan sekolah dalam memberlakukan kurikulum yang sesuai dengan sekolah, daerah dan lingkungans sekitar.
Untuk Jakarta dan sekitarnya di mana internet sudah memadai pola pendekatan pembelajaran bisa ditingkatkan, bisa dimaksimalkan. Inovasi digital, menjadi prioritas, tujuan pendidikan pada life skill, ketrampilan pada peningkatan sumber daya manusia yang unggul secara teknologi dan seimbang dengan katakteristik dan kemajuan pola berpikir terutama menghadapi bonus demografi.
Kurikulum prototipe memungkinkan yayasan dan sekolah memberlakukan kurikulum sendiri yang sesuai dan visi dan misi sekolah. Kemerdekaan membuat kurikulum tentu akan dimaksimalkan oleh sekolah-sekolah mandiri yang sudah mempunyai rancangan kurikulum yang sesuai dengan visi dan misinya.
Jadi tidak serta merta pemerintah memberi sangsi pada sekolah yang masih menyesuaikan diri menghadapi PTM full. Butuh proses agar semuanya bisa diakomodasi. Di sekolah saya masih proses untuk memberlakukan PTM. Bukan cara Bandung Bondowoso atau Sistem Kebut Semalam. Butuh infrastruktur yang mendukung sehingga guru, siswa dan murid pun merasa nyaman belajar.
Jadi jika akhirnya sekolah kembali normal selamat kembali merasakan kebersamaan tetapi selama dua tahun itu budaya tidak lagi sama, banyak hal yang berubah dan pemerintah harus mulai berpikir untuk mempunyai visi jauh ke depan mempersiapkan siswa dalam persaingan global. Aplikasi, konten, teknologi digital sudah familiar dan tidak mungkin balik lagi seperti semula.
Sedangkan kurikulum daerah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat, apa kurikulum yang paling cocok untuk siswa daerah hingga bisa memaksimalkan kemampuan siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H