Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejatinya Ragam Hias Itu Hanya Pengulangan Tetap Saja Keren

24 Desember 2021   15:18 Diperbarui: 24 Desember 2021   15:19 3577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ragam hias atau istilah lainnya ornamen sudah berkembang sejak zaman pra sejarah. Jejak ragam hias sudah terlihat dari munculnya gambar di batu, gua  dan juga relief serta motif- motif yang terdapat di candi, prasasti. Kemampuan membuat gambar,serta pahatan baik di kayu maupun batu nenek moyang sangat luar biasa.

Dengan ragam hias rumah, benda, tiang, kursi, meja, menjadi terkesan mewah dan elegan. Dengan ragam hias benda yang semula hanyalah benda biasa menjadi tampak indah, agung dan mahal. Menurut perkembangan sejarah ragam hias sudah bisa dilihat dari peninggalan suku-suku yang mungkin sekarang punah dan dikhawatirkan punah.  Beberapa ragam hias muncul dari peninggalan dari suku inca, suku Indian di Meksiko dan Amerika selatan.

Saya sendiri pernah melihat beberapa motif yang umum ada dalam ragam hias. Motif hewan, motif,flora atau tumbuh-tumbuhan. Ada juga motif figuratif dengan menampilkan manusia sebagai obyek gambarnya meskipun tidak realis tetapi hanya mengambil figurnya berupa deformasinya. Penggambaran ragam hias adalah dengan mengulang-ulang motif dalam sebuah media entah di kertas, kulit hewan, tenda, batu, kayu dan banyak lain.

pola ragam hias sulur dan motif flora dengan berbagai stilasi (desain oleh Joko Dwiatmoko)
pola ragam hias sulur dan motif flora dengan berbagai stilasi (desain oleh Joko Dwiatmoko)

Di samping itu ada juga motif abstrak atau motif geometris. Motif geometris mengacu pada gambar-gambar alam. Ada yang berbentuk bulat, kotak, segitiga dan juga jenis sulur. Semua motif itu dikombinasikan hingga muncul gambar yang terkesan berulang-ulang tetapi selalu menarik. Gambar motif untuk tekstil misalnya ribuan ragamnya. Seorang perajin atau seniman ragam hias selalu menemukan desain baru meskipun hanya mengambil ide dari beberapa motif ragam hias.

Motif ragam hias bisa dipengaruhi lingkungan, budaya, tradisi yang berlangsung turun temurun. Kadang ada kesan-kesan mistis pada beberapa suku sehingga untuk membuat ragam hias perlu ritual khusus. Yang istimewa dari ragam hias adalah repetisi atau pengulangan- pengulangan motif, namun saja kreativitas untuk menghasilkan desain baru terus berlangsung. Batik misalnya motifnya bisa saja sama, tapi kalau dibuat dengan cara manual dan dimodifikasi selalu akan menghasilkan desain baru yang tidak pernah mirip antara ragam hias satu dengan lainnya. Artinya ide itu dinamis, apalagi dikerjakan oleh orang yang berbeda.

Ragam hias motif Flora(desain oleh Joko Dwiatmoko)
Ragam hias motif Flora(desain oleh Joko Dwiatmoko)

Pada motif ragam hias geometris dikenal dengan motif : tumpal, meander, swastika, ceplokan, pilin, kawung. Pola pola ragam hias ini dibuat disesuaikan dengan jenis media yang tersedia, untuk batik kebanyakan pola adalah flora, fauna, serta beberapa pola geometris seperti kawung, sulur, ceplokan, tumpal. Pola itu bisa disusun memanjang dan sambung menyambung dengan cara mengulang- ulang motif ragam hias.

Motif tumpal mengacu pada pola segitiga, meander biasanya pengulangan dari garis lengkung atau pola yang sering terdapat pada ragam hias China. Ragam hias meander biasanya digambar memanjang baik vertikal maupun horisontal. Lebih sering diterapkan di bagian pinggir atau untuk membuat bingkai sebuah karya seni atau keramik. Sedangkan Swastika sering dihubungkan dengan lambang Israel yaitu seperti dua huruf S yang disatukan. Untuk motif sulur biasanya stilasi dari flora yang berasal dari jenis tanaman rambat seperti tanaman sirih- sirihan.  

Untuk ragam hias dengan media kayu, motif pilin, sulur, atau motif fauna yang sudah distilasi (digayakan). Kalau melihat jenis ukir- ukiran dari kudus, Bali, keraton (Jogja, Surakarta atau pola ragam hias mataraman. Sedangkan untuk warna ragam hias pengaruh budaya pesisiran dengan pedalaman berbeda. Untuk motif pedalaman, warna-warna terbatas pada zat pewarna alami yang biasa digunakan. Ada beberapa bahan pewarna alami yang biasa digunakan untuk motif pedalaman. Biasanya menggunakan bawan pewarna dari buah soga yang biasa disebut istilah jawa sogan. Soga mengacu pada warna kuning kecoklat-coklatan. Sedangkan untuk menghasilkan warna merah biasanya memakai bahan pewarna tekstil dari ekstrak kulit manggis. Kunyit  menghasilkan warna kuning.

Namun di era modern ini pewarna alami hanya digunakan dengan batik khusus dan biasanya mahal harganya karena perawatan kain batik dari bahan pewarna alami juga sangat riskan. Pada batik dengan pewarna alami tidak bisa sembarangan dicuci dengan sabun biasa. Para pemilik batik itu biasa mencuci dengan buah lerak yang cukup langka. Sekarang bahan pewarna alami biasa menggunakan naptol dan indigosol.

Mengapa ragam hias tetap menarik meskipun motifnya diulang-ulang? Menurut beberapa referensi yang pernah penulis baca, pengulangan motif itu adalah untuk menghasilkan kesan magis, dan pola berulang menghasilkan irama gambar yang dinamis. Jadi meskipun polanya terlihat sama dalam proses finishing dan penerapan pada benda pakai seperti kursi, meja, pintu, batik, relief, pintu gerbang, tetap menghasilkan karya yang luar biasa, apalagi dibuat dengan pola detail dengan modifikasi disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Motif modern  muncul dari pengaruh budaya pesisiran.  Pesisiran yang berarti dekat pantai memungkinkan percampuran budaya dari berbagai suku bangsa.Pengaruh budaya lebih dinamis. Zaman dulu daerah pesisir terbuka terjadinya asimilasi, akulturasi, pertukaran kebudayaan atau budaya luruh bercampur sehingga menghasilkan budaya baru. Misalnya budaya Jawa bisa terpengaruh dengan budaya Arab dan China. Motif China tampak nyata pada motif batik yang berasal dari Lasem. Seperti diketahui Lasem (nama kecamatan) terletak di pesisir pantai Utara Jawa, Kabupaten Rembang dan dekat dengan Jepara. Sedangkan untuk pedalaman biasanya tetap kuat memegang tradisi turun temurun terutama pengaruh kerajaan mataram yang sekarang terbagi dua yaitu Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.

Ornamen Nusantara banyak ragamnya apalagi jika dilihat pengaruh budaya dari tiap suku. Dari Aceh, Sumatra Utara(Batak), Melayu, Sumatra Barat (Minang), Lampung,  Banten, Sunda, Jawa, Madura Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTB, NTT, Papua. Masing- masing mempunyai sejarah sendiri. batik muncul dari budaya Jawa, sedangkan tenun atau songket muncul di banyak suku di NTT, Sumatra Utara, Kalimantan, Sedangkan di Kalimantan ukir- ukiran kayu dan motif sering muncul sebagai tato atau hiasan untuk senjata, alat musik dan motif bangunannya yang khas.

Jadi jika berbicang tentang ragam hias akan banyak karya yang bisa ditampilkan yang membuat semakin kaya karya seni rupa anak bangsa. Meskipun digambar dan dibuat dengan pola berulang tetap saja menarik dan tidak pernah lekang sampai kapanpun.

Referensi Kompas.com, Detik edu. 

Sumber gambar : Karya Penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun