Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Indonesia yang Sesungguhnya, Toleran dan Saling Menghargai

1 Januari 2022   09:29 Diperbarui: 1 Januari 2022   09:34 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mari Sambut Tahun 2022(kiaton.kontan.co.id)

Kalau ada yang fanatik, menganut paham radikal itu hanya segelintir orang yang ingin membuat gaduh. Masalah agama adalah masalah pribadi masing-masing. Sebagai tetangga tidak perlu menonjolkan diri dalam hal bagaimana harus taat beragama.

Malah, kadang jika termakan isu murahan di luaran yang menggambarkan betapa mengerikan tingkat toleransi Indonesia seperti yang terlihat pada konten-konten yang dibuat pegiat media sosial, mereka ternyata hanya mencari sensasi dengan tujuan mengadu domba. 

Tidak harus percaya sebab pada kenyataannya dalam kehidupan bertetangga saling menghargai dan saling bekerja sama jauh lebih indah daripada menjaga jarak hanya karena perbedaan agama.

Dalam beragama boleh fanatis dan kuat menjalankan akidah dan ajaran agama tetapi menjadi warga masyarakat  tidak mempermasalahkan perbedaan agama wajib hukumnya. 

Kalau ada pemuka agama yang berusaha mempertajam perbedaan ya dengarkan saja, ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya. Kalau ada yang menggebu- gebu membuat kegaduhan dengan melakukan upaya masih dengan melontarkan ujaran kebencian, biar saja. 

Tetapi jauh lebih indah saling respek dan bekerja sama sebab akan lebih nyaman minta tolong pada tetangga jika pikiran-pikiran bersih muncul dari pergaulan langsung.

Sebetulnya manusia selalu butuh orang lain, butuh bekerja sama, sebab aslinya ada saling ketergantungan antar manusia satu dengan yang lainnya. Manusia itu makhluk sosial, tanpa orang lain manusia tidaklah siapa-siapa. Jadi jika bertetangga menutup diri karena merasa beda maka tidak akan menguntungkan malah merugikan.

Belajar dari kumpul-kumpul saat tahun baru bersama tetangga, merayakan pergantian bersama, ngobrol dari utara sampai selatan, dari timur ke barat dalam suasana keakraban, dengan baju boleh gamis, kebarat- baratan dan tampak rupa latar belakang suku bangsa. 

Saat ngobrol yang terjadi adalah interaksi manusia sebagai makhluk sosial, saya kadang harus malu bahwa sering muncul praduga bahwa tetangga yang tampak kuat dalam beribadah, selalu berbaju rapat, memakai kerudung, memakai kupluk berciri agama tertentu ternyata adalah teman dan tetangga yang enak diajak bicara.

Mereka taat karena tuntutan agama tetapi dalam bertetangga adalah teman yang mampu memberi kenyamanan. Saling memberi dan mendengar bila ada keluhan.

Tampaknya saya akan selalu rindu melihat momen kebersamaan, apapun acaranya. Sebab di situ terukur bahwa sesungguhnya Indonesia masih bisa tenang.

Masih banyak mereka yang dengan tulus mengucapkan Natal, atau bisa menikmati makanan yang diantar saat bagi- bagi rejeki Natal. Semoga saja relasi antar tetangga apapun agamanya selalu memberi nilai- nilai kenyamanan.

Abaikan saja jika di media sosial muncul debat-debat yang mengarah pada relasi kasar dan saling serang, kalau bertetangga yang ngobrol yang ringan-ringan yang penting makanan muncul dan memberi kegembiraan bersama tanpa jarak. Tahun baru Semoga memberi harapan bahwa sesungguhnya Indonesia itu baik-baik saja, tidak seburuk rumor di luar tentang betapa renggangnya relasi kehidupan beragama. Dan semoga saja Badai Covid cepat berlalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun