Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku, Kompasiana dan Noise yang Sering Muncul di Tulisan

24 Oktober 2021   12:24 Diperbarui: 24 Oktober 2021   12:41 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak terasa Kompasiana sudah berusia 13 tahun. Bagi usia manusia, 13 Tahun adalah usia remaja. Kompasiana seumuran dengan anak saya. Suaranya sedang mengalami perubahan, tanggung lagi ngagor-agori istilah jawanya, baru muncul perubahan suara. Bersuara besar belum bisa mau mencoba berteriak dengan suara anak-anak tidak lagi bisa. Semuanya serba tanggung.

Dua Tahun Lebih Muda dari Usia Kompasiana

 Kalau usia Kompasiana sudah 13 tahun, aku gabung ketika usianya baru 2 tahun tepatnya awal 2010. Kalau dikatakan setia mengikuti perkembangan Kompasiana, tidak juga karena saya sempat pasif selama beberapa tahun. Tapi  pelan-pelan kembali ketika sadar bahwa nilai kesetiaan itu lebih penting daripada sekedar mengagumi hijaunya rumput tetangga. Meskipun tidak sehebat kompasiener lain yang bisa melaju dengan menuliskan artikel mencapai 2000 an lebih, bisa sangat fokus dan ikut beberapa komunitas yang memungkinkan mereka bisa berinteraksi, saling memberi dorongan, saling memberi suport. Saya seperti pemain solo dari sebuah perjalanan menjadi kompasianer.

Ada hal yang tidak bisa diceritakan di sini, mungkin lebih ke masalah pribadi. Aku tidak bisa menceritakan mengapa tidak bisa nge gas terus menulis dan produktif menghasilkan tulisan. Tapi tanpa terasa tulisan-tulisanku meskipun kadang sepi, kadang ramai, kadang hanya berisi suara noise, namun sering muncul voice dari beberapa tulisan yang ada, semuanya menjadi bagian dari perjalanan hidup di tengah kesibukan sebagai guru dan bapak rumah tangga.

Tulisan Noise dan Rasa Kecewa pada Kompasiana

Lalu bagaimana pembaca mengkategorikan tulisan-tulisanku, lebih banyak noise atau voice? Dalam proses menulis sebagai penulis berharap lebih banyak kata bijak, itu artinya muncul voice, muncul hal-hal inspiratif dengan memberi dorongan semangat terus berkarya dan menginspirasi. Tetapi pada kenyataannya ketika ada rasa galau, kecewa terhadap kebijakan admin, terhadap mekanisme headline, tentang ketidakadilan, ketidaknyamanan ketika terjadi perubahan kebijakan kompasiana, sebagai manusia biasa terkadang kesal, panik dan kecewa.

Ibaratnya perhatian admin terpecah ketika mempunyai mainan baru, mempunyai adik baru yang mesti lebih banyak diperhatikan. Aku yang sudah lama bergabung di kompasiana merasa terabaikan ketika ada visi baru kompasiana yang membuat orang-orang "lama"merasa tersisih, cemburu pada yang muda yang mendapat kesempatan lebih untuk merasa bisa merebut perhatian dan diprioritaskan.

Nah disitulah muncul noise, muncul keluhan, lebih banyak membuat tulisan gaduh untuk mengganggu ketenangan admin kompasiana bekerja. Semakin berumur harusnya semakin bijak dalam menghadapi masalah demi masalah. Demikian juga pada Kompasianer yang usia kesetiaannya hampir sama, seumuran dengan lahirnya Kompasiana.

 Satu persatu mereka menghilang, rontok karena berbagai persoalan. Yang terkenal di masa lalu, sekarang sudah menghilang, yang pernah mendapat penghargaan sebagai  Kompasianer of The Year, juga mulai surut, jarang menulis. Kini meskipun ada yang senior tapi jumlahnya sedikit, dan hanya sesekali nongol setelah itu menghilang lagi.

Spirit Menulis dan Jasa Kompasiana bagi Kompasianer

Aku meskipun terbilang hampir sepantaran dengan usia Kompasiana ternyata tetap bertahan, meskipun aku tahu , diri ini tidak pernah istimewa, tulisan lebih sayup-sayup. Selalu ada di tengah tidak pernah berada di atas dan paling bawah.

Sampai saat ini masih kompasianer dan semoga seterusnya.  Kebetulan beberapa bulan ini tidak segercep beberapa bulan lalu. Kadang menulis, lebih banyak lupanya. Bukan berarti tidak konsisten menulis, tetap menulis, meskipun hanya di buku catatan,saat ini  baru semangat mencoba menerbitkan buku mumpung lagi ada tawaran gratisan. Tapi Kompasiana tetaplah platform blog yang tidak boleh terlupakan.

Bagaimana mau lupa karena berkat tulisan-tulisan di kompasiana saya dikenal sebagai penulis, atau malah ada yang menganggap sebagai pengarang. Itu khan waoow. Kalau Felix Tani mendaku bahwa selama 7 tahun bergabung selalu membuat tulisan noise, aku sendiri tidak pernah sadar apakah tulisan-tulisanku itu noise atau voice,menulis ya menulis, sesuai dengan kata hati dan topik yang sedang dibahas. Sebisa mungkin tidak berpihak meskipun pada pembaca tahu sebenarnya aku sedang berpihak pada siapa.

Tujuan menulisku adalah mencoba menasihati diri. Aku jelas tidak berani menggurui mereka. Meskipun saat ini di KTP ditulis profesi sebagai guru, tetapi sesungguhnya aku tidak layak sebagai guru. Aku hanya ingin menjadi teman berbagi rasa, kebetulan ada ide yang tertuang di tulisan kalau banyak pembaca senang, aku berterimakasih, kalau hanya menjadi bacaan selintas lalu tidak apa-apa. Itu hak pembaca dan kompasianer mau membaca atau tidak.

 Aku bukan Romo Bobby, bukan kompasianer lain yang mempunyai segudang prestasi dalam hal menggerakkan, massa memberi inspirasi dan mampu bergerak dalam bidang sosial budaya. Sebagai guru tentu jauh jika dibandingkan dengan Omjay atau Wijaya Kusuma yang mampu menggerakkan guru  mencintai dunia literasi. Apalagi jika dibandingkan dengan sepasang suami istri Pak Tjiptadinata dan ibu Roselina Tjiptadinata. Meskipun secara usia gabung di Kompasiana lebih senior tapi tulisan dan jejak kebermanfaatan di Kompasiana saya bukanlah siapa-siapa.

Tapi bagaimanapun kompasiana tetaplah menjadikan diri ini bagian dari rumah besarnya. Aku mesti berterimakasih, telah menjadi noise sekaligus voice bagi perkembangan kompasiana. Sesekali nakal dan mencubit untuk sebuah keakraban tidak apa-apa khan. Kadang perlu bikin sensasi agar suara didengar. Selamat Ulang Tahun Kompasiana yang ke-13 semoga semakin besar dan kokoh dan memberi jembatan pemikiran bagi perkembangan literasi tanah air. Yang noise itu perlu didengar dengan memakai telinga yang konek dengan hati nurani, bisa saja bisingnya yang terasa mengganggu itu sebetulnya sebuah voice yang tersamar.

Yuk, bangun opini bermakna. Kalau kemarin lebih sering membangun opini yang lebih terasa bising, sekarang saatnya menginspirasi, memberikan banyak makna bagi pembaca, penerang bagi kegelapan. itu nasihat untuk diri sendiri. Aku sendiri berjanji untuk tetap setia menulis, meskipun tidak bisa berjanji untuk bisa produktif menulis. Yang terpenting konsisten menulis, menulis dan menulis. Sekali lagi selamat Ulang Tahun Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun