Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Birgaldo Sinaga, Agama Boleh Berbeda tetapi Kebaikan Itu Universal

16 Mei 2021   12:44 Diperbarui: 16 Mei 2021   12:59 3021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RIP. Sabtu kemarin 15 Mei 2021  Jagad Medsos dikejutkan dengan meninggalnya Birgaldo Sinaga karena Covid-19. Pegiat medsos, Politisi Nasdem, penulis kritis yang sering dijuluki barisan cebong yang lebih sering dikenal karena menjadi pembela dan pendukung Jokowi dengan cara membuat tulisan- tulisan tentang jejak kebaikan Presiden Jokowi, Tapi bukan berarti ia tidak pernah mengkritik kebijakan Jokowi. Ia akan melawan dan mengkritik juga jika Jokowi salah dalam penerapan kebijakannya.Tetapi Birgaldo selalu diingat kebaikannya ketika begitu gigih membantu korban bom teror sosok Triniti yang diantarkan berobat ke luar negeri, juga bencana alam di Sulawesi.

Kebaikan bukan milik agama tertentu, kebaikan milik universal, semua orang dari golongan apapun, apapun agamanya bahkan yang kadang dipandang oleh orang yang mempunyai agama sebagai golongan atheis, komunis tetaplah mempunyai sisi kebaikan. Tapi saat ini kadang manusia aneh dengan sombongnya kebaikan hanyalah milik komunitas tertentu, agama tertentu. Bahkan kalau dipikir sebenarnya Tuhan agamanya apa sih?

Yang menjadi mencengangkan adalah akibat membanggakan kebaikan karena merasa ia telah dekat dan pasti masuk surga manusia menjadi sombong dengan memaki, memvonis yang tidak sepaham dengan dirinya yang tidak segolongan adalah calon penghuni neraka. Kebaikan itu sudah berjalan seiring dengan kejahatan manusia. Manusia selalu mempunyai dua sisi yang berlawanan. Kebaikan bisa beda tipis dengan kejahatan, ketika manusia marah, kecewa, merasa tidak teraliri keadilan ia bisa terasuki iblis sehingga sosok yang semula baik ternyata jahatnya luar biasa, padahal ia beragama.

Dengan alasan berjuang untuk golongannya menganggap ia bisa menghakimi, membunuh dengan keji, meneror orang - orang demi keyakinan bahwa ketika ia bisa menumpas manusia yang dianggap berdosa ia bisa berpesta di surga dengan khayalan ditemani bidadari.

Bagaimana sejarah mencatat lahirnya agama- agama. Ada agama yang berasal dari kultur yang sama dari tanah dan sejarah yang hampir serumpun. Dalam perjalanan waktu ternyata agama- agama tersebut sering memicu konflik, perang dan saling bunuh hanya karena klaim kebaikan sepihak. Semua berpikir secara superior untuk menegasikan bahwa agama merekalah terbaik dan lebih dekat dengan Sang Pencipta.

Kebaikan Itu Universal

Padahal sesungguhnya kebaikan itu universal, milik semua agama yang lahir di bumi ini, bahkan mereka yang hanya mempercayai kehidupan  tanpa embel - embel agama juga berhak menyebarkan kebaikan. Kadang dengan agama kebaikan seperti tersekat. Seakan- akan kebaikan hanya ditujukan dan disumbangkan untuk orang - orang segolongan dan sekeyakinannya. Seharusnya menurut pandangan saya  siapapun agamanya, manusia tetap harus memperlakukan sama ketika manusia menebarkan kebaikan, Sebab yang membutuhkan, yang berkekurangan, yang miskin bukan karena agama, tapi karena kondisi, lingkungan dan nasib. Yang berhak ditolong adalah manusianya bukan karena kesamaan kepercayaan, dan keyakinan.

Jika sebuah daerah menjadi miskin karena konflik etnis berkepanjangan dan kebetulan peperangan muncul sebenarnya karena konflik wilayah bukan semat- mata konflik agama, maka jangan dicampuradukkan dengan kepentingan politik yang cenderung tendensius dan hanya menunggang agama sebagai tujuan akan kekuasaan. Kejahatan manusiapun bukan milik agama tertentu. Kejahatan muncul karena hasrat manusia. Karena manusia tidak sesempurna Tuhan, karena manusia masih mempunyai sisi jahat apapun agamanya.

Jadi jika manusia yang kebetulan menjadi aktif dalam media sosial, selalu membenturkan kebaikan dengan agama, selalu menyeret apapun persoalannya menjadi persoalan agama maka yang waras yang harus hati - hati, jangan sampai terjebak oleh jebakan mereka yang mengadudomba antar agama.

Sekarang bila bicara agama selalu ada sensitifitas berlebih, bahkan salah bicara pada pemimpin yang dimulai dari sensitifnya relasi keagamaan membuat polemik berkepanjangan. Naluri manusia untuk membuli, mengolok- olok, menyindir, menghakimi timbul. Kebaikanpun diperdebatkan dan diperebutkan manusia yang memegang keyakinan masing- masing.

Keterbelahan tampak nyata di jagad medsos dan bahkan karena keyakinan manusia saling lontar kata- kata kasar dan ujung- ujungnya berkembang menjadi saling curiga. Saya sebetulnya sangat rindu ketika ucapan- ucapan menentramkan hadir pada manusia yang meskipun berbeda agama tidak pernah mempersoalkan kebaikan berasal darimana. Manusia lahir secara kebetulan telah mempunyai agama dan ia sudah diarahkan oleh keluarga untuk mempunyai keyakinan. Semua keyakinan baik adanya namun karena politik dan karena hasrat manusia menjadi terbaik kadang membuat manusia mengangap dirinya terbaik, sombong bisa mengklaim dengan pengetahuannya ia bisa menggenggam dunia dan lebih mengagungkan pribadi dan golongannya sehingga muncul pergesekan yang akhirnya bermunculan konflik dan perang tidak berkesudahan dari masa ke masa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun